kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.624.000   4.000   0,25%
  • USD/IDR 16.305   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.109   35,72   0,50%
  • KOMPAS100 1.044   5,37   0,52%
  • LQ45 824   5,99   0,73%
  • ISSI 212   -0,11   -0,05%
  • IDX30 427   5,07   1,20%
  • IDXHIDIV20 512   6,64   1,31%
  • IDX80 119   0,49   0,41%
  • IDXV30 122   1,03   0,85%
  • IDXQ30 140   1,68   1,21%

Kenaikan harga timah tidak bertahan lama


Kamis, 03 September 2015 / 20:31 WIB
Kenaikan harga timah tidak bertahan lama


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga timah kembali turun setelah melesat naik di tengah pelemahan komoditas lain. Spekulasi adanya kelebihan pasokan LME mengangkat harga timah, namun kenaikan tidak bertahan lama lantaran kondisi ekonomi China belum mendukung pergerakan harga timah.

Mengutip Bloomberg, Kamis (2/9) pukul 12.55 WIB, harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di bursa London Metal Exchange turun 0,5% dibanding hari sebelumnya ke level US$ 15.150 per metrik ton. Padahal sehari sebelumnya harga timah melesat 3,7%. Dalam tiga hari terakhir harga timah bahkan sudah naik 7,2%.

Kenaikan harga timah selama tiga hari terakhir merupakan yang terbesar sejak tahun 2012. Pergerakan harga timah ini juga memimpin reli pada harga-harga logam industri lainnya. Naiknya harga timah didorong oleh tanda-tanda penyusutan persediaan dan membaiknya prospek permintaan dari Amerika Serikat (AS).

Persediaan timah di LME diperkirakan turun ke level terendah sejak tahun 2008. Pejabat di Indonesia, yang merupakan pemasok timah terbesar di dunia menyatakan tidak akan membatasi larangan ekspor bijih mineral.

"Kekhawatiran penambahan bijih mineral ke pasar tetap ada, namun penolakan pemerintah untuk meringankan ekspor sedikit membantu harga, mungkin itu yang membuat kita melihat outperformance," ujar Mike Dragosits, ahli komoditas senior di TD Securities di Toronto, seperti dikutip Bloomberg.

Ibrahim, Analis dan Direktur PT Komoditi Ekuilibrium Berjangka mengatakan, data positif dari AS memang mampu mengangkat harga timah. Oleh karena itu, pergerakan harga timah pekan ini cenderung mengesampingkan sentimen dari China yang juga merupakan salah satu konsumen terbesar logam industri tersebut.

Di AS, perusahaan swasta memperkerjakan lebih banyak pekerja bulan lalu yakni 190.000 dibandingkan sebelumnya 177.000. Tingkat produktivitas kuartal II-2015 juga naik lebih tinggi dari perkiraan di level 3,3%. "Makanya persediaan timah menyusut karena ada kenaikan permintaan dari industri di AS," lanjut Ibrahim.

Sementara dari negeri panda, People's Bank of China (PBoC) dan pemerintah akan melonggarkan kuantitatif secara terprogram yakni sebesar 2 triliun yuan yang diperkirakan mulai bulan September dan Oktober. Hal tersebut menurut Ibrahim akan menahan laju pelemahan ekonomi di China sehingga berdampak positif bagi harga komoditas, salah satunya timah.

Namun demikian, Ibrahim melihat sentimen menyusutnya persediaan timah di LME hanya akan bertahan hingga pekan ini saja. Apalagi, kondisi ekonomi China belum mendukung permintaan timah. Data manufaktur China yang dirilis pekan ini menunjukkan kontraksi di level 49,7.

Sementara di pekan depan, ada rilis data baru yang dapat mempengaruhi pergerakan harga timah, seperti data trade balance dari China. Negeri tirai bambu itu juga belum merilis data manufaktur HSBC yang menunjukkan aktivitas manufaktur China.

Jika data turun, maka harga timah akan kembali tertekan. "Lalu bulan ini ada juga pertemuan The Fed yang akan membahas detail tentang suku bunga. Sejauh ini spekulasi kenaikan suku bunga masih menjaga penguatan dollar AS," imbuhnya.

Jika nantinya program stimulus China berhasil, Ibrahim optimistis harga komoditas akan membaik. Apalagi, India yang juga merupakan salah satu konsumen terbesar timah juga berencana menurunkan tingkat suku bunga. Namun, jika data stok LME kembali naik, Ibrahim neduga harga timah akan kembali turun di bawah level US$ 15.000 per ons troi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×