Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo
Simalakama bisnis perkantoran
Bisnis perhotelan di Indonesia semkin berkembang pesat. Demikian juga persaingan bisnis perhotelan yang BUMI miliki di Surabaya, kian mendapat pesaing yang kuat. Mau tidak mau, manajemen BUMI harus memikirkan cara lain untuk tetap meningkatkan pendapatannya.
Pada laporan keuangan BUMI tahun 1993, disebutkan bahwa perusahaan ini memperoleh pinjaman dari PT Bank Pan Indonesia (Bank Panin) guna mendanai pembangunan gedung perkantoran bernama Hyatt Skyline Building (Skyline Building) senilai US$ 4 juta.
Baca Juga: BUMN Mengajak Grup Sinarmas dan Panin Menyelamatkan Jiwasraya
Lalu pada 9 Juni 1994, BUMI kembali memperoleh fasilitas pinjaman dari Bank Panin (Grup Panin) guna membiayai pembangunan perkantoran Skyline. Pagu pinjaman proyek itu mencapai Rp 2,2 miliar dengan suku bunga super gede, yakni antara 18% hingga 21%. Jaminan pinjaman tersebut, salah satunya berupa jaminan pribadi dari Sri Hoedojo S, Presiden Direktur BUMI saat itu.
Sebelumnya pada tanggal 28 November 1990, BUMI telah menandatangani perjanjian pengelolaan gedung perkantoran dengan Hyatt International - Asia Limited (d/h Hyatt of Hongkong Ltd). Lewat perjanjian tersebut, Hyatt International berhak memperoleh royalti dan management fee masing-masing sebesar 4% dan 1% dari jumlah pendapatan sewa kantor milik BUMI.
Hyatt Skyline Building mulai memberikan kontribusi pada tahun 1994, meski jumlahnya masih sangat mini dibandingkan usaha perhotelah BUMI saat itu. Dari total pendapatan BUMI tahun 1994 sebesar Rp 32,51 miliar, kontribusi gedung (Hyatt Skyline Building) masih sebesar Rp 1,15 miliar.
Menurut manajemen BUMI, dari total pendapatan sewa gedung yang sebanyak Rp 1,15 miliar tersebut, sebanyak 64%-nya bersumber dari penyewa yakni perusahaan penerbangan dan perusahaan asing lainnya.
Terjerat utang bank
Namun sayang, sejak tahun 1994 BUMI mulai mencatatkan kerugian dari bisnis perhotelannya. Tahun 1994, BUMI membukukan rugi bersih Rp 11,52 miliar. Bandingkan dengan akhir tahun 1993, dimana BUMI masih mencetak laba bersih Rp 3,86 miliar.
Salah penyebabnya adalah beban bunga perbankan, khususnya untuk anggaran pembangunan Skyline Building.