Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baja dan aluminium berjangka merupakan komoditas metal yang tak dikenakan tarif timbal balik pada kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun harganya keduanya ikut lesu, sehingga bukan pilihan terbaik bagi investor.
Pada pengumuman kebijakan tarif timbal balik 2 April lalu, secara harian harga baja berjangka dan alumunium turun tipis, masing-masing 0,28% dan 0,55%. Namun, penurunan tersebut terus berlanjut hingga harga baja menyentuh 3.028 yuan per ton dan aluminium US$ 2.342 per ton pada Rabu (9/4) lalu. Itu adalah rekor terendah keduanya dalam 6 bulan.
Terbaru, mengutip Trading Economics harga baja berjangka masih turun secara harian, yakni sebesar 0,42%, di level 3.060 yuan per ton pada Jumat (11/4). Secara kumulatif bulanan, penurunannya telah mencapai 5,15%.
Baca Juga: Tarif Impor Baja dan Aluminium AS Naik 25% Berpotensi Kerek Harga Logam Industri
Di sisi lain, harga aluminium di waktu yang sama justru naik 1,52% secara harian di level US$ 2.405 per ton. Namun secara kumulatif bulanan, penurunannya telah mencapai 10,89%.
Menurut Analis Doo Financial Futures Lukman Leong, penurunan harga kedua komoditas ini memang tak terhindarkan.
“Dipicu kekhawatiran akan pelemahan ekonomi global dan resesi di AS, jadi bukan oleh dampak harga dari tarif saja,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/4).
Maka dari itu, Lukman menilai baja dan aluminium bukan pilihan terbaik bagi investor. “Tren ini global, tentunya investor sebaiknya menghindari investasi yang berkaitan dengan logam industri,” sebutnya.
Di sisi lain, Founder Traderindo Wahyu Laksono menilai strategi investor kemungkinan akan bervariasi. Itu tergantung profil risiko, horizon investasi, dan keyakinan investor terhadap outlook pasar.
Wahyu memproyeksi akan banyak investor yang masih wait and see, alias menunggu perkembangan lebih lanjut terkait sentimen pasar, data ekonomi, dan kebijakan perdagangan. Namun, investor jangka panjang justru mungkin akan mulai membeli secara akumulasi selagi harga jatuh.
Apalagi investor asing, terutama institusi besar. “Mungkin memiliki horizon investasi yang lebih panjang dibandingkan investor ritel domestik,” jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Jumat (11/4).
Baca Juga: Harga Emas Melaju Usai Pengumuman Tarif Impor Baja & Alumunium, Masih akan Berlanjut?
Sentimen global kian memburuk pasca pengumuman tarif Trump. Hal itu menekan harga hampir seluruh komoditas, tak terkecuali baja dan aluminium. Menurut Wahyu, itu karena pada dasarnya industri saling berkaitan. “Komponen yang terkait bisa saling berpengaruh. Satu yang kena, merembet kepada yang lain. Efek domino,” katanya.
Ditambah, ekonomi China sebagai produsen utama diproyeksi akan melambat seiring tensi dagang yang menguat dengan AS. Secara historis pun, kata Wahyu, perlambatan ekonomi China memang mempengaruhi harga logam.
Wahyu juga menyoroti kebijakan moneter The Fed yang berubah menjadi ketat akibat ancaman inflasi dan potensi penguatan dolar AS. Kesemuanya itu, menurut Wahyu, sudah jadi alasan cukup bagi komoditas untuk sulit menguat tahun ini.
Perkiraannya, harga komoditas-komoditas termasuk logam akan kurang bagus tahun ini. Sampai tengah tahun nanti, Wahyu memproyeksi baja akan bergerak dalam kisaran 2.000–3.000 Yuan per ton, sementara baja di rentang US$ 1.500–US$ 2.100 per ton. Itu untuk situasi terburuk, yakni sentimen ekonomi yang tak membaik.
Namun, jika situasi memulih, baja bisa tertahan di level 2.900 - 3.250 Yuan per ton dan aluminium di US$2.250 - US$ 2.500 per ton.
Sementara menurut Lukman, baja akan berkisar di 2.700–2.800 Yuan per ton, dan Aluminium berpotensi turun hingga US$ 2.000 tengah tahun nanti.
Selanjutnya: Airbus A330 MRTT Perkuat Armada Udara Spanyol, Indonesia Bisa Menyusul?
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Produk Spesial Mingguan hingga 15 April 2025, Sampo Diskon Rp 19.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News