Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Manajer investasi gencar menerbitkan produk reksadana baru di kuartal I 2017. Mengacu data Infovesta Utama per Januari 2017, jumlah reksadana pendapatan tetap mencapai 228 produk, bertambah lima produk dari posisi akhir tahun 2016 yang tercatat 223 produk.
Begitu pula jenis reksadana pasar uang yang bertambah empat produk menjadi 107 produk. Jumlah reksadana saham juga bertambah satu produk menjadi 246 produk. Hanya jumlah reksadana campuran yang stagnan di level 156 produk.
Head of Research and Consulting Services PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya menuturkan, sejak awal tahun 2017, permintaan terhadap jenis reksadana pendapatan tetap memang cukup besar. Terutama dari investor institusi semisal asuransi, dana pensiun, maupun yayasan.
Maklum, harga obligasi sudah bergulir di level menarik saat ini akibat koreksi pada Oktober 2016 dan November 2016. Pada akhir tahun 2016, sebagian investor asing melepaskan kepemilikan surat berharga negara (SBN).
Biang keladinya, kemenangan tak terduga Presiden ke - 45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan spekulasi kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.
"Makanya di awal tahun manajer investasi lebih mudah menerbitkan reksadana pendapatan tetap. Di awal tahun barang tersedia dengan harga murah, permintaan juga ada," tukasnya.
Permintaan juga bersumber dari industri keuangan non bank yang ingin memenuhi kewajiban investasi di SBN.
Di sisi lain, Edbert mengakui perkembangan jumlah produk reksadana saham di awal tahun ini agak tersendat. Padahal sebagain manajer investasi sudah mengajukan izin rancangan reksadana saham anyar ke regulator. "Dari teman-teman manajer investasi banyak yang sudah memasukkan (rancangan), tapi izin belum keluar," jelasnya.
Edbert menilai, penambahan jumlah produk reksadana tahun ini bakal cukup agresif. Amunisi bersumber dari jenis reksadana saham syariah offshore. "Masing-masing manajer investasi hanya punya satu produk," imbuhnya. Sehingga besar peluang, manajer investasi akan gencar meracik produk berjenis sama.
Terlebih sebagian besar produk reksadana saham syariah offshore yang beredar saat ini mengacu pada Dow Jones Islamic Index. Sekitar 60% indeks tersebut didominasi oleh saham negeri paman sam. Sisanya berupa saham besutan negara maju semisal Jepang, Jerman dan Inggris.
Edbert memproyeksikan, pasar saham AS bakal menghijau tahun 2017. Alasannya, kebijakan Trump yang disinyalir mampu mendongrak kinerja emiten. Kendati demikian, para investor tetap patut mewaspadai pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS.
"Saya prediksi reksadana saham berdenominasi dollar AS akan mendapatkan return 4% - 8% tahun ini. Angka segitu tinggi untuk instrumen berbasis dollar AS," terkanya.
Memang pasar global berpotensi volatil sepanjang tahun 2017. Beberapa tantangan siap menghadang, semisal kebijakan Trump, rencana kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali, realisasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa, pemilihan umum beberapa negara Eropa, hingga perekonomian China.
"Terlepas kondisi global terutama akibat Trump agak fluktuatif, masih banyak yang optimistis hal ini akan berdampak positif bagi Indonesia," imbuhnya. Sehingga, para manajer investasi dapat menangkap momentum penguatan pasar dengan menerbitkan produk baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News