Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
Analis Panin Sekuritas Aqil Triyadi menyatakan bahwa trafik yang cenderung datar bisa menggerus kinerja meskipun ada penyesuaian tarif. “Dampaknya ke laporan keuangan tidak akan terlalu signifikan,” ujar Andhika.
Namun demikian, Analis Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, tetap optimistis. Menurutnya, penyesuaian tarif yang dilakukan pada 2024 akan memberikan dampak penuh pada FY25.
Ia memperkirakan pendapatan jalan tol JSMR bisa mencapai Rp 19,8 triliun, naik 15% YoY, dan berlanjut ke Rp 21,5 triliun pada FY26.
Baca Juga: Jasa Marga (JSMR) Catat 685.000 Kendaraan Kembali ke Jakarta
Divestasi Tol Manado–Bitung
Salah satu ruas yang berpotensi dilepas adalah Tol Manado–Bitung yang mulai beroperasi pada 2022. Volume kendaraan di ruas ini sangat rendah, hanya 2,1 juta kendaraan pada 2024, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
JSMR berencana melepas sebagian atau seluruh kepemilikannya pada ruas tersebut. Saat ini, JSMR menggenggam 65% saham di Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) pengelola ruas tersebut, bersama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) 20% dan PT PP Tbk (PTPP) 15%.
Kerugian yang ditanggung JSMR dari ruas ini mencapai sekitar Rp 200 miliar per bulan, karena beban pajak dan biaya keuangan tetap berjalan meski pemasukan minim.
Andhika Labora menilai langkah divestasi akan berjalan mulus, terutama jika JSMR masuk ke platform Danantara.
“Itu akan memudahkan pelepasan aset-aset yang belum menguntungkan,” katanya.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, juga mendukung langkah ini. “Total aset memang akan menurun, tetapi beban operasional bisa ditekan,” ujarnya.
Baca Juga: Jasa Marga Imbau Pemudik Kembali Lebih Awal untuk Hindari Puncak Arus Balik
Rekomendasi Saham Bervariasi
Sukarno memperkirakan total pendapatan JSMR pada FY25 masih bisa tumbuh 7% YoY menjadi Rp 30,93 triliun, meski laba bersih diproyeksi turun 18% ke Rp 3,71 triliun.
Aqil Triyadi memperkirakan pendapatan JSMR hanya tumbuh 6%, dengan EBITDA naik tipis 4%, lebih lambat dibanding tahun lalu.
Karena itu, ia menurunkan rekomendasi dari buy menjadi hold dengan target harga Rp 4.200 per saham.
Nafan juga memberi rekomendasi hold dengan target Rp 4.180, sementara Sukarno masih mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp 5.500.
Labora menyarankan pasar untuk wait and see, melihat perkembangan trafik dan realisasi divestasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News