kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.779   0,00   0,00%
  • IDX 6.369   106,29   1,70%
  • KOMPAS100 923   27,30   3,05%
  • LQ45 724   17,33   2,45%
  • ISSI 198   4,51   2,33%
  • IDX30 378   6,29   1,69%
  • IDXHIDIV20 458   7,62   1,69%
  • IDX80 105   3,28   3,22%
  • IDXV30 111   4,56   4,28%
  • IDXQ30 124   1,83   1,50%

Begini Prospek Kinerja Emiten Baja di Tengah Sentimen Tarif Trump


Jumat, 11 April 2025 / 16:38 WIB
Begini Prospek Kinerja Emiten Baja di Tengah Sentimen Tarif Trump
ILUSTRASI. Kinerja emiten baja kembali menghadapi tantangan di tahun 2025. Hal itu terkait dengan tarif impor tinggi Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah barang, termasuk baja.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten baja kembali menghadapi tantangan di tahun 2025. Hal itu terkait dengan tarif impor tinggi Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah barang, termasuk baja.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pada hari Rabu (9/4) bahwa dia akan menunda sementara bea masuk yang baru saja dikenakannya pada puluhan negara. Keputusan itu menyusul sejumlah episode volatilitas pasar keuangan global.

Sayangnya, pengumuman tersebut tampaknya tidak memengaruhi bea masuk pada mobil, baja, dan aluminium yang sudah berlaku sebelumnya.

Trump telah lebih dulu menerapkan tarif impor baja dan alumunium sebesar 25%. Memang, tarif itu berbeda dengan tarif resiprokal atau tarif timbal balik AS kepada beberapa negara di dunia, termasuk ke Indonesia yang sebesar 32%.

Baca Juga: Krisis Permintaan di China Menghantui Bisnis Emiten Baja

Torehkan Kenaikan Laba

D sisi lain, emiten baja mampu menorehkan kenaikan laba bersih, di tengah penurunan pendapatan sepanjang tahun 2024.

Misalnya, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) mencatatkan penjualan bersih GGRP sebesar US$ 351,79 juta di tahun 2024, turun 24,16% secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 463,87 juta di tahun 2023.

Tetapi, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih naik 228,08% yoy ke US$ 122,27 juta tahun lalu, dari sebelumnya US$ 37,27 juta di tahun 2023.

Kalau melihat neraca keuangan, GGRP mencatatkan kenaikan pos pendapatan lain-lain bersih menjadi US$ 27,60 juta di tahun 2024 dari sebelumnya US$ 5,19 juta. GGRP juga mencatatkan manfaat pajak penghasilan US$ 4,33 juta tahun lalu, berbanding terbalik dari beban pajak penghasilan US$ 803.910 di tahun 2023. 

Terdapat pula tambahan US$ 92,40 juta di pos keuntungan dari pelepasan aset setelah pajak di tahun 2024. Sebelumnya, pos itu kocong.

PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk alias Spindo (ISSP) juga bernasib serupa. ISSP mencetak laba bersih Rp 530,08 miliar di tahun 2024. Laba bersih itu naik 6,42% dibandingkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2023, yang kala itu sebesar Rp 498,08 miliar. 

Sementara, penjualan dan pendapatan jasa ISSP menyusut 5,27% yoy dari Rp 6,45 triliun menjadi Rp 6,11 triliun pada tahun 2024. 

Baca Juga: Harga Logam Industri Menguat Sebulan Terakhir, Begini Prospek Hingga Akhir Tahun

Penjualan dan pendapatan jasa ISSP mayoritas berasal dari pasar lokal, yakni senilai Rp 5,94 triliun. Sementara kontribusi dari ekspor sebesar Rp 176,92 miliar. Penjualan dan pendapatan jasa ISSP dari lokal maupun ekspor masing-masing mengalami penurunan 4,34% dan 27,14% yoy. 

