Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) bakal lebih bertenaga di tahun 2024. BRPT kemungkinan mendapatkan dorongan dari potensi anak usahanya masuk ke dalam keanggotaan indeks MSCI.
Sebagai informasi, MSCI merupakan singkatan dari Morgan Stanley Capital International, yaitu indeks saham yang diluncurkan oleh sebuah lembaga riset internasional Morgan Stanley.
Morgan Stanley Capital International (MSCI) akan melakukan rebalancing MSCI Index yang dijadwalkan pada bulan Februari 2024.
Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan Tarigan melihat, adanya potensi saham-saham anak perusahaan BRPT berpotensi masuk ke dalam indeks MSCI.
Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Diversifikasi Bisnis, Termasuk ke Infrastruktur & Energi
Anak perusahaan BRPT yaitu PT Chanda Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewable Energy Tbk (BREN) dinilai memiliki peluang bagus untuk dimasukkan ke dalam rebalancing indeks MSCI.
Andreas menjelaskan, proyeksi tersebut karena TPIA mencapai rata-rata kapitalisasi pasar free float 3M sebesar US$ 1,7 miliar. Ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata ANTM dan INKP sebesar US$0,9 miliar dan US$1,3 miliar.
TPIA juga memiliki likuiditas saham yang baik dengan 3M-ADTV sebesar Rp 172,5 miliar, lebih tinggi dibandingkan rata-rata ANTM dan INKP sebesar Rp 64,8 dan Rp 61,7 miliar.
BREN juga dianggap mempunyai peluang yang sama untuk diikutsertakan dalam indeks MSCI. Dengan asumsi free float sebesar 11,7%, maka BREN memiliki kapitalisasi pasar free float sebesar US$5,7 miliar dan likuiditas saham yang baik dengan 3M ADTV sebesar Rp282,7 miliar.
Baca Juga: Harga Saham BREN Mulai Bangkit Usai Tren Melemah, Saatnya Beli Atau Jual?
Di sisi lain, Andreas melihat fundamental BREN ataupun TPIA juga semakin kokoh dengan serangkaian akuisisi. BREN dengan fokus ke bisnis energi terbarukan akan mengakuisisi lagi perusahaan energi angin, sedangkan TPIA yang fokus ke segmen petrokimia dan infrastruktur menyimpan potensi akuisisi lebih besar lagi.
Menyusul akuisisi Sidrap 1 yakni sebuah aset energi angin dengan kapasitas 75 MW, BREN telah mengumumkan rencana untuk mengakuisisi empat perusahaan energi angin tambahan yang memiliki potensi kapasitas kolektif sebesar 320 MW.
BREN akan memegang 100% kepemilikan di Sidrap 1 dan 51% kepemilikan di Sidrap 2, Sukabumi Bayu Energi, dan Lombok Timur Bayu senilai US$17 juta.
Akuisisi strategis ini akan meningkatkan kapasitas energi terbarukan BREN menjadi total 1.281 MW, dengan kapasitas efektif 1.124 MW.
“Langkah BREN semakin memperkuat posisinya sebagai pemimpin industri dan mendorong perusahaan lebih dekat ke tujuan jangka menengah untuk mencapai kapasitas besar 2.000 MW,” ungkap Andreas dalam riset 24 Januari 2024.
Baca Juga: Lincah Ekspansi Bisnis EBT, Saham BREN Layak Dikoleksi Jangka Panjang
Sementara itu, TPIA dinilai akan ada lebih banyak lagi akuisisi infrastruktur di masa depan. Seperti diketahui, EGCO telah menginvestasikan US$194 juta atau setara 30% saham di Chandra Daya Investasi (CDI), sebuah kendaraan bertujuan khusus untuk solusi infrastruktur.
Andreas menuturkan, investasi EGCO tersebut menjadikan nilai total CDI sebesar US$646 juta. Selanjutnya CDI akan meningkatkan kapasitasnya menjadi 300 MW dari kapasitas saat ini sebesar 120 MW.
“Perlu dicatat bahwa TPIA saat ini memiliki cadangan kas yang besar sebesar US$ 2,3 miliar yang memungkinkannya memanfaatkan peluang strategis untuk mengakuisisi aset dan bertransisi menjadi entitas induk infrastruktur energi,” imbuh Andreas.
Serangkaian langkah akuisisi tersebut diharapkan bakal memperkuat fundamental anak usaha BRPT, terutama BREN. Sebab, saham-saham grup Barito dinilai tidak memiliki prospek pertumbuhan saat harga melejit tinggi di akhir tahun lalu.
