kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.927.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.328   26,00   0,16%
  • IDX 7.398   86,28   1,18%
  • KOMPAS100 1.045   8,58   0,83%
  • LQ45 789   3,60   0,46%
  • ISSI 248   5,04   2,07%
  • IDX30 409   1,66   0,41%
  • IDXHIDIV20 466   1,61   0,35%
  • IDX80 118   1,07   0,92%
  • IDXV30 119   0,63   0,53%
  • IDXQ30 130   0,11   0,08%

Harga Bitcoin Memasuki Fase Koreksi Jangka Pendek


Senin, 21 Juli 2025 / 19:39 WIB
Harga Bitcoin Memasuki Fase Koreksi Jangka Pendek
ILUSTRASI. Dari data Coinmarketcap, harga bitcoin sudah turun lebih dari 3% sejak mencetak rekor terbarunya pada pekan lalu.


Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek aset kripto semakin cerah usai disahkannya rancangan undang-undang (RUU) kripto oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Langkah ini semakin memperkuat optimisme pasar yang ditandai dengan kenaikan harga bitcoin (BTC) hingga sempat mencetak rekor tertinggi baru pada 14 Juli 2025 lalu.

Namun, setelah pecah rekor, harga bitcoin terkoreksi. Dari data Coinmarketcap, harga bitcoin sudah turun lebih dari 3% sejak mencetak rekor terbarunya pada pekan lalu. Per Senin (21/7) pukul 17.49 WIB, harga BTC bertengger di level US$ 188.690. Angka ini sudah naik sekitar 27% sejak awal 2025.

Panji Yudha, Financial Expert Ajaib memandang, secara umum koreksi harga pasca cetak all time high (ATH) terbaru memang kerap terjadi. Biasanya hal ini dimanfaatkan sebagai momentum profit-taking serta rotasi dana ke sejumlah koin alternatif (altcoin).

Sebagaimana terlihat jelas dari menurunnya dominasi BTC di pasar kripto yang saat ini menyentuh level 60%. Angka ini merupakan level terendah dalam tiga bulan terakhir, seiring dengan awal mula fase altcoin season. "Investor langsung melakukan rotasi dan memburu altcoin yang punya potensi upside lebih tinggi dalam jangka pendek," ujar Panji saat ditanya Kontan.co.id, Senin (21/7).

Baca Juga: Robert Kiyosaki Prediksi Gelembung Bitcoin Akan Pecah, Benarkah?

Menurut Panji, penurunan harga BTC bersifat sementara alias dalam jangka pendek. Mengingat, pasar kripto, terutama BTC memiliki dorongan fundamental yang kuat untuk tetap menjadi primadona hingga akhir tahun ini.

Oscar Darmawan, Chairman Indodax bilang, dorongan tersebut merupakan kombinasi dari sentimen makro dan masuknya investor institusional melalui ETF bitcoin. Selain itu, adopsi blockchain dan regulasi yang lebih jelas di sejumlah negara turut mendorong kepercayaan investor.

Sebagai informasi, dewan perwakilan rakyat (DPR) AS telah mengesahkan tiga RUU besar yang berkaitan dengan industri aset digital pada 17 Juli 2025 lalu.

Yakni, CLARITY Act memberikan kejelasan klasifikasi aset digital sebagai komoditas atau sekuritas. Lalu, GENIUS Act memperkuat regulasi stablecoin dengan mewajibkan dukungan aset aman dan membuka peluang bank untuk menerbitkan stablecoin sendiri.

Sertam Anti-CBDC Surveillance State Act menunjukkan penolakan terhadap penerbitan mata uang digital bank sentral.

“Langkah ini semakin memperkuat legitimasi regulasi dan mendorong sentimen positif pasar,” kata Oscar dalam keterangannya kepada Kontan.co.id, Senin (21/7).

Oscar menyoroti, di tengah antusiasme tersebut, pertemuan federal open market committee (FOMC) tetap menjadi titik perhatian utama pasar. Federal Reserve (the Fed) masih memfokuskan pada personal consumption expenditures (PCE) sebagai indikator inflasi utama, dan dalam proyeksi pasar core PCE di kisaran 0,2–0,3% pada Juli 2025.

“Hal ini menunjukkan bahwa inflasi masih belum sepenuhnya menuju target 2%. Dengan demikian, kemungkinan besar the Fed masih akan menahan suku bunga pada Juli,” jelas Oscar.

Baca Juga: Siapa Pemilik Bitcoin Terbanyak di Dunia pada Tahun 2025? Ini Daftarnya

Menurut Oscar, hal ini cenderung akan menahan laju kenaikan harga koin kripto dalam jangka pendek. Namun, dukungan retorika tentang pemangkasan di kuartal selanjutnya dan regulasi stablecoin bisa menjaga momentum positif.

Panji melanjutkan, memasuki separuh 2025, harga BTC diperkirakan masih berpeluang naik menuju US$135.000 sebagai skenario dasar. Sementara itu, dalam skenario optimistis, target US$150.000 dapat tercapai apabila dukungan dari arus ETF dan sentimen regulasi tetap solid.

“Meski demikian, koreksi jangka menengah tetap perlu diantisipasi, dengan area support terdekat di kisaran US$ 110.000 – US$ 112.000,” kata Panji.

Selanjutnya: Klaim Penyakit Kritis Prudential Indonesia Tumbuh 9% pada Kuartal I-2025

Menarik Dibaca: Kenali Masalah Urologi Pria Lewat Gejala dan Solusinya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×