Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berharap proses renegosiasi kontrak karya dengan pemerintah bisa kelar akhir kuartal I tahun ini.
"Kalau tidak akhir Februari, ya Maret karena kami punya optimisme bahwa pemerintah memiliki itikad untuk membahas ini lebih detail," kata Nico Kanter, Presiden Direktur INCO di Jakarta, Rabu (12/2).
Penyelesaian renegosiasi kontrak itu, lanjut Nico, akan menentukan strategi ekspansi INCO. Sebab, sejak tahun lalu, INCO sudah mengutarakan rencana membangun pabrik pemurnian (smelter) bijih nikel menjadi 98% nikel di Bahadopi dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi US$ 4 miliar.
Namun, hingga kini, INCO belum mengeksekusi rencana itu, lantaran pihaknya menunggu selesainya renegosiasi. "Bagaimanapun perlu ada kepastian, salah satunya dari penyelesaian renegosiasi," terang Nico.
Proses renegosiasi memang sudah berjalan sejak 2009. Merujuk pada Persetujuan Perpanjangan Kontrak Karya yang berlaku sejak 1 April 2008, tarif royalti bijih nikel yang harus dibayarkan INCO berlaku tetap sebesar US$ 70 hingga US$ 78 per ton, tergantung jumlah produksi.
Ketentuan ini kemungkinan berubah lantaran pemerintah bakal merilis skema pembayaran royalti yang baru. INCO sendiri belum bisa menentukan besaran royalti baru yang diajukan dalam negosiasi ulang dengan Kementerian Sumber Daya Energi Mineral (ESDM).
Poin lain yang dibahas adalah pengurangan luas wilayah konsesi. Pada perjanjian terdahulu, area konsesi INCO seluas 218.528 hektar (ha), dengan rincian 118.387 ha di Sorowako, Sulawesi Selatan, 63.506 ha di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dan 36.635 ha di Bahodopi, Sulawesi Tengah.
Pada tahun 2010, Kementerian ESDM menyetujui pengurangan area konsesi INCO seluas sekitar 28.000 ha. Setelah pelepasan lahan tersebut, area konsesi INCO saat ini adalah 190.000 ha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News