Reporter: Nadya Zahira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi saat ini, seperti minyak dunia, gas alam, dan batubara kompak menguat di tengah meningkatnya tensi konflik di Timur Tengah. Perang yang berkepanjangan akan menjadi pendukung bagi prospek harga komoditas energi.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengamati, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) bertahan di kisaran US$ 81,5 per barel pada Rabu (19/6) siang, berada pada level tertinggi dalam tujuh minggu, karena meningkatnya konflik di Eropa Timur dan Timur Tengah yang menambah kekhawatiran pasokan.
Meskipun, berdasarkan Trading Economics, harga minyak WTI turun tipis 0,26% ke level US$ 81,3 per barel pada Rabu (19/6) pukul 16.30 WIB. Namun, menurut Sutopo penurunan ini hanya bersifat sementara karena prospek harga komoditas energi, salah satunya minyak dunia masih baik ke depannya.
Baca Juga: S&P 500 dan Dow Naik, Data Penjualan Ritel Lemah dan Fokus ke Pidato Pejabat The Fed
Ditambah, Sutopo bilang, terdapat serangan pesawat tak berawak Ukraina di Rusia yang menyebabkan kebakaran di terminal minyak di sebuah pelabuhan utama, sementara seorang pejabat tinggi Israel memperingatkan akan terjadinya perang habis-habisan dengan Hizbullah Lebanon. Hal ini akan membuat harga minyak masih berpotensi untuk menguat.
“Harga minyak baru-baru ini juga didukung oleh perkiraan pertumbuhan permintaan global yang kuat, di mana OPEC, Badan Energi Internasional (IEA) dan Energy Information Administration (EIA) AS memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak yang kuat pada paruh kedua tahun ini,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (19/6).
Selain itu, anggota utama OPEC+ seperti Rusia dan Irak menegaskan kembali kepatuhan mereka terhadap kuota produksi. Sedangkan Arab Saudi mengindikasikan kesediaan untuk menyesuaikan produksi sebagai respons terhadap kondisi pasar.
Baca Juga: Harga LNG Asia ke Level Tertinggi 6 Bulan, Suhu Panas & Gangguan Fasilitas di Aussie
Kemudian, Sutopo bilang, data industri menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 2,264 juta barel pada minggu lalu, melampaui perkiraan penurunan sebesar 2,2 juta barel.
Harga batubara Newcastle berjangka juga terpantau naik di atas US$ 135 per ton, sedikit pulih dari level terendah dalam dua bulan sebesar US$ 132 per ton, yang dicapai pada Jumat (7/6).
Sutopo menjelaskan bahwa peningkatan ini didorong oleh India, konsumen batubara terbesar kedua di dunia, yang mengalami rekor permintaan listrik tertinggi di wilayah Utara akibat gelombang panas yang terus-menerus.
Sentimen lainnya, Sutopo menyebutkan datang dari Amrika Serikat yang telah memperluas sanksi terhadap industri batubara Rusia. Di sisi lain, Menteri Batubara Federal India, G. Kishan Reddy mengumumkan rencana untuk mengurangi impor batubara dan meningkatkan produksi dalam negeri.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa Gas alam berjangka AS juga naik melampaui US$ 2,85 per MMBtu pada Selasa (18/6), mengakhiri penurunan empat hari berturut-turut karena panas ekstrem yang menyebar ke seluruh negeri.
“Perkiraan rekor suhu panas di awal musim panas di wilayah Timur Laut dan meningkatnya permintaan dari sektor ketenagalistrikan, yang kini menyumbang lebih dari 40% pembangkitan beban dasar, menunjukkan adanya potensi lonjakan permintaan gas alam,” imbuhnya.
Baca Juga: Tiga Saham Lolos, SOLA Justru Masuk ke Papan Pemantauan Khusus
Dengan faktor-faktor tersebut, Sutopo memprediksi harga gas alam bakal diperdagangkan pada US$ 2,62 USD/MMBtu pada akhir kuartal kedua ini, dan US$ 3,0 per MMBtu pada akhir tahun 2024.
Sementara harga batubara, dia memproyeksi akan diperdagangkan pada harga US$ 145,18 per metrik ton pada akhir kuartal kedua ini. Kemudian pada akhir tahun, harga batubara diperkirakan akan berada di level US$ 149,09 per metrik ton.
Sedangkan untuk harga minyak mentah, Sutopo memprediksi akan diperdagangkan pada US$ 77,50 per barel pada akhir kuartal kedua, dan diproyeksi akan berada di level US$ 80,00 per barel pada akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News