Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang pengumuman The Federal Open Market Committee (FOMC) Kamis (20/6) dini hari nanti, sudah memberi dampak positif dengan membuat harga Surat Utang Negara (SUN) cenderung bergerak naik.
Hal ini terlihat dari posisi yield yang terus menurun, bahkan per Rabu (19/6), posisi yield SUN tenor 10 tahun capai level terendah di 7,54%.
Ramadhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia memproyeksikan hingga akhir tahun jika kondisi pasar lebih stabil maka yield berpotensi tetap stabil di 7,5% dan berpotensi turun lagi ke 7,3%. Penurunan suku bunga memang bisa menjadi pendorong tersendiri bagi semua aset kelas baik saham maupun obligasi.
Namun, Pengamat pasar modal Anil Kumar mengatakan, penurunan yield saat ini bukan sekaligus menandakan bahwa fundamental dalam negeri membaik. Pergerakan penurunan yield atau kenaikan harga SUN saat ini masih lebih banyak digiring oleh faktor eksternal daripada fundamental dalam negeri.
"Jika yield negara maju turun, Indonesia sebagai emerging market juga akan ikut turun, tapi penurunan yield Indonesia tidak lebih cepat dari negara lain sehingga penurunan yield saat ini bukan karena kondisi dalam negeri yang lebih baik," kata Anil, Rabu (19/6).
Fundamental dalam negeri yang belum kuat kini terdorong positif dari penurunan suku bunga. Hingga akhir tahun, dengan kondisi kompaknya negara maju menurunkan suku bunga acuannya, Anil memproyeksikan yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun bisa menurun di bawah 7,25%.
Di tengah pergerakan harga SUN yang beranjak naik, Anil mengamati seri SUN tenor 2 sampai 10 tahun akan rally dan seri tenor 10 tahun yang paling banyak mendapatkan manfaat kenaikan. Tenor lebih pendek kurang bisa memanfaatkan kondisi ini karena pemerintah sendiri lebih banyak memasok obligasi tenor panjang.
Senada, Ramdhan juga merekomendasikan seri obligasi acuan tenor 5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun untuk diburu pelaku pasar karena sifatnya yang likuid.
Sementara, Anil menyarankan pelaku pasar tidak membeli dalam jumlah besar obligasi korporasi karena tingkat risiko gagal bayar bisa meningkat mengingat pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan akan melambat.
"Obligasi korporasi lebih berisiko ketika ekonomi melemah kecuali spread yield dengan SUN lebih dari 100 basis poin," kata Anil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News