Reporter: Umi Kulsum | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sepanjang kuartal I-2017, pasar obligasi mencetak kinerja positif. Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang disusun Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) naik 5,98% ke level 220,96 dalam periode tersebut. Bandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 5,12% di periode tersebut.
Dalam tiga bulan pertama tersebut, rata-rata imbal hasil investasi di obligasi pemerintah, yang tercermin dari pergerakan INDOBeX Government Total Return, mencapai 6,20%. Sedang return rata-rata obligasi korporasi, yang tercermin dari pergerakan INDOBeX Corporate Total Return, mencapai 4,37% .
Obligasi mencetak imbal hasil lumayan lantaran tingginya minat investor berinvestasi di surat utang domestik. Ada dua hal faktor pendongkraknya. Pertama, angka credit default swap atau CDS Indonesia terus mengecil. Jumat (31/3) lalu, CDS bertenor lima tahun tercatat di level 127,55, turun 19,21% dari posisi akhir tahun 2016.
Kedua, yield obligasi Indonesia paling tinggi ketimbang negara lain secara regional. Data Asian Bonds Online per 31 Maret menunjukkan, yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun sebesar 7,04%. Angka ini melampaui yield obligasi Malaysia yang hanya 4,15%, China 3,38% dan Hong Kong 1,64%. "Hal ini yang membuat kinerja obligasi dalam negeri terus melaju," jelas Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management.
Apalagi, sejak awal tahun, investor asing juga agresif mengoleksi surat berharga negara (SBN). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat, bila dihitung sejak awal tahun hingga 30 Maret 2017, kepemilikan asing di SBN melonjak sekitar 8,42% menjadi Rp 721,89 triliun. "Derasnya dana asing yang masuk turut mendongkrak kinerja obligasi," kata I Made Adi Saputra, analis Fixed Income MNC Securities.
Senior Research Analyst Pasar Dana Beben Feri Wibowo menambahkan, kinerja obligasi juga disokong oleh fundamental dalam negeri yang membaik. Hal tersebut didukung oleh terkendalinya tingkat inflasi, Pada Februari lalu, inflasi tercatat 0,23%. Sedangkan rupiah stabil di kisaran Rp 13.300-Rp 13.400 per dollar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, ada kewajiban industri keuangan non bank (IKNB) berinvestasi di SBN, minimal sebesar 30% dari portofolionya. "Manajer investasi juga gencar menerbitkan produk reksadana berbasis SBN awal tahun ini," ujar Beben.
Peringkat utang
Langkah lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dan Moody's mengangkat outlook surat utang Indonesia menjadi positif juga mendorong harga obligasi dalam negeri. Prospek pasar obligasi bakal semakin gemilang jika Standard & Poors (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia ke level investment grade.
Lembaga pemeringkat asal Jepang, Japan Credit Rating Agency, Ltd juga ikut menghadiahi peningkatan outlook kredit Indonesia dari stabil menjadi positif. Ini sekaligus mengafirmasi peringkat utang jangka panjang berdenominasi valuta asing Indonesia pada peringkat BBB-.
Ke depan, Made memprediksi pasar obligasi akan terus mencatatkan kinerja positif hingga akhir tahun. Meskipun, ia melihat prospeknya tidak akan sebaik tahun lalu. Penyebabnya, Bank Indonesia (BI) tahun lalu menurunkan suku bunga, sedangkan tahun ini ada ekspektasi BI mengerek suku bunga.
Selain itu, Desmon mengingatkan, investor perlu mewaspadai tekanan eksternal, terutama terkait rencana The Fed mengerek suku bunga dua kali hingga akhir tahun. Ia memprediksi, kinerja obligasi tahun ini melaju di kisaran 10%-11%. Sedangkan yield surat utang negara (SUN)FR0059 tenor sepuluh tahun bisa mencapai 7,4%-7,8% di pengujung tahun
Made optimistis kinerja obligasi akan melaju di kisaran 10%-11% hingga pengujung tahun. Sementara hitungan Beben, kinerja obligasi secara moderat akan mencapai 4%-5% tahun ini dan prediksi optimistis di angka 6%. Sedangkan prediksi yield seri SUN acuan akan berada di kisaran 7,12%-8,42% di akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News