Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga jual minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) kembali naik pada awal tahun 2022. Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO kontrak pengiriman Maret 2022 per Rabu (5/1) berada di level MYR 5.036 per metrik ton.
Harga ini naik 7,22% dibandingkan dengan harga pada akhir tahun 2021 yang berada di level MYR 4.697 per metrik ton. Akan tetapi, per perdagangan Kamis (6/1), harga CPO kembali terkoreksi ke posisi MYR 4.983 per metrik ton.
Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa mengatakan, kenaikan harga CPO belakangan ini dipengaruhi oleh pasokan CPO yang rendah akibat cuaca buruk yang terjadi sejak 2019. Ia mencatat, produksi CPO Malaysia per November 2021 turun 5% secara year on year (yoy), sedangkan produksi CPO Indonesia per Oktober 2021 tercatat lebih rendah 1% yoy.
Yasmin juga memprediksi, tekanan suplai masih akan berlanjut ke depannya akibat adanya bencana banjir di Malaysia. Di sisi lain, permintaan terhadap CPO diperkirakan akan meningkat seiring adanya sejumlah hari besar dalam beberapa bulan ke depan, seperti Tahun Baru Imlek, puasa Ramadahan, dan Lebaran.
Baca Juga: Harga CPO Naik, Analis Kasih Rekomendasi Beli Saham DSNG
Meskipun begitu, menurut Yasmin, kenaikan harga CPO tidak akan setinggi tahun lalu karena sudah naik signifikan dua tahun terakhir. Berdasarkan catatannya, harga CPO pada tahun 2020 terkerek sekitar 30% dan pada tahun 2021 meningkat 56%.
"Secara historis, agak berat harga CPO untuk naik lagi di tahun ketiga. Jadi, ada potensi harga CPO secara rata-rata akan terkoreksi," kata Yasmin saat dihubungi Kontan.co,id, Kamis (6/1).
Untuk tahun 2022, Yasmin memprediksi, harga jual rata-rata CPO akan berada di level MYR 4.500 per metrik ton. Untuk kuartal pertama 2022, harga rata-rata berpeluang berada di atas MYR 5.000 sejalan dengan ekspektasi kenaikan permintaan saat Tahun Baru Imlek di tengah terbatasnya pasokan.
Bernada serupa, Analis BRI Danareksa Sekuritas Andreas Kenny memperkirakan, harga rata-rata CPO akan berada di atas MYR 5.000 per metrik ton hingga Tahun Baru Imlek. Hal ini seiring dengan stok di Malaysia yang terus turun akibat produksi yang tidak optimal.
Di sisi lain, permintaan akan cenderung bertambah seiring dengan adanya pembelian untuk Tahun Baru Imlek. Hal ini membuat stok akan semakin ketat sehingga harga jual akan cenderung tinggi hingga Imlek seperti tahun-tahun sebelumnya
Bencana banjir di Malaysia juga dinilai akan menguntungkan bagi Indonesia. Pasalnya, kondisi ini membuat permintaan ke produsen CPO di Indonesia berpotensi menjadi lebih besar.
"Indonesia sudah jadi penghasil sawit nomor satu dunia tapi penentuan harga masih di Malaysia. Jadi, akan menguntungkan Indonesia apabila stok di Malaysia semakin berkurang dan menyebabkan harga internasional naik," tutur Andreas.
Meskipun begitu, untuk tahun 2022, Andreas memprediksi, harga jual rata-rata CPO akan lebih rendah dari tahun lalu, dari sekitar MYR 4.400 di 2021 mejadi MYR 3.800. "Pasalnya, The Fed berencana menaikkan suku bunga acuannya sehingga akan menekan harga komoditas," ucap Andreas.
Rekomendasi Saham
Terkait dengan sahamnya, Yasmin menilai valuasi saham-saham CPO saat ini tergolong sangat murah. Alasannya, belakangan ini saham-saham CPO kurang diminati karena pelaku pasar lebih tertarik untuk mengoleksi saham-saham teknologi dan bank digital.
Dengan valuasi yang di bawah harga wajarnya, saham CPO menarik untuk dikoleksi, terutama menjelang musim pembagian dividen. Yasmin memperkirakan, dividen yang dibagikan emiten CPO dari tahun buku 2021 akan lebih tinggi karena kenaikan harga CPO tahun lalu membuat laba bersih para emiten juga meningkat.
Yasmin merekomendasikan buy saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Pasalnya, ketiga emiten ini memiliki lahan perkebunan terluas dibanding emiten lainnya.
Baca Juga: Stok CPO Dibagi Minyak Goreng dan Biodiesel
AALI memiliki kebun sekitar 220.000 hektare, TAPG 160.000 hektare, dan LSIP 120.000 hektare. Kondisi ini menjadikan perusahaan tidak akan terlalu kehilangan pendapatan ketika emiten melakukan penanaman kembali (replanting).
Sebagai pengingat, pemerintah memberlakukan larangan untuk membuka lahan baru sejak tahun 2011 sehingga emiten hanya bisa melakukan ekspansi dengan replanting atau mengakuisisi lahan pihak lain. Sementara saat melakukan replanting, emiten perlu menunggu waktu tiga tahun sampai kebunnya bisa menghasilkan pendapatan.
Ia merekomendasikan buy AALI dengan target harga tahun 2022 Rp 18.300 per saham, TAPG Rp 1.150, dan LSIP Rp 2.210. Sementara Andreas merekomendasikan buy AALI dengan target harga Rp 17.500 per saham, LSIP Rp 2.000, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) Rp 1.000, dan Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) Rp 2.000 per saham.
Per perdagangan Kamis (6/1), harga AALI berada di level Rp 9.675 yang menunjukkan price earning ratio (PER) sebesar 9,51 kali, LSIP Rp 1.170 dengan PER 7,96 kali, dan TAPG Rp 580 dengan PER 12,11 kali. Lalu, DSNG berada di posisi Rp 505 per saham dengan PER 9,65 kali dan SSMS Rp 980 dengan PER 6,81 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News