kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45911,13   9,73   1.08%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emiten BUMN kompak minta penundaan bayar utang ke perbankan


Selasa, 05 Mei 2020 / 11:13 WIB
Emiten BUMN kompak minta penundaan bayar utang ke perbankan


Reporter: Azis Husaini, Benedicta Prima, Nur Qolbi | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Situasi ekonomi dan penurunan daya beli membuat kinerja emiten BUMN tertekan. Demi bisa bertahan, sejumlah emiten pelat merah melakukan negosiasi ulang atas utang jangka pendek mereka.

Ini antara lain dilakukan oleh PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Setelah memotong gaji karyawan 10%-50% sesuai level, emiten ini melakukan negosiasi terkait pembayaran sukuk.

Baca Juga: Utang Garuda Indonesia (GIAA) di dua bank jatuh tempo bulan ini

Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya tengah bernegosiasi dengan pemegang sukuk global perseroan senilai US$ 500 juta yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020. "Kami pakai PJT Partners sebagai penasihat keuangan, masih terbuka opsi-opsinya," kata dia ke KONTAN, kemarin.

GIAA juga meminta penundaan pembayaran sewa pesawat Boeing 777. Dari semula US$ 1,6 juta sebulan, kini GIAA meminta keringanan menjadi US$ 800.000.
PT PP Tbk (PTPP) juga mengajukan relaksasi pembayaran utang ke kreditur bagi PT PP Properti Tbk (PPRO) dan PT PP Presisi Tbk (PPRE).

Direktur Keuangan PTPP Agus Purbianto menyebut, secara konsolidasi, utang bank PTPP beserta anak usahanya per  tahun 2019 adalah sekitar Rp 4 triliun.

Mayoritas utang bank tersebut jatuh tempo pada Mei sampai November 2020. Menurut Agus, untuk PPRO, pihaknya lebih banyak meminta relaksasi untuk memundurkan jatuh tempo dan meminta diskon bunga.

Baca Juga: Nasib KIK EBA Garuda Indonesia (GIAA) di tengah tumpukan utang

Sedangkan bagi PPRE, PTPP mengajukan penangguhan pembayaran ke perusahaan pembiayaan. Sebab, PPRE banyak menggunakan alat berat.

Adapun utang-utang PTPP selaku perusahaan induk, Agus menyebut pihaknya masih wait and see. Jika korona bisa berakhir pada Juni 2020, PTPP tidak akan mengajukan relaksasi. "Tapi kalau tidak selesai pada Juni, kami minta memundurkan tenor dan penurunan suku bunga," ucap dia, akhir pekan lalu.

Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) Parwanto Noegroho mengatakan, pihaknya juga mengajukan relaksasi dalam bentuk roll over, penurunan bunga dan perpanjangan tenor utang.

Per tahun 2019, ADHI sebagai induk usaha memiliki utang bank jangka pendek kepada Bank Mandiri sebesar Rp 660 miliar dan ke Bank Negara Indonesia (BNI) Rp 500 miliar. Adhi Karya juga memiliki kewajiban jangka pendek ke Bank Tabungan Negara (BTN) Rp 500 miliar dan Bank Rakyat Indonesia (BRI)  Rp 280 miliar.

Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) ajukan relaksasi pembayaran utang ke bank BUMN

Sebagian utang ini sudah jatuh tempo April 2020. Akan tetapi, sebagian lagi baru akan jatuh tempo pada Mei, Agustus dan Desember 2020.

PT Elnusa Tbk (ELSA) sejauh ini memilih mengajak mitra kerja sharing the pain dan memberi opsi supply chain financing agar pengelolaan arus kas mitra kerja lebih fleksibel. "Dua upaya kami dengan mitra kerja bertujuan  menyesuaikan beban operasional, sehingga baik kami maupun mitra kerja dapat berkembang di kondisi ini," kata Wahyu Irfan, Head of Corporate Communication Elnusa.

Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk (TINS) Abdullah Umar menjelaskan, pihaknya bertahan mengelola utang dengan menggunakan kas perusahaan. Misalnya dengan efisiensi biaya operasional. "Kami kelola cash flow agar positif," ujar dia.

Sementara itu, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan ditengah situasi force majeur Covid-19 seperti ini, relaksasi atau restrukturisasi menjadi satu-satunya pilihan untuk membuat likuiditas perusahaan tetap kuat.

Baca Juga: PTPP ajukan relaksasi pembayaran utang anak usaha

Meski, perlu juga diperhatikan seberapa lama pandemi ini akan berlangsung. Semakin panjang kondisi ini berlangsung, maka semakin besar risiko gagal bayar yang dihadapi perusahaan. Apabila skenario terburuk ini terjadi, maka perusahaan harus siap untuk melakukan perampingan.

“Dan yang terakhir tentu saja minta bantuan pemerintah. Kalau BUMN pasti dibantu. Cuma masalahnya sebelum ada Covid-19 Garuda Indonesia sudah rugi terus, apalagi sekarang. Paling saya pikir ujung-ujungnya minta bailout ke pemerintah,” jelas Teguh menyoroti kondisi Garuda Indonesia saat ini.

Selain kondisi internal perusahaan, Teguh juga menjelaskan bahwa sektor penerbangan saat ini menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh Covid-19. Mengingat maskapai penerbangan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia juga menunjukkan gejala gagal bayar.

Baca Juga: Rekomendasi teknikal untuk saham TOWR, BBCA dan TLKM untuk perdagangan, Kamis (29/4)

Tak hanya penerbangan, Teguh melihat sektor lain juga akan terdampak kecuali emiten BUMN yang memiliki tata kelola yang baik yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Artinya, keempat emiten tersebut dinilai Teguh cukup efisien dalam pengelolaan perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×