Baca Juga: IHSG Merosot 1,49%, Tiga Saham Grup Barito Mengisi Top Losers Sepekan
Asal tahu saja, BREN sempat merajai bursa dengan menyalip kapitalisasi pasar (market cap) PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada 8 Desember 2023 lalu. Padahal, BREN baru saja bergabung ke Bursa Efek Indonesia (BEI) kurang lebih 2 bulan atau tepatnya pada 9 Oktober 2023.
Pandangan tersebut sebelumnya juga sudah disampaikan oleh JP Morgan yang melihat saham BREN dan TPIA tidak sebanding dengan perubahan substansial dalam prospek pertumbuhan keduanya. Sehingga tampak tidak adanya keberlanjutan dalam jangka waktu 12 bulan ke depan.
"Kami tidak melihat adanya perubahan penting pada prospek pertumbuhan TPIA dan BREN. Hal ini akan mengarahkan risk/reward ke sisi negatif bagi BRPT," ungkap Analis JP Morgan Sekuritas Arnanto Januri dalam riset tertanggal 12 Desember 2023.
Arnanto memperkirakan dengan spread Polyethylene (PE) / Polypropylene (PP) yang lemah akan menyebabkan pemulihan kinerja keuangan TPIA berjalan lambat.
Spread PE/PP pada tahun 2024 diperkirakan di bawah level pertengahan siklus pada level US$ 400 - US$ 420 per ton, didorong oleh penambahan kapasitas dan banyaknya permintaan.
Baca Juga: Saham Emiten Milik Konglomerat Prajogo Pangestu Rontok, IHSG Tergelincir
Dengan begitu, Return on Invested Capital akan berada pada kisaran 3%-4% dibandingkan 15%-20% dalam periode kenaikan siklus. Price to book value (PBV) pun 7 kali lebih tinggi dibandingkan peers di regional ASEAN dengan book value di bawah 1 kali.
Sementara itu, BREN telah mencapai kesepakatan untuk mengakuisisi 100% Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap berkapasitas 75 Megawatt (MW). Namun aksi tersebut hanya akan menghasilkan pendapatan tambahan kurang dari 10% - 2% bagi BREN.
JP Morgan memproyeksikan peningkatan kapasitas compounded annual growth rate (CAGR) BREN sebesar 6% pada tahun 2023-2027. Estimasi ini tidak sejalan dengan profil EBITDA yang di atas 100 kali.
Baca Juga: Saham Blue Chip Ini Bisa Ditimbang untuk Buy on Weakness, Antisipasi Sideways IHSG
"Kami yakin risk/reward pada kepemilikan portofolio utama, BREN dan TPIA, cenderung mengarah ke bawah dengan EBITDA >100x tanpa adanya perubahan signifikan dalam prospek pertumbuhan, sehingga kami menurunkan peringkat BRPT," jelas Arnanto.
Atas pertimbangan tersebut, Arnanto menurunkan peringkat BRPT dari Netral ke Underweights. Namun, JP Morgan tetap mempertahankan target harganya untuk BRPT sebesar Rp 1.100 per saham.
Kalau Andreas mempertahankan rekomendasi Buy untuk saham BRPT dengan target harga sebesar Rp 2.500 per saham. Ini sejalan dengan potensi penurunan harga saham yang menjadi peluang menarik.
Baca Juga: Strategi Investasi dan Rekomendasi Saham Pilihan Analis Antisipasi Sideways IHSG
Andreas memaparkan bahwa harga saham BRPT sudah anjlok sekitar 38% sejak Desember 2023 akibat sentimen negatif penghentian sementara perdagangan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN). Meski CUAN juga dimiliki oleh pemilik BPRT yakni Taipan Prajogo Pangestu, kedua bisnis tersebut dijalankan secara terpisah.
Penurunan harga saham BRPT tersebut dipandang bisa memberikan peluang menarik bagi investor karena saham tersebut diperdagangkan dengan diskon 107% terhadap valuasi SOTP yang dihitung Sucor Sekuritas sebesar Rp2.500 per saham. Perhatikan bahwa SOTP juga menyiratkan kenaikan 163% terhadap nilai pasar SOTP.
Sementara itu, Senior Analis Teknikal PT Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih mencermati, BRPT tengah konsolidasi dalam 2 pekan terakhir. Dia menyarankan Trading Sell untuk BRPT dengan target harga Rp 1.060 per saham.
Baca Juga: Saham Blue Chip Ini Bisa Ditimbang untuk Buy on Weakness, Antisipasi Sideways IHSG
Secara teknikal, saham BRPT diperkirakan akan bergerak dalam rentang support Rp 1.010 dan resistance Rp 1.060 yang cenderung akan turun terlebih dahulu. Jika tembus ke bawah Rp 1.010, maka selanjutnya ke area Rp 900.
“Belum terlihat momentum positif bagi BRPT, setelah penurunan tajam sebelumnya,” ungkap Alfatih kepada Kontan.co.id, Kamis (25/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News