Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) diproyeksikan masih bertumbuh hingga akhir tahun 2025. Hal itu terutama didorong oleh harga crude palm oil (CPO) yang masih tinggi hingga akhir tahun.
Melansir Trading Economics, Senin (25/8), harga CPO bertengger di level MYR 4.517 per ton. Harga itu naik 1,64% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Hal itu membuat kinerja AALI pun melesat di paruh pertama tahun 2025. Anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) itu mencatat pendapatan bersih tercatat sebesar Rp 14,44 triliun per semester I 2025. Ini naik 40,07% dari Rp 10,31 triliun per semester I 2024.
AALI pun mengantongi laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan alias laba bersih sebesar Rp 702,12 miliar per 30 Juni 2025, naik 40,13% dari Rp 501,04 miliar di periode sama tahun lalu.
Baca Juga: Saham AALI Ditutup Melemah 0,74% Senin (4/8), Nilai Transaksi Capai Rp 4,9 Miliar
Melansir laman resmi perseroan, AALI mencatatkan produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 1,49 juta ton per semester I 2025. Produksi CPO sebesar 601 ribu ton dan produksi palm kernel (PK) sebanyak 125 ribu ton per akhir Juni 2025.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, permintaan yang stabil dari dalam dan luar negeri juga membuat kinerja AALI mengalami peningkatan.
“Dengan adanya penerapan B50 nanti, akan semakin memberikan dampak positif lagi. (Peningkatan kinerja) bisa berlanjut di semester II,” ujarnya kepada Kontan, Senin (25/8).
Senada, Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, kenaikan kinerja AALI sepenuhnya didorong kuatnya harga CPO.
“Average selling price (ASP) mereka kemungkinan masih akan bagus dengan tren harga CPO global saat ini,” ujarnya kepada Kontan, Senin.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Kiswoyo melihat, tren harga CPO global kemungkinan masih bakal bertahan di atas MYR 4.000 per ton hingga akhir tahun 2025. Hal itu akan menjadi sentimen utama pendorong kinerja AALI hingga Desember nanti.
“Permintaan India dan China juga masih stabil ke depan. Dampaknya positif,” ungkapnya.
Meskipun begitu, AALI masih menghadapi tantangan dari kebijakan pemerintah. Kehadiran Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 berpotensi menekan produksi.
Dalam pidato Sidang Tahunan MPR, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pemerintah telah menguasai kembali 3,1 juta hektare (ha) lahan sawit yang terverifikasi melanggar aturan.
Masih tersisa 0,6 juta ha lahan bermasalah yang belum kembali ke negara.
Dalam catatan Kontan, Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut Perpres No 5 tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan menyebutkan ada 436 perusahaan perkebunan sawit yang memiliki kebun sawit tanpa izin di dalam kawasan hutan.
Nama pemain sawit besar di Indonesia pun terdaftar dalam list itu, termasuk AALI. Melansir SK tersebut, ada beberapa anak usaha AALI yang tercatat punya permohonan terkait lahan produksinya. PT Ekadura Indonesia yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 232 hektare, dengan total 101 hektare berproses dan 131 hektare ditolak.
Baca Juga: Menakar Peluang Cuan di Saham Emiten CPO, Antara BWPT, AALI, DSNG, dan TAPG
PT Sari Lembah Subur yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 202 hektare, dengan total 183 hektare berproses dan 19 hektare ditolak. PT Sawit Asahan Indah yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 362 hektare, dengan total 358 hektare berproses dan 4 hektare ditolak.
PT Surya Indah Nusantara Pagi yang beroperasi di Kalimantan Tengah punya permohonan untuk lahan seluas 1.855 hektare, dengan total 1.742 hektare berproses dan 113 ditolak. Lalu, PT Tunggal Perkasa Plantation yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk 1.280 hektare, dengan 706 hektare berproses dan 574 ditolak.
Namun, belum ada keterangan resmi lebih lanjut dari AALI terkait nasib lahan mereka yang tercatut dalam SK tersebut.
Nafan melihat, hal tersebut bisa menjadi penghambat kinerja produksi AALI. Apalagi, AALI juga masih melakukan replanting sejumlah pohon sawit berusia tidak produktif.
“Tapi, hasil replanting ini akan memenuhi kebutuhan permintaan CPO ke depan,” paparnya.
Melansir RTI, saham AALI sudah naik 21,37% secara YTD. Price to earning ratio (PER) AALI sebesar 10,31x dan price to book value (PBV) 0,63x.
Nafan sendiri melihat saham sudah overvalued dan belum menyarankan investor untuk membeli saham ini. Rekomendasi yang diberikan Nafan untuk AALI adalah sell on strength.
Sementara, Kiswoyo melihat valuasi saham AALI masih bagus dan menarik. Namun, AALI harus segera merampungkan masalah terkait lahan tersebut dan memastikan tidak akan berdampak negatif ke produksi.
Kiswoyo pun merekomendasikan beli untuk AALI dengan target harga Rp 12.000 per saham hingga tahun 2026.
Baca Juga: Laba Astra Agro Lestari (AALI) Naik 40,13% di Semester I-2025
Selanjutnya: Mayoritas Perusahaan di Indonesia Belum Siap Hadapi Ancaman Siber
Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Serum Retinol Korea Terbaik, Rahasia Glass Skin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News