Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Harga nikel dunia terus mendaki sejak Indonesia menerapkan larangan ekspor mineral mentah, awal Januari 2014 lalu. Rabu (21/5), harga nikel untuk pengiriman Juni 2014 di London Metal Exchange (LME) di level US$ 19.470 per ton, atau naik 39,49% sejak akhir 2013.
Kenaikan harga nikel ini mestinya menjadi berkah bagi para penambang nikel, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Cuma di sisi lain, beleid larangan ekspor bijih nikel menyebabkan potensi pertumbuhan kinerja ANTM menjadi terbatas.
Menurut hitungan analis Ciptadana Securities, Wilim Hadiwijaya, setiap 1% kenaikan harga nikel mampu mengerek laba bersih ANTM sebanyak 4%. Dia berasumsi, rata-rata harga nikel di 2014 bakal berkisar US$ 17.500 per ton, atau tumbuh 16,6% dari tahun 2013 yang senilai US$ 15.000.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Arandi Nugraha menambahkan, ANTM tengah menghadapi persoalan larangan ekspor bijih nikel. Kondisi ini jelas memukul kinerja ANTM. Padahal, perdagangan bijih nikel memiliki margin paling besar bagi ANTM.
Nihilnya ekspor bijih nikel akan berpengaruh negatif bagi kinerja ANTM. Prediksi Arandi, ANTM akan membukukan kerugian di tahun ini. Sementara, pendapatan ANTM diprediksi bakal merosot 12,6% menjadi Rp 9,86 triliun.
Gara-gara larangan ekspor bijih nikel itu pula, Wilim menyebut, ANTM kehilangan potensi untuk tumbuh kencang. Kata dia, gross margin ANTM akan tergerus dari 14% di tahun 2013, menjadi tinggal 10% pada tahun ini.
Wilim memprediksi, pada tahun ini pendapatan ANTM akan turun 11,42% menjadi Rp 10 triliun. Salah satu hal positif ANTM adalah diversifikasi bisnis, selain nikel. Antara lain emas. Tahun lalu, penjualan emas menyumbang 42% ke total pendapatan ANTM. Adapun, penjualan nikel menyumbang fulus 36%.
Analis Credit Suisse, Ami Tantri, dalam risetnya, 23 April 2014, menilai positif keputusan ANTM yang giat mengembangkan lini bisnis lain di luar nikel. Contohnya, ANTM kini telah memiliki 20% saham di Dairi Prima Minerals (DPM).
ANTM juga baru saja menandatangani kontrak rekayasa pengadaan dan konstruksi alias engineering, procurement and construction (EPC) senilai US$ 632 juta dengan China Nonferrous Metal Industry's Foreign Engineering & Construction Co. Ltd (NFC).
NFC akan mengambil 51% dan 65% saham di proyek seng DPM. Ami merasa, ini merupakan hal yang positif bagi ANTM. Namun, dia masih mengkhawatirkan dampaknya pada struktur biaya dan risiko ANTM.
Wilim pun menyebut ANTM kini tengah mengembangkan proyek chemical grade alumina (CGA). Meski begitu, Wilim lebih menyarankan hold atas saham ANTM dengan target harga masih di level Rp 1.080 per saham.
Demikian pula Arandi yang menyarankan hold saham ANTM, tanpa menyebut target harga karena tengah menanti kinerja kuartal I 2014.
Sementara, Ami memberi target harga ANTM di level Rp 950 per saham dengan rekomendasi underperform. Target harga tersebut mencerminkan rasio price book value (PBV) sebesar 0,7 kali. Kemarin, harga saham ANTM menanjak 5,04% ke Rp 1.250 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News