Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pola melandai, meski ada katalis pendorong dari meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah.
Dari catatan Bloomberg, indeks dolar (DXY) yang menakar ketahanan dolar terhadap sejumlah mata uang utama berada di level 98,07 pada Selasa (24/6). Angka ini telah turun 0,75% dalam sepekan, dan terlampau turun lebih dari 9% sejak awal tahun 2025.
Tekanan pada mata uang adidaya tersebut seiring dengan menguatnya sejumlah mata uang utama. Pasangan mata uang EUR/USD menguat 1,03% dalam sepekan ke level 1,1597, GBP/USD juga menguat 1,35% ke 1,3608. Sementara pasangan USD/CHF turun 0,59% ke 0,8098 dan USD/JPY turun 0,13% ke 145,04.
Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka mengatakan, pelemahan ini mengindikasikan bahwa pasar lebih melihat fundamental ekonomi domestik AS.
Terutama, pasca rilis data penjualan ritel AS pada bulan Mei yang kembali turun 0,9% secara konsisten. “Ini jelas memicu kekhawatiran dan ekspektasi akan tanda-tanda resesi AS,” jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (24/6).
Baca Juga: Dolar AS Melemah, Apa Alternatif Mata Uang Lainnya?
Menurut Sutopo, laporan ekonomi AS kedepan seperti inflasi, angka ketenagakerjaan, dan data produk domestik bruto (PDB) akan sangat penting dalam membentuk ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga federal reserve (the Fed). “Namun rilis data ini pada akhirnya kembali lagi pada perkembangan konflik kedepan,” ujar Sutopo.
Sutopo menjelaskan, setiap eskalasi konflik akan berpotensi meningkatkan gangguan dan mempengaruhi harga komoditas, pada gilirannya akan berdampak pada mata uang. Adapun mata uang utama seperti EUR dan JPY juga berpotensi menghadapi tekanan dari ekonomi global dan dampak konflik regional.
Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures menilai, JPY bisa terdampak besar apabila situasi di Timur Tengah memanas dan Iran tetap bertahan dengan menutup selat Hormuz. Alhasil, ini akan sangat menyulitkan Jepang karena secara presentase 90% impor minyak berasal dari kawasan tersebut.
“Sementara CHF yang sebelumnya juga cukup difavoritkan kini prospeknya masih volatil karena langkap bank sentral Swiss yang membawa tingkat suku bunga ke 0%,” terang Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (24/6).
Meski begitu, Lukman memperkirakan bahwa sejumlah mata uang utama masih memiliki katalis pendorong seiring dengan tekanan pada dolar AS.
Dalam proyeksinya, Lukman menilai, pasangan EUR/USD kemungkinan akan bergerak di level 1,1800 pada akhir tahun 2025, GBP/USD juga akan bergerak di level 1,4000. Sementara pasangan USD/CHF akan bergerak di level 0,7800 dan USD/JPY direntang 135 - 140.
“Jika ketidakpastian ini semakin meluap dan didukung dengan prospek perlambatan ekonomi AS, maka tidak menutup kemungkinan indeks dolar akan bergerak direntang 96,00 -97,00,” imbuh Sutopo.
Baca Juga: Kurs Rupiah Berbalik Menguat Tajam Terhadap Dolar AS, Selasa (24/6)
Selanjutnya: Indeks Sektor Kesehatan Lebih Tahan Koreksi, Ini Rekomendasi Saham Pilihan Analis
Menarik Dibaca: Musim Liburan, Gangguan Perjalanan Whoosh Akibat Layang-Layang Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News