kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga nikel mentereng, PAM Mineral (NICL) mengejar target produksi 1,8 juta ton


Kamis, 15 Juli 2021 / 16:09 WIB
Harga nikel mentereng, PAM Mineral (NICL) mengejar target produksi 1,8 juta ton
ILUSTRASI. Pertambangan nikel PT PAM Mineral Tbk (NICL).


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PAM Mineral Tbk (NICL), menilai peluang bisnis nikel menjanjikan. Optimisme ini didorong oleh tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik.

Hal ini juga didukung oleh pemerintah yang berencana akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Holding ini bekerjasama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem yang berasal dari Korea dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL)  yang berasl dari China.

Direktur Utama  PAM Mineral Ruddy Tjanaka melihat peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.

Pangsa pasar atau market share untuk kendaraan listrik diperkirakan meningkat dari 2,5% pada tahun 2019 menjadi 10% pada tahun 2025. Pangsa pasar diprediksikan akan terus meningkat menjadi 28% di tahun 2030 dan 58% di tahun 2040. Pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7% dari total konsumsi global.

Baca Juga: Pengembangan mobil listrik bakal jadi katalis positif kinerja PAM Mineral (NICL)

Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus meningkat terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter. “Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hidrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi PAM Mineral," kata Rudy, Kamis (15/7).

Stabilnya industri pengolahan atau smelter menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang  milik NICL.

Dus, Rudy optimistis perkembangan kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7 juta-8 juta ton per bulan. Sementara itu, dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, Rudy berkeyakinan bahwa ke depan NICL dan anak perusahaan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton bijih nikel.

Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi. Adapun NICL saat ini telah menjual bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.

Baca Juga: Memilih Saham Tambang Mineral yang Masih Menarik

Untuk jangka menengah dan jangka panjang, NICL memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui  akuisisi atau maupun mencari tambang baru. Dia berharap, hal ini dapat mengerek kinerja NICL dengan potensi pertumbuhan yang lebih tinggi lagi.

Untuk rencana jangka pendek, NICL akan memenuhi target rencana kerja anggaran biaya (RKAB) produksi sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kami berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kami bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ujar Ruddy.

Mengutip Bloomberg, harga nikel di London Metal Exchanges (LME) untuk kontrak perdagangan tiga bulan berada di level US$ 18.778,0 pada perdagangan Selasa (13/7). Harga ini sudah naik 13,03% dari harga akhir tahun 2020 di level US4 16.613 per ton.

Baca Juga: Harga nikel diprediksi solid hingga akhir tahun, simak rekomendasi saham berikut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×