kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak penguatan rupiah belum dirasakan emiten


Senin, 13 Januari 2020 / 22:00 WIB
Dampak penguatan rupiah belum dirasakan emiten
ILUSTRASI. Penguatan rupiah terus berlanjut dalam jangka panjang akan menurunkan margin perusahaan ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.


Reporter: Kenia Intan | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah kembali menghijau pada penutupan pasar spot Senin (13/1). Mata uang Garuda menguat 0,72% ke level Rp 13.673 per dolar Amerika Serikat (AS).

Penguatan Rupiah terhadap dolar AS membawa angin segar ke sejumlah emiten yang berorientasi ekspor, salah satunya PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM).

"Bilamana penguatan rupiah terus berlanjut dalam jangka panjang akan menurunkan margin perusahaan," kata Direktur Keuangan Selamat Sempurna Ang Andri Pribadi ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1).

Sejauh ini penguatan rupiah belum memberikan dampak terhadap perusahaan dalam jangka pendek. Adapun perusahaan selama ini telah memiliki natural hedging antara ekspor dan impor, di mana nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai impornya.

Baca Juga: Rupiah menguat, saham-saham ini yang diuntungkan

Asal tahu saja, per September 2019 komposisi penjualan ekspor SMSM mencapai 66%, sementara penjualan lokal sebesar 34%. Adapun hingga kuartal III 2019, SMSM mengantongi penjualan sebesar Rp 2,78 triliun turun 2,45% dari pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,85 triliun.

Dengan demikian, kontribusi penjualan ekspor mencapai Rp 1,83 triliun turun 2,65% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,88 triliun.

Dijelaskan dalam keterbukaan informasi, koreksi yang terjadi salah satunya disebabkan nilai tukar rupiah yang lesu selama sembilan bulan pertama di tahun 2019.

Segmen yang paling besar berkontribusi terhadap ekspor SMSM adalah segmen filter sebesar 69% dari total eskpor. Ke depannya, perusahaan belum menargetkan pasar baru untuk ekspor. 

SMSM cenderung fokus pada upaya mendapatkan order-order baru dari customer baru  di negara tujuan existing. Selama ini pangsa pasar SMSM berada di Asia 30%, Amerika 14%, Eropa 12%, Australia 8%, dan Afrika 2%.

Baca Juga: Otot rupiah paling kuat di Asia, berikut penjelasan dua ekonomi ini

Emiten lain yang pendapatannya ditopang oleh penjualan ekspor adalah PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD).  Berbeda dengan SMSM, Integra justru melihat kenaikan rupiah tidak berdampak signifikan terhadap penjualannya.

"Dikarenakan produk furniture memiliki model yang berbeda setiap tahun. Harga produk berdasarkan model dan tingkat kerumitan desain, maka efek penguatan rupiah tidak terlalu signifikan," kata Corporate Secretary & Head of Investor Relation WOOD Wendy Chandra ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1).

Ia menambahkan, jika penguatan rupiah ini berpengaruh pada WOOD, maka  diperlukan waktu untuk bisa merasakan dampaknya.

Asal tahu saja, dari total penjualan WOOD, penjualan ekspor berkontribusi hingga 66,5%. Berdasarkan laporan keuangan per September 2019, penjualan WOOD mencapai Rp 1,4 triliun naik 2,18% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,37 triliun.

Baca Juga: Tahun ini, rupiah berpeluang mendekati level Rp 12.000

Adapun pangsa pasar utamanya adalah AS. Di karenakan negeri Paman Sam memiliki peluang besar, WOOD berencana memperluas pangsa pasar di negara Paman Sam itu.

"Di tahun 2020 target penjualan akan mencapai 2,8 ton atau tumbuh sekitar 30%, yang di dominasi ekspor terutama dari pasar AS," kata Wendy. Ia menambahkan, net margin yang diharapkan perusahaan berada di posisi 12% hingga 13%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×