kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Manulife Aset Sebut Perekonomian Global Solid di Tengah Volatilitas Pasar Obligasi


Minggu, 26 Mei 2024 / 15:25 WIB
Manulife Aset Sebut Perekonomian Global Solid di Tengah Volatilitas Pasar Obligasi
ILUSTRASI. Ilustrasi suasa di kantor Manulife Investment Management


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) melihat kondisi perekonomian global masih terjaga di tengah koreksi pasar saham ataupun surat utang. Fundamental kuat ini menjadi optimisme bagi peluang pelonggaran kebijakan moneter ke depan.

Portfolio Manager Fixed Income MAMI Laras Febriany mencermati, pemicu utama pelemahan pasar obligasi di bulan April adalah data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari ekspektasi. Di mana, inflasi umum AS cenderung meningkat di periode Januari hingga Maret 2024.

Imbasnya, The Fed mengindikasikan masih butuh waktu lebih lama untuk lebih yakin lagi bahwa inflasi domestiknya sudah benar-benar dalam tren penurunan, sebelum melakukan pemangkasan.

“Kondisi ini meningkatkan volatilitas di pasar saham, obligasi, dan mata uang secara global, Asia, hingga Indonesia, yang kemudian mendorong pasar untuk menyesuaikan kembali ekspektasinya terkait suku bunga,” ungkap Laras dalam siaran pers, Minggu (26/5).

Baca Juga: Manulife Aset: Fundamental Perekonomian Indonesia Masih Terjaga

Namun kabar baik terakhir, Ketua The Fed mengemukakan bahwa walaupun suku bunga belum akan turun secepat ekspektasi pasar sebelumnya, potensi kenaikan lebih lanjut pun sangat kecil. Sehingga, langkah berikutnya ke depan adalah pemotongan suku bunga.

Laras bilang, kemungkinan pemotongan suku bunga itu dapat dipahami karena sebenarnya mayoritas komponen inflasi AS telah mereda, kecuali komponen shelter dan transportasi yang masih tinggi.

Di tengah ekspektasi suku bunga acuan yang dinamis, kondisi perekonomian global juga diperkirakan masih solid. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi global tahun ini tumbuh 3,2%.

Penopang utama pertumbuhan ekonomi global adalah kawasan negara berkembang yang diproyeksikan tumbuh 4,2%, disusul oleh kawasan negara maju yang tumbuh 1,7%. 

Baca Juga: Manulife Aset Tetap Optimistis di Pasar Saham, Jagokan Sektor Teknologi dan EBT

Menariknya, semua angka-angka ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang dirilis bulan Januari lalu, sehingga kekhawatiran resesi sepertinya sudah tidak menjadi skenario di pasar.

Menurut Laras, optimisme pertumbuhan ini didukung oleh tingkat permintaan yang kuat, tabungan era pandemi yang masih lebih dari cukup, dan juga dampak positif stimulus pemerintah.

Ekonomi yang resilien juga terjadi bersamaan dengan tren disinflasi, didukung oleh pemulihan rantai pasok global, ketersediaan tenaga kerja, dan turunnya harga energi.

“Tapi memang benar, walaupun inflasi global sudah menjinak, bank sentral dunia belum dapat menurunkan suku bunga, karena cenderung menunggu langkah The Fed. Masalahnya, The Fed memberi sinyal masih butuh waktu untuk lebih yakin lagi bahwa inflasi domestiknya sudah benar-benar dalam tren penurunan, sebelum melakukan pemangkasan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Laras berpendapat bahwa outlook kebijakan Bank Indonesia (BI) akan bergantung pada kondisi pasar global yang dapat mempengaruhi stabilitas Rupiah. Apabila data ekonomi dan inflasi AS mereda, kondisi ini dapat mengurangi tekanan penguatan Dolar AS, sehingga BI tidak perlu menaikkan suku bunga.

Baca Juga: Pasar Saham Indonesia Harapkan Kebijakan Moneter yang Lebih Akomodatif

Selain dari tekanan Rupiah, Manulife Aset melihat tidak ada faktor lain yang dapat memicu BI untuk menaikkan suku bunga, terutama karena inflasi domestik masih terjaga. Saat ini pasar masih memperkirakan ada potensi pemangkasan Fed Funds Rate satu hingga dua kali. Sehingga, MAMI memperkirakan BI Rate dapat berada di kisaran 5,75% - 6,25% di akhir tahun 2024.

Laras mengatakan, kuartal kedua 2024 memang akan diawali perubahan-perubahan ekspektasi, yang kemudian diikuti dengan volatilitas tinggi dan sentimen pasar yang kurang kondusif. Namun dengan berjalannya waktu, pasar pun melakukan penyesuaian, volatilitas terlihat mereda, dan sentimen mulai pulih.

Secara keseluruhan perekonomian global tahun ini diperkirakan masih bertumbuh, dan inflasi global pun dalam tren menurun. Di Indonesia sendiri, fundamental ekonomi masih terjaga kuat, dan katalis-katalis penopang dan potensi pasar finansial pun masih sangat cukup.

“Mari kita fokus pada peluang jangka menengah panjang, dan jadikan volatilitas jangka pendek sebagai peluang yang belum tentu datang kembali, terutama dengan pandangan pemangkasan suku bunga yang masih dapat terjadi,” tutur Laras.

Baca Juga: Strategi di Tengah Ketidakpastian Suku Bunga, Sektor Saham Ini Bisa Jadi Pilihan

Laras optimistis terhadap pasar surat utang seiring potensi pemangkasan suku bunga ke depan. Namun memang perlu dicermati dalam jangka pendek volatilitas masih dapat terjadi karena faktor ketidakpastian suku bunga The Fed.

“Oleh karena itu, kami selalu mengelola portofolio secara aktif, bergerak dinamis antara defensif dan agresif untuk membentuk portofolio yang optimal,” ucap dia.

Strategi portofolio reksadana kelolaan MAMI akan disesuaikan berdasarkan tinjauan makroekonomi terkini serta fokus pada manajemen durasi, kas dan pemilihan efek untuk membentuk portofolio yang dapat bergerak dengan lincah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×