Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rotasi sektoral diperkirakan tidak akan terjadi di kuartal IV 2025. Ini lantaran saham-saham konglomerasi masih akan menopang kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun.
Hari ini, Kamis (16/10), IHSG menguat 0,91% atau bertambah 73,58 poin ke level 8.124,75 pada penutupan perdagangan Kamis (16/10/2025).
Dalam sebulan, IHSG terapresiasi 1,45%. Jika ditarik lebih jauh, IHSG sudah naik 14,76% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Per hari ini, sektor teknologi menjadi jawara sejak awal tahun. Kinerjanya sudah naik 168,72% YTD.
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan IHSG untuk Jumat (17/10)
Beberapa saham yang meningkat tajam dari sektor ini adalah PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) yang melesat 690,24% YTD, PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) naik 694,59% YTD, dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang naik 550,59% YTD.
Sektor kedua berkinerja tertinggi adalah basic materials yang naik 65,95% YTD. Beberapa saham penyokongnya adalah PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) yang naik 366,10% YTD, PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) yang naik 494,76% YTD, PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) 162,82% YTD, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) 124,92% YTD.
Di tempat ketiga, disusul sektor perindