Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Harga emas global masih akan didukung oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Aksi Trump dapat menimbulkan kecemasan di pasar global yang menguntungkan logam mulia.
Pengamat komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono menyebutkan bahwa faktor-faktor seperti permintaan bank sentral meningkat, perlambatan ekonomi China, ketidakpastian ekonomi akibat perang tarif, serta prospek pemotongan suku bunga Fed telah mendukung harga emas.
Di lain sisi, masih kuatnya data Inflasi dan pasar tenaga kerja AS juga memicu kecemasan inflasi di AS. Kekhawatiran inflasi dan risiko fiskal semakin mendorong bank sentral, khususnya bank sentral yang memiliki cadangan besar di Departemen Keuangan AS, untuk membeli lebih banyak emas.
Baca Juga: Harga Komoditas Logam Naik Tipis, Ketidakpastian Tarif Trump Membayangi
‘’Walaupun ekonomi AS membaik dan Fed melakukan pergeseran kebijakan moneter, namun, ketidakpastian ekonomi di era Trump jelas memicu kecemasan global,’’ kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Selain faktor moneter AS yang lebih agresif, faktor Trump dan potensi konflik multilateral/unilateral, serta kawasan dan geopolitik secara umum telah menimbulkan kekhawatiran. Kecemasan investor meningkat imbas perang dagang dan perang tarif yang digaungkan Trump.
‘’Kebijakan Trump bisa memicu volatilitas dan bisa menguntungkan emas,’’ tambah Wahyu.
Di samping itu, lanjut dia, stimulus jumbo China untuk mengatasi perlambatan ekonominya telah meningkatkan prospek permintaan emas dunia. Secara global, bank sentral juga telah membeli sekitar rata-rata 50 ton per bulan, lebih dari yang diperkirakan sebelumnya.
Baca Juga: Emas Spot Menuju Kenaikan Mingguan ke-4 di Tengah Ketidakpastian Kebijakan Trump
Adapun pada tahun 2024, bank sentral global membeli total 1.045 metrik ton emas, dengan pembeli utama termasuk Polandia, India, dan Turki. Pembelian emas oleh bank sentral dunia tahun lalu mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah berdasarkan laporan World Gold Council (WGC).
Polandia menggeser China yang pada 2023 menjadi pembeli terbanyak dengan 224,9 ton. Namun demikian, pembelian China tetap besar yang menjadi bank sentral urutan keempat dengan penambahan emas pada 2024 sebanyak 33,9 ton.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengamini bahwa pembelian bank sentral global telah memicu lonjakan harga emas. Alasan permintaan ini masih sama, terutama dari People’s Bank of China (PboC) yang ingin mendiversifikasi cadangan devisa (cadev) mereka.
‘’China telah lama mengakumulasi emas, dan belakangan ini diikuti oleh bank-bank sentral lain yang kemudian diikuti oleh para investor,’’ sebut Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Baca Juga: The Fed Diperkirakan Pangkas Suku Bunga di Tengah Ketidakpastian Usai Trump Menang
Lukman mencermati, tren meningkatnya akumulasi emas ini semakin diperkuat usai terjadi perang di Ukraina – Rusia. Perang antara kedua negara tersebut telah menyebabkan AS menyita mata uang cadev Rusia seperti obligasi AS, Euro, Pound, Yen, yang disimpan di bank-bank asing.
Harga emas juga semakin mahal berkat adanya potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh berbagai bank sentral global tahun ini.
Ketidakpastian ekonomi global dan kekhawatiran kebijakan-kebijakan Trump seperti tarif turut mendukung emas karena investor berburu untuk memborong emas di situasi ketidakpastian.
Mengutip Reuters, Selasa (18/2), harga emas spot naik 0,6% menjadi US$2.913,79 per ons pada pukul 07.14 GMT. Emas spot kembali mendekati rekor tertinggi di US$2.942,70 per ons troi, yang dicapai pekan lalu. Sementara itu, harga emas berjangka AS naik 0,9% menjadi US$2.925,50.
Baca Juga: Harga Emas Spot Naik Lebih 1% Selasa (18/2), Dipicu Ketidakpastian Tarif Trump
Sejak awal tahun 2025, harga emas spot telah naik sekitar 10,71% year to date (ytd) dari level US$ 2.631,90 per ons troi berdasarkan data Bloomberg. Emas melanjutkan tren kenaikannya yang tercatat naik 27% pada tahun 2024, kinerja harga terbaik dalam satu dekade.