Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan mayoritas emiten dari berbagai sektor pada kuartal I-2025 tampak belum sesuai dengan estimasi pasar. Peluang perbaikan kinerja di atas kertas tetap terbuka pada kuartal-kuartal berikutnya, meski bergantung pada perkembangan dinamika sejumlah sentimen pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, beberapa sektor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan laba bersih per saham atau earning per share (EPS) di bawah estimasi konsensus. Misalnya, realisasi EPS sektor keuangan berada di level 22 pada kuartal I-2025, atau di bawah estimasi konsensus yakni 34,54. Sektor energi mencatatkan EPS sebesar 50,75 pada kuartal I-2025, di bawah estimasi yakni 96,31.
Begitu juga dengan EPS sektor infrastruktur yang berada di level 16,22 atau di bawah estimasi yaitu 30,76. EPS sektor bahan baku juga hanya mentok di level 15,78, di bawah estimasi yakni 20,35.
Baca Juga: Aliran Dana Asing Masuk ke IHSG, Potensi Fenomena Sell in May Semakin Memudar
Sektor lainnya yaitu industri mencatatkan EPS sebesar 25,03 atau di bawah estimasi yakni 39,11. EPS sektor kesehatan hanya mencapai 12,43 atau di bawah estimasi yakni 16,36. Bahkan, EPS sektor transportasi dan logistik berada di zona negatif yakni -29,92, atau di bawah estimasi yakni 22,17.
Sebaliknya, saham sektor barang konsumsi non-siklikal meraih realisasi EPS sebesar 15,81 pada kuartal I-2025, sedikit di atas estimasi konsensus yakni 15,29. EPS sektor properti dan real estate berada di level 43,39 atau jauh di atas estimasi yakni 19,26. Adapula sektor teknologi yang mencatatkan EPS sebesar 31,29, jauh melebihi estimasi yakni 2,16.
Sebagai pengingat, EPS adalah indikator keuangan yang memperlihatkan laba bersih emiten yang dialokasikan per saham biasa yang beredar. Biasanya, EPS digunakan untuk menilai profitabilitas perusahaan dan menunjukkan jumlah keuntungan yang dihasilkan per saham.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, penyebab rendahnya EPS sejumlah sektor bermacam-macam. Di sektor keuangan misalnya, pelemahan permintaan kredit lantaran suku bunga acuan yang tinggi berpengaruh terhadap EPS emiten-emiten di sektor tersebut.
Baca Juga: IHSG Sudah Di Atas 7.000, Kewaspadaan dan Strategi Berinvestasi Menjadi Kunci
Volatilitas harga komoditas di pasar global juga berdampak pada penurunan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) emiten energi, sehingga mengganggu capaian EPS mereka. Untuk sektor infrastruktur, EPS emiten-emiten di sektor ini terpapar oleh sentimen kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah. Sementara di sektor kesehatan, industri ini memang menghadapi fase normalisasi usai pandemi.
“Kondisi makroekonomi global dan nasional yang belum kondusif juga mempengaruhi kinerja EPS emiten-emiten di berbagai sektor,” ujar dia, Minggu (18/5).
Nafan juga menyoroti beberapa sektor yang meraih kinerja EPS melampaui estimasi konsensus. Misalnya, sektor barang konsumsi non-siklikal yang meraih EPS di atas estimasi berkat tren indeks kepercayaan konsumen (IKK) yang tetap konsisten di atas level 100. Ekspektasi penurunan suku bunga acuan turut membuat realisasi marketing sales emiten-emiten properti tumbuh pada kuartal I-2025, sehingga berdampak positif bagi EPS mereka.
Adapun sektor teknologi mampu meraih EPS yang tinggi berkat perbaikan kinerja bottom line emiten di sektor tersebut, meski mereka belum bisa meraih profit atau laba.
Senada, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi beranggapan pelemahan kinerja emiten di beberapa sektor secara garis besar dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik berupa risiko eksternal, ekonomi makro, hingga kebijakan moneter.
“Kami berpandangan kinerja emiten didominasi oleh sentimen berupa suku bunga yang masih belum terjadi penurunan pada kuartal I-2025 dan meningkatnya risiko ketidakpastian ekonomi pasca adanya kebijakan tarif AS,” ungkap dia, Minggu (18/5).
Secara umum, Audi memperkirakan beberapa sektor berpeluang untuk mencetak kinerja keuangan lebih baik pada kuartal II-2025 dan seterusnya, seperti sektor keuangan, properti, teknologi, industri, dan barang konsumsi non-siklikal.
Baca Juga: Tengah Reli, Begini Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan Analis, Senin (19/5)
Ada beberapa sentimen yang dapat mendorong kinerja emiten di sektor tersebut. Di antaranya adalah stabilitas ekonomi dalam negeri yang mencakup penguatan rupiah, kenaikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), dan terjaganya daya beli masyarakat. Selain itu, pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI) bakal mendorong permintaan kredit dan menekan cost of fund berbagai emiten. Audi pun memprediksi adanya penurunan suku bunga acuan sekitar 50—75 bps hingga Desember 2025.
Audi merekomendasikan beli saham BMRI, TLKM, BBCA, BSDE, dan CTRA dengan target harga masing-masing Rp 5.450 per saham (BMRI), Rp 2.830 per saham (TLKM), Rp 9.250 per saham (BBCA), Rp 1.155 per saham (BSDE), dan Rp 1.360 per saham (CTRA).
Nafan menilai, ada beberapa emiten dari sektor tertentu yang prospek kinerjanya bergantung dari perkembangan sentimen di pasar. Contohnya adalah sektor bahan baku, industri, dan energi yang ditentukan oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan dan dinamika ekonomi global, seperti perkembangan perang tarif AS-China.
Dia melanjutkan, terdapat beberapa saham dari berbagai sektor yang dapat dicermati oleh investor selepas kuartal I-2025. Di antaranya adalah BMRI, BBRI, BBNI, BNGA, AMRT, MDKA, ICBP, JPFA, TAPG, ADRO, ADMR, BREN, dan SRTG.
Selanjutnya: Aliran Dana Asing Masuk ke IHSG, Potensi Fenomena Sell in May Semakin Memudar
Menarik Dibaca: Gaet 8.000 Pelari, BFI RUN 2025 Menularkan Energi Positif Menuju Gaya Hidup Sehat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News