Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Meski tidak langsung dikenakan tarif oleh Amerika Serikat (AS), harga baja dan aluminium tetap terkena imbas dari kebijakan tarif “timbal balik” Presiden AS Donald Trump.
Efek domino dari tensi dagang ini menekan harga dua logam industri tersebut, meskipun prospeknya masih dinilai menjanjikan.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, prospek baja dan aluminium tetap cerah, terutama karena didukung permintaan dari sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik.
Baca Juga: Baja dan Aluminium Tak Prospektif untuk Investor Meski Tak Kena Tarif Resiprokal?
“Permintaan jangka menengah-panjang tetap kuat. Apalagi bila China konsisten memberi stimulus dan memangkas kapasitas industrinya,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (11/4).
Langkah China memangkas kapasitas produksi baja muncul sebagai respons atas hambatan ekspor ke sejumlah negara seperti Vietnam, Korea Selatan, dan Brasil. Jika permintaan tetap tinggi sementara pasokan menyusut, maka harga berpeluang naik.
Sebagai logam industri, baja dan aluminium menjadi bahan baku penting di sektor otomotif, konstruksi, hingga manufaktur.
Selama sektor-sektor ini terus berjalan, kebutuhan dua komoditas ini akan tetap terjaga.
Namun demikian, harga keduanya saat ini cenderung menurun.
Baca Juga: Begini Prospek Kinerja Emiten Baja di Tengah Sentimen Tarif Trump
Berdasarkan data Trading Economics, harga baja berjangka pada Jumat (11/4) berada di 3.060 Yuan per ton, turun 0,42% harian dan 5,15% dalam sebulan. Harga aluminium tercatat US$2.405 per ton, naik 1,52% harian, tetapi terkoreksi 10,89% secara bulanan.
Menurut Founder Traderindo Wahyu Laksono investor cenderung wait and see di tengah ancaman resesi global.
“Penurunan harga ini banyak dipengaruhi sentimen pasar dan kekhawatiran akan melambatnya ekonomi dunia,” kata Wahyu.
Jika ekonomi global lesu, permintaan terhadap logam industri bisa menurun, apalagi jika sektor konsumen utama seperti otomotif dan properti terkena dampak langsung atau tidak langsung dari kebijakan tarif.
Selain itu, sentimen pasar juga mendorong investor menjauhi aset berisiko tinggi, termasuk komoditas, dan beralih ke aset lindung nilai.
Baca Juga: Tarif Trump dan Ancaman Baru bagi Industri Baja Indonesia
Tekanan risk-off ini makin memperlemah harga logam industri.
Lukman memperkirakan, jika tensi dagang AS-China memburuk, harga aluminium bisa jatuh ke US$2.000 per ton, sementara baja bisa terkoreksi ke kisaran 2.700–2.800 Yuan per ton.
Selanjutnya: Warga Antusias! 78.561 Kendaraan Lunasi Pajak dalam Tiga Hari Program Pemutihan Pajak
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Produk Spesial Mingguan hingga 15 April 2025, Sampo Diskon Rp 19.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News