Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Kenaikan harga Bitcoin (BTC) terhenti sementara di kisaran US$110.000, menunggu rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Meski begitu, permintaan dari investor institusi tetap kuat, memberi sinyal bahwa sentimen pasar masih bullish.
Pada 26 Mei 2025, kepercayaan investor meningkat setelah Presiden AS Donald Trump menunda penerapan tarif balasan sebesar 50% terhadap impor dari Uni Eropa hingga 9 Juli mendatang.
Baca Juga: Strategy Borong 4.020 Bitcoin Senilai US$427 Juta, Total Kepemilikan Jadi 580.000 BTC
Pasar saham Eropa merespons positif, namun Bitcoin gagal mempertahankan level US$110.000, memunculkan pertanyaan apakah rekor tertinggi baru akan segera tercapai.
Meskipun harga Bitcoin turun kembali ke kisaran US$105.000, data dari pasar derivatif menunjukkan trader bullish tidak dalam posisi berisiko tinggi dan tetap percaya diri.
Melansir data Coinmarketcap pukul 09.03 WIB pada Selasa (27/5), harga Bitcoin terpantau dikisaran US$108.477.
Permintaan terhadap posisi long (beli) berleverage meningkat, tercermin dari premium futures Bitcoin yang naik ke 8% pada 26 Mei, dari 6,5% sehari sebelumnya. Angka ini masih dalam rentang netral 5–10%.
Sebagai perbandingan, pada Desember 2024 ketika Bitcoin pertama kali menembus US$100.000, premium futures melonjak hingga 20%.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Punya 0,01 Bitcoin Saja Bisa Bikin Kamu Sangat Kaya pada Masa Depan!
Nvidia dan Data Ekonomi AS Jadi Penentu Arah Selanjutnya
Penundaan tarif terhadap Uni Eropa memang mengurangi ketidakpastian pasar, namun dampak ekonomi dari konflik tarif ini masih belum terlihat dalam laporan laba perusahaan.
Salah satu penentu selanjutnya adalah laporan keuangan Nvidia (NVDA) yang akan dirilis pada 28 Mei, yang saat ini menjadi fokus perhatian para investor.
Sinyal optimisme juga datang dari pasar opsi Bitcoin. Delta skew negatif sebesar -6% menunjukkan opsi jual (put) diperdagangkan dengan diskon, pola khas pasar yang cenderung bullish.
Angka ini juga mencerminkan keseimbangan permintaan antara opsi jual dan beli (call), mendekati tren netral yang terlihat sehari sebelumnya.
Baca Juga: Pakistan Siapkan 2.000 Megawatt Lisrik Khusus untuk Penambangan Bitcoin dan AI
Investor Besar Kian Percaya Diri
Permintaan institusional terhadap Bitcoin terus meningkat. Perusahaan milik Michael Saylor, yaitu Strategy, membeli Bitcoin senilai US$427 juta dalam rentang waktu 19–25 Mei, dengan harga rata-rata US$106.237 per BTC.
Dalam periode yang sama, produk ETF spot Bitcoin mencatat arus masuk dana sebesar US$2,75 miliar.
Langkah besar juga diambil JPMorgan Chase. Dalam acara tahunan Investor Day pada 19 Mei, CEO Jamie Dimon mengumumkan bahwa nasabah bank kini dapat membeli ETF spot Bitcoin.
Meskipun tanpa layanan kustodian langsung atau rekomendasi resmi terhadap aset kripto, langkah ini membuka peluang eksposur Bitcoin bagi dana nasabah senilai US$6 triliun.
Baca Juga: Bitcoin Kembali Dekati Level US$110.000, Cek 16 Aplikasi Resmi Jual-Beli Aset Kripto
Fokus Investor: Data Inflasi dan Risiko Resesi
Dengan pasar AS libur pada 26 Mei dalam rangka Memorial Day, reaksi terhadap penundaan tarif kemungkinan akan tertahan.
Sentimen pasar tetap dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap utang pemerintah AS dan potensi resesi.
Penurunan terbaru sebesar 5,1% dalam aplikasi hipotek mingguan (MBA Mortgage Applications) juga membuat sebagian trader lebih berhati-hati.
Ke depan, pasar menanti indeks manufaktur Richmond Fed (28 Mei) dan data inflasi PCE (30 Mei) yang akan menjadi penentu arah risiko dan peluang Bitcoin menembus US$112.000 dalam waktu dekat.
Selanjutnya: IHSG Menguat pada Selasa (27/5) Pagi, BRPT, MAPA, TLKM Top Gainers LQ45
Menarik Dibaca: Berantas DBD Lewat Koalisi Bersama Lawan Dengue
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News