Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perlambatan ekonomi yang melanda Negeri Tirai Bambu bakal berimbas negatif terhadap permintaan tembaga. Alasannya, China merupakan konsumen terbesar komoditas di dunia.
Mengutip Bloomberg, Selasa (22/9) pukul 12.19 WIB, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange terpeleset 0,6% menjadi US$ 5.236 per metrik ton ketimbang hari sebelumnya. Sepekan, harga tembaga meluncur 2,07%.
Di pengujung tahun 2015, Ibrahim, Pengamat Komoditas menerawang harga tembaga berpeluang tergerus lagi. Sebab, Asian Development Bank (ADB) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China dari semula 7% di tahun 2015 menjadi 6,8%.
ADB juga memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2016 dari semula 6,8% menjadi 6,7%. “Permintaan tembaga bisa merosot lagi. Harga komoditas ini bisa menyusut lebih dalam,” paparnya.
Menurut Ibrahim, jika Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed mengerek suku bunga acuan di Oktober atau Desember 2015, harga tembaga akan tertekan hingga US$ 4.000. Suku bunga acuan yang menggemuk akan menopang keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam.
Menguatnya dollar AS bakal berimbas negatif terhadap harga tembaga. Sebab komoditas ini diperdagangkan dalam mata uang dollar AS yang kian mahal sehingga dapat menggerus permintaan. “Tapi kalau mereka tidak jadi menaikkan suku bunga, harga tembaga bisa terangkat jadi US$ 6.000,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News