Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) akan berpengaruh terhadap tingkat belanja konsumen pada rokok, seiring potensi kenaikan harga jual akibat penetapan tersebut.
Pemerintah telah menetapkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok naik sebesar 10% dan rokok elektrik naik 15% yang telah berlaku per Januari 2024.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Kementerian Keuangan juga telah resmi menerapkan pajak rokok elektrik per 1 Januari 2024.
Baca Juga: Konsumen Bisa Beralih ke Kretek atau Malah Rokok Ilegal
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo melihat, daya beli rokok dalam jangka panjang, jika harga jual eceran terus meningkat akan berpotensi berkurang meskipun tidak secara langsung dan signifikan.
"Daya beli rokok akan berpotensi berkurang meskipun tidak secara langsung dan signifikan. Karena menurut saya, permintaan atau konsumsi rokok lebih bersifat elastis," kata Praska kepada Kontan.co.id, Senin (8/1).
Dari penetapan tersebut juga, konsumen akan memilih opsi untuk beralih membeli alternatif merek rokok dengan harga yang lebih rendah dari produsen rokok yang legal.
Karena, harga jual eceran (HJE) rokok juga kian melambung. Hal ini membuat konsumen bisa beralih ke rokok ilegal. Meskipun peluang tersebut saat ini dinilai masih relatif minim.
Baca Juga: Amankan Portofolio di Tahun Politik, Cermati Saran dan Rekomendasi Analis
"Jadi, penerapan CHT dan cukai rokok elektrik lebih berdampak pada penurunan konsumsi rokok dalam jangka panjang. Tapi jangka pendek ini, tentu dapat menjadi tambahan sumber penerimaan pendapatan negara," tuturnya.
Bagi emiten rokok seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), kenaikan cukai tersebut sudah berdampak pada penjualan khususnya pada sigaret kretek mesin (SKM) yang mengalami penurunan penjualan secara tahunan (YoY) per September 2023.
Namun berbeda pada PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), yang masih mampu mencetak pertumbuhan pada SKM dan SKT, di mana ketiga emiten tersebut secara dominan penjualannya berorientasi ke pasar lokal.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy bilang, daya beli konsumen rokok akan tergerus, terutama yang penghasilannya tidak naik signifikan dibandingkan kenaikan CHT itu sendiri.
"Untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan punya pilihan rokok ilegal, beberapa di antaranya mungkin akan pindah ataupun beralih," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/1).
Baca Juga: Tarif Cukai Minuman Alkohol Naik, Simak Rekomendasi Analis
Budi menilai, dengan dinaikkannya CHT tersebut bukan semata-mata melihat aspek penerimaan pajaknya saja, namun juga untuk mengurangi konsumsi rokok untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Praska merekomendasikan untuk trading jangka pendek pada ketiga saham tersebut. Pada saham HMSP dengan target harga Rp 990 per saham, saham GGRM dengan target harga Rp 21,800 per saham, dan WIIM dengan target harga Rp 1960 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News