Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki kuartal II-2019 mata uang rupiah kembali bangkit. Tetapi ruang geraknya agak sedikit terhambat, sehingga belum bisa melaju lebih tinggi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada Selasa (2/4) rupiah ditutup menguat 0,04% di level Rp 14.223 per dollar Amerika Serikat (AS). Sementara dalam kurs tengah Bank Indonesia mata uang Garuda terdepresiasi 0,04% menjadi Rp 14.237 per dollar AS.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi menilai posisi rupiah saat ini tertahan oleh minat pasar terhadap dollar AS yang masih tinggi. Terbukti dollar AS dalam index spot tercatat tumbuh 0,15% di level 97,38.
Bila dibandingkan dengan mata uang utama lainnya misalnya poundsterling dan euro, dollar AS masih lebih unggul. Padahal rilis data penjualan ritel AS perode Maret, kemarin dilaporkan merah.
“Outlook AS masih lebih baik pada Inggris dan zona Euro, dollar AS masih dianggap safe-haven meski suku bunga The Fed tidak naik masih lebih tinggi daripada dua kawasan itu,” kata Dini kepada Kontan.co.id, Selasa (2/4).
European Central Bank (ECB) sudah memberikan pernyataan dovish bahwa ekonomi zona Eropa akan melemah tahun ini. Sementara Inggris masih dihantui perihal penyelesaian proposal Brexit yang sampai saat ini masih mengambang. Suku bunga the Fed lebih tinggi.
Nah, rupiah masih bisa unggul sebab ditopang oleh neraca perdagangan dan data inflasi bulanan Indonesia yang masih dianggap positif. Selain itu, Nikkei juga baru saja merilis data Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia periode Maret yang masuk ke area positif di posisi 51,2 lebih tinggi daripada bulan sebelumnya.
Akhir pekan ini AS akan merilis data non-farm payroll. Dini menilai jika pasar sudah mengantisipasi hasil dari rilis tersebut rupiah bisa naik. Ia juga memandang ekspektasi mata uang Garuda masih bagus di rentang pergerakan Rp 14.175-Rp 14.265 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News