Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas nikel mendapatkan katalis yang cukup kuat. China berencana akan memangkas bea pajak ekspor untuk sejumlah produk baja sekaligus naikkan pajak impor nikel yang sudah dimurnikan.
Akibatnya harga sempat reli pada perdagangan Senin (18/12) sebelum ditutup lambat. Di hadapan stok nikel yang terkendali, terdapat potensi harga bakal lanjut mendaki lagi.
Mengutip pemberitaan Reuters, harga nikel untuk kontrak acuan berjalan tiga bulan London Metal Exchange hari Selasa (19/12) pukul 07:21 GMT, harga melanjutkan koreksi 0,8% ke level US$ 11.735 per ton.
Asal tahu saja, pada sesi perdagangan sehari sebelumnya, harga komoditas ini sempat menyentuh level US$ 11.850, alias tertinggi sejak 27 November, pada perdagangan intraday Senin (18/12) sebelum ditutup di level US$ 11. 830 per ton.
Reli harga ini merespon serangkaian rencana perdagangan China yang sudah disiapkan untuk tahun depan.
Negeri tirai bambu ini mengumumkan bakal memangkas pajak ekspor untuk sejumlah produk baja, akibatnya investor segera ambil posisi reli dan sebabkan harga melonjak sebelum ditutup lebih lambat.
Adapun China akan menaikkan pajak impor untuk nikel yang sudah dimurnikan menjadi 2% mulai 1 Januari 2018.
Mengutip pemberitaan Metalbulletin.com (18/12), produk nikel yang terkena dampak dari regulasi ini adalah plat nikel murni yang telah melewati proses harmonized system (HS) kode 75021090 yang diimpor dari Rusia, Finlandia, Afrika Selatan dan Brazil.
Namun pengiriman dari Rusia yang akan terdampak besar karena setengah pasokan impor China berasal dari negara tersebut. Adapun untuk sekarang, pajak impor untuk plat nikel satu ini berada di 1%.
Andri Hardianto analis PT Asia Tradepoint Futures menjelaskan bahwa kedua kejadian ini yang sebabkan harga sempat mendaki dan saat ini disambut pasar dengan aksi profit taking.
Untungnya, koreksi ini bakal bersifat sementara lantaran masih ada katalis tambahan bagi komoditas yang penting untuk komponen baterai mobil listrik ini, pasalnya data penyaluran kredit China yang terbit pekan lalu menunjukkan kondisi bagus.
Asal tahu saja, pasar sebelumnya memperkirakan data New Loans China akan mendarat di level 800 miliar yuan, namun malah dibukukan di 1,12 triliun yuan.
"Korelasinya adalah ke sektor bisnis dan industri, di mana dengan kenaikan ini ada asumsi masih bergeliatnya sektor industri China," papar Andri, kepada Kontan.co.id, Selasa (19/12)
Andri menambahkan, apalagi persediaan nikel global diprediksi masih dapat menutupi konsumsi untuk 70 hari ke depan. Asal tahu saja, stok nikel di gudang LME tercatat di 373.314 ton, lebih rendah dari level Juni 2015 di 470.000 ton. Sedangkan permintaan belanja China untuk komoditas ini diestimasi bakal mencapai level 2 juta ton tahun ini alias setengah level permintaan global.
Artinya dalam jangka panjang harga nikel kemungkinan bakal tetap dapat terkendali disokong permintaan kuat dari China.
"Apalagi, rencana kenaikan pajak impor ini akan berdampak pada naiknya impor bijih nikel untuk industri pemurnian atau smelter di tahun depan," jelas Andri.
Atas sentimen tersebut, Andri melihat harga nikel jangka panjang berada dalam kereta bullish, menurutnya China akan menjadi fundamental yang besar untuk perdagangan nikel hingga akhir tahun.
Namun untuk perdagangan esok, terdapat tren koreksi lanjutan yang kuat. Hal ini terlihat dari sinyal beli terlihat kuat dari indikator moving average (MA) 100, MA 200, indikator relative strenght index di level 55,5 dan indikator stochastic.
Namun indikator jangka pendek MA 50 beri sinyal sell, begitu juga dengan indikator moving average convergence divergence yang beri sinyal sell kuat di -58.
Untuk perdagangan besok Rabu (20/12), harga akan berada dalam rentang US$ 11.480-US$ 11.850 per ton. Sedangkan dalam sepekan, harga akan melebar di US$ 11.350-US$ 11.980 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News