kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

MAMI: Meski Tertekan, Pasar Obligasi Punya Peluang Valuasi yang Menarik


Selasa, 23 Juli 2024 / 20:12 WIB
MAMI: Meski Tertekan, Pasar Obligasi Punya Peluang Valuasi yang Menarik
ILUSTRASI. Pengunjung menggunakan gawainya di ruang edukasi pasar modal, Bursa Efek Indonesia, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (1/2/2024). Di tengah tensi geopolitik yang meningkat, tingkat suku bunga global yang tinggi, pasar obligasi Indonesia terbukti risilien dan masih memberikan return +8.7% di tahun 2023 dan perkirakan return investasi di pasar obligasi tahun 2024 akan memberikan imbal hasil sekitar +9,8%. PT Mandiri Sekuritas juga memproyeksikan kinerja positif ini masih akan berlanjut di tahun 2024-2025. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/01/02/2024


Reporter: Nadya Zahira | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyampaikan bahwa pasar obligasi Indonesia tertekan akibat perubahan ekspektasi suku bunga global, pelemahan rupiah, dan sentimen terkait outlook fiskal. Namun, meski begitu terdapat peluang valuasi yang menarik di pasar obligasi Indonesia.

“Jadi Kami masih melihat peluang valuasi yang menarik di pasar obligasi Indonesia,” kata Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Laras Febriany, dalam acara media briefing Mid-Year Investment Outlook 2024, Manulife IM, melalui daring, Selasa (23/7). 

Baca Juga: Manulife Prediksi Pasar Kredit Asia akan Tumbuh Positif hingga Akhir Tahun

Laras mengatakan, saat ini selisih imbal hasil obligasi pemerintah dan United States Treasury (UST) berada pada level tertinggi dalam satu tahun terakhir, sehingga menciptakan potensi investasi menarik di siklus akhir menjelang pemangkasan suku bunga. 

“Dengan begitu, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia, maka selisih imbal hasil obligasi Indonesia menjadi yang tertinggi, bahkan di atas India,” kata dia. 

Selain itu, Laras menuturkan bahwa CDS 5 tahun yang menggambarkan persepsi risiko bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia sudah terlihat stabil.

Baca Juga: Manajer Investasi Bukukan Pertumbuhan Dana Kelolaan Meski Pasar Keuangan Bergejolak

Dia juga melihat bahwa pasar obligasi tetap memiliki potensi, terutama jika inflasi AS turun dengan stabil sehingga suku bunga acuan dapat diturunkan tahun ini, diiringi dengan stabilisasi rupiah. 

“Tak hanya itu, kejelasan tentang outlook fiskal, anggaran APBN, dan kabinet ekonomi pemerintahan yang juga baru dapat menciptakan tambahan katalis bagi pasar obligasi ke depannya,” imbuhnya. 

Dengan begitu dia menilai, di tengah kondisi pasar yang masih bergejolak dan sensitif terhadap perubahan sentimen seperti saat ini, baik dari global maupun domestik, maka tingkat risiko portofolio sangat penting untuk dijaga oleh investor. 

Baca Juga: Ini Daftar Top 5 Manajer Investasi dengan Dana Kelolaan Terbesar Per Juni 2024

Menurutnya, menerapkan diversifikasi pada portofolio investasi bisa menjadi salah satu strategi bagi investor dalam menjaga tingkat risiko investasi.

Laras pun merekomendasikan, reksadana obligasi kepada para investor untuk memanfaatkan karakteristik defensif dari kelas aset obligasi. 

“Pada kondisi imbal hasil obligasi yang tinggi saat ini, dapat menjadi peluang bagi investor untuk mengunci yield di level yang menarik dan juga dapat menikmati potensi capital gain ketika suku bunga mulai beranjak turun pada September mendatang,” kata dia. 

Pada kesempatan yang sama, Head of Asset Allocation, Asia, Manulife Investment Management, Luke Browne mengatakan bahwa pasar obligasi masih cukup menarik di Semester II 2024 karena didukung oleh ekonomi global yang tetap berada dalam kondisi baik pada pertengahan tahun ini. 

Baca Juga: MUI Haramkan Short Selling pada Perdagangan BEI, Begini Tanggapan Manajer Investasi

“Kepemimpinan dari perspektif ekonomi tetap dipegang oleh Amerika Serikat, didorong oleh aktivitas konsumen yang kuat, meskipun ada beberapa pendinginan baru-baru ini,” kata Luke. 

Selain itu, menurut dia, laju disinflasi secara global, terutama di AS akan menjadi fokus selama sisa tahun ini. Bank-bank sentral di negara-negara maju seperti Swiss, Kanada, dan baru-baru ini Bank Sentral Eropa telah memangkas suku bunga selama beberapa bulan terakhir. 

“Namun, Bank Sentral AS lebih berhati-hati karena faktor inflasi yang terus berlanjut seperti asuransi kendaraan dan biaya tempat tinggal, yang telah menyebabkan disinflasi berlangsung tidak merata,” kata dia. 

Tak hanya itu, Luke bilang, peluang-peluang menarik juga muncul di luar AS, baik di pasar negara maju maupun pasar negara berkembang, terutama di Jepang dan India. Dalam hal sektor, energi dan komoditas juga harus menjadi perhatian para investor. 

“Kami mengamati peluang-peluang yang muncul di seluruh pasar ASEAN dan seiring dengan siklus pelonggaran, akan ada banyak peluang yang dapat dimanfaatkan,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×