Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbeda dari harga komoditas emas yang terus mencetak rekor, harga batubara global masih lunglai di awal tahun ini. Merujuk TradingEconomics, Jumat (14/2), harga batubara melandai ke level US$ 104,30 per ton.
Harga batubara merosot hampir 12% dalam sebulan terakhir. Kondisi ini ikut menyeret pergerakan saham emiten batubara. Secara year to date, mayoritas saham batubara masih melemah, sejalan dengan penurunan indeks sektor energi maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Analis RHB Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi memprediksi outlook batubara pada tahun ini belum kembali membara. Wafi menyoroti pasar utama dari ekspor batubara Indonesia yang masih tertuju ke China.
Sementara China saat ini sedang dihadapkan pada perang dagang melawan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump. Di sisi yang lain, Trump dipersepsikan lebih pro terhadap energi fosil.
Hanya saja, Wafi menyoroti produksi batubara AS lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan sendiri (self sufficiency). Dus, dampak kebijakan batubara AS terhadap pasar dan harga batubara global cenderung terbatas.
Baca Juga: IHSG Naik di Perdagangan Terakhir Pekan Ini, Saham Bank Banyak Dijual Asing
"Kami perkirakan harga batubara relatif ada di level sekarang. Sejauh ini kami belum memperkirakan ada kenaikan yang signifikan di tahun ini," kata Wafi kepada Kontan.co.id, Jumat (14/2).
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo Ahmad Iqbal Suyudi mengamini, outlook pasar dan harga batubara global lebih berfokus pada posisi China dan India. Kedua negara ini merupakan produsen besar, sekaligus konsumen utama.
"Saat ini kedua negara tersebut sedang mengalami tantangan pertumbuhan ekonomi, sehingga berpengaruh terhadap konsumsi batubara. Sementara itu, sentimen yang memberatkan harga batubara adalah kondisi pasokan yang cukup melimpah," terang Iqbal.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan, jika kondisi kelebihan pasokan (oversupply) ini berlanjut, maka harga batubara akan terus tertekan. Ekky memprediksi skenario pelemahan harga batubara global bisa ke level US$ 100 hingga US$ 98 per ton.
Team Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas memperkirakan potensi berakhirnya perang Rusia dan Ukraina akan ikut menekan prospek harga batubara global. Sebab, ketergantungan Eropa terhadap batubara sebagai substitusi gas alam akan berkurang.
Uni Eropa pun telah mencatatkan penurunan permintaan batubara hingga 68 juta ton. Tren ini bisa berlanjut jika pasokan energi dari Rusia kembali tersedia. Di sisi yang lain, Tim Riset Henan Putihrai Sekuritas lantas menyoroti faktor cuaca yang akan memainkan peran penting dalam disrupsi pasokan global.
Fenomena La Nina berpotensi terjadi pada 2025, yang dapat menyebabkan curah hujan tinggi di wilayah produsen utama seperti Indonesia dan Australia. Kondisi ini berpotensi menghambat produksi dan distribusi batubara.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Tertekan, Begini Prospek ke Depan
Jika terjadi gangguan signifikan dalam rantai pasokan, maka harga batubara dapat kembali melonjak seperti pada periode La Niña sebelumnya. Apalagi, Tim Riset Henan Putihrai Sekuritas juga menilai berbagai faktor fundamental masih memberikan ruang bagi potensi kenaikan harga batubara.
Ekky mengamini, masih ada harapan pada outlook batubara, termasuk untuk prospek sahamnya. Meski harga komoditas masih melemah, tapi Ekky memprediksi dalam jangka pendek saham batubara berpotensi mengalami kenaikan harga.
Katalis pendorongnya adalah valuasi saham yang relatif menarik, serta ada kemungkinan investor mulai mengantisipasi potensi pembagian dividen dalam beberapa bulan ke depan. Dari sisi pergerakan harga, sejumlah saham batubara pun mengalami kenaikan pada Jumat (14/2).
Meski begitu, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman mengingatkan agar pelaku pasar tetap waspada. Dia melihat kenaikan harga saham masih merupakan technical rebound, dan belum ada sinyal yang kuat untuk pembalikan arah.
"Mayoritas (saham batubara) masih mengalami fase downtrend. Secara trading plan ada baiknya menunggu sampai dengan momentum positif kembali," ujar Fath.
Community Lead Indo Premier Sekuritas Angga Septianus turut menyarankan wait and see terlebih dulu. Pelaku pasar perlu mencermati perkembangan harga komoditas batubara dan kondisi pasar saham yang masih belum stabil.
Sementara itu, Wafi menyarankan wait and see terhadap saham emiten batubara yang punya porsi ekspor besar. Wafi lantas melirik emiten dengan porsi domestik yang kuat, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Menimbang tingkat produksi batubara nasional yang masih tinggi, Wafi pun menilai saham emiten kontraktor pertambangan seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Petrosea Tbk (PTRO) menarik dicermati.
Sedangkan Iqbal melirik peluang buy on weakness pada saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Ekky turut menjagokan saham AADI dan ITMG.
Pelaku pasar bisa mempertimbangkan target harga Rp 8.700 - Rp 9.000 bagi AADI, dan Rp 28.000 untuk ITMG. Ekky kemudian menyarankan akumulasi saham PTBA pada area Rp 2.600 - Rp 2.700 untuk target harga Rp 3.000 per saham.
Selanjutnya: Kisah Hidup Kolonel Sanders, Pendiri KFC yang Sukses di Usia Senja
Menarik Dibaca: Promo JCO Val's Day Buy 1 Get 1 1/2 Dozen Donuts, Hanya Hari Ini 15 Februari 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News