Di tengah penurunan penjualan tersebut, ISSP mampu memangkas beban pokok pendapatan sebanyak 6,87% yoy menjadi Rp 5,01 triliun. Hasil itu mendongkrak perolehan laba kotor ISSP, yang naik 3,77% yoy dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 1,10 triliun pada 2024. 

Dengan capaian ini, margin laba bersih dan laba kotor ISSP masing-masing mengalami pertumbuhan 18,1% dan 8,7%.

Corporate Secretary sekaligus Chief Strategy & Business Development Officer Spindo, Johanes W. Edward mengungkapkan, margin laba bersih dan laba kotor tersebut lebih tinggi dari target yang dibuat pada awal tahun, yakni sebesar 18% dan 8%. 

“Laba ISSP mampu tumbuh meski pendapatan menyusut, terutama karena strategi efisiensi,” katanya kepada Kontan.

Hasilnya pun tampak dari penurunan beban, termasuk biaya bunga yang turun sekitar 11%, serta biaya umum dan administrasi yang menyusut sekitar 13%. "Diversifikasi sumber pendanaan yang selama ini dilakukan dan kebijakan penurunan kewajiban memberikan hasil yang baik," ungkapnya.

Johanes bilang, upaya efisiensi tersebut juga mencerminkan penurunan biaya produksi ISSP yang tergabung dalam Cost of Goods Sold (COGS). "Selain itu, pengurangan waste pada proses produksi menyebabkan penggunaan bahan baku lebih efisien," ujarnya.

Baca Juga: Emiten Baja Bakal Tertekan Kebijakan Tarif Trump

Belum Berdampak Signifikan

Di tengah huru-hara Tarif Trump, Johanes mengungkapkan, sampai saat ini masih belum ada dampak signifikan ke kinerja ISSP. Terutama, karena kebijakannya sendiri masih berubah-ubah, sehingga semua pihak pun masih wait and see. 

“Secara jangka panjang, perlu diperhatikan juga bagaimana respon pemerintah Indonesia. Wacana-wacana pelanggaran ekspor mesti dilakukan dengan sangat hati-hati dan cermat,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (11/4).

Berdasarkan laporan keuangan, untuk tahun 2023 penjualan ekspor ISSP tercatat sebesar 242.858 juta rupiah dari total pendapatan sebesar 6.455.329 juta rupiah, sehingga persentase penjualan ekspor sekitar 3,76%. 

Sedangkan untuk tahun 2024, penjualan ekspor ISSP tercatat sebesar 176.929 juta rupiah dari total pendapatan sebesar 6.118.364 juta rupiah, sehingga persentase penjualan ekspor sekitar 2,89%.

Dengan demikian, persentase ekspor menurun, dari sekitar 3,76% pada tahun 2023 menjadi sekitar 2,89% pada tahun 2024.

“Secara volume relative stabil. Penurunan lebih karena adanya penurunan harga karena volatilitas harga HRC dunia,” paparnya.

Di 2025, ISSP menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 10%-15%.

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mengaku tidak khawatir dengan Tarif Trump. Direktur Utama KRAS, Muhammad Akbar mengatakan, perseroan sudah terlatih untuk menghadapi sejumlah tantangan yang disebabkan oleh dinamika perdagangan ekonomi internasional.

“Jangan melihat terlalu jauh kebijakan Trump bakal meluluhlantakan industri baja nasional,” ujarnya dalam Media Gathering di Jakarta, Jumat (11/4).

Akbar menyebutkan, kontribusi ekspor baja ke AS tehadap Produk Domestik Bruto (PDB) tak lebih dari 18%.

Selain itu, fluktuasi dolar AS juga merupakan hal yang lain terjadi di pasar global, sehingga dianggap biasa oleh pelaku industri baja. “Fluktuasi dolar yang kemarin sebelumnya, Rp 10.000 per dolar AS, Rp 12.000, naik Rp 14.000, lalu Rp 17.000 itu sudah biasa pelaku industri baja hadapi,” paparnya.

Baca Juga: Harga Komoditas Masih Lumer, Prospek Emiten Baja Belum Tokcer

Ke depan, Krakatau Steel akan fokus meningkatkan produksi dan membangun hubungan bilateral dengan sejumlah negara lain. Saat ini, KRAS juga memiliki mitra dagang ke negara selain AS, seperti Italia, Spanyol, Afrika, dan Pakistan. 

“Agreement bilateral, multilateral, dan regional ini untuk memperkuat jalur perdagangan ekonomi internasional,” paparnya.

Oversupply

Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas melihat, penundaan tarif Trump merupakan kabar gembira. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga harus bisa melaksanakan diplomasi agar tarif Trump tidak terlalu membebani Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga harus bisa menggalakkan bea antidumping. Sebab, dengan adanya Tarif Trump yang diterapkan tinggi ke China, ada potensi dumping produk baja dari Negara Tirai Bambu.

Sayangnya, kinerja bisnis emiten baja juga belum baik. Hal itu juga diikuti dengan pergerakan saham mereka yang kurang likuid.

“Sentimen negatif masih terkait oversupply, apalagi terkait dengan dinamika perang tarif. Itu yang membuat industri baja mengalami banyak tantangan di tahun 2025,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (10/4). Alhasil, Nafan pun belum memberikan rekomendasi untuk emiten baja.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza C. Suryanata melihat, dampak tarif impor baja dan aluminium oleh AS (Tarif Trump) bisa menyebabkan harga baja domestik lebih tinggi, karena pasokan impor terbatas. 

Kebijakan proteksionisme AS ini membuat ekspor baja Indonesia ke AS terkena tarif lebih tinggi, sementara harga baja global berfluktuasi akibat upaya China mengurangi produksi. 

Baca Juga: Menilik Peluang Emiten Komponen Otomotif di Tengah Kebijakan Tarif Trump

Menurut Liza, bea antidumping sebenarnya kurang efektif mengatasi oversupply baja domestik. Tapi, ekspor dari ISSP dan GGRP di tahun 2024 tidak begitu besar, atau masih di bawah 5% dari total penjualan. 

“Jadi secara dampak langsung ke kinerja mereka kemungkinan tidak signifikan pada top line. Hanya saja, dampak ke biaya nanti, jika harga baja naik, bisa lebih tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (10/4)

Kinerja ISSP dan GGRP di tahun lalu sebenarnya tidak begitu bagus, karena penjualannya mengalami penurunan. Hanya saja, ada peningkatan pendapatan lain-lain untuk GGRP yang membuat laba bersih masih mampu tumbuh. 

Sedangkan, ISSP berhasil menurunkan beban pokok penjualan, di mana beban terhadap penjualan turun menjadi 81,9% di tahun 2024, dari 83,5% di tahun 2023. 

“Harga saham mereka pun bisa dikatakan sudah mencerminkan kinerja saat ini,” paparnya.

Rekomendasi Saham

Per Jumat (11/4), ISSP mengalami penurunan harga saham sebesar 3,73% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Sementara, KRAS mencatatkan kenaikan harga sebesar 11,88% YTD.

Di tahun 2025, prospek kinerja emiten baja sepertinya tidak begitu bagus, karena ada penurunan anggaran infrastruktur di tahun ini. Seperti diketahui, baja merupakan salah satu bagian penting dalam konstruksi bangunan.

“Selain itu, masih terjadi oversupply global dan ketidakpastian harga baja dunia,” tuturnya.

Liza pun merekomendasikan hold untuk ISSP dengan target harga Rp 270 per saham. “Secara valuasi, ISSP menarik karena price to book value (PBV) diperdagangkan di 0,36x atau di bawah rerata lima tahun (avg 5y) sebesar 0,47x,” kata Liza.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham ISSP ada di level support Rp 242 per saham dan resistance Rp 260 per saham. Herditya pun merekomendasikan trading buy untuk ISSP dengan target harga Rp 270 - Rp 280 per saham.

Selanjutnya: Tips Racik Ulang Portofolio Global dari CIO Bank DBS

Menarik Dibaca: Tips Racik Ulang Portofolio Global dari CIO Bank DBS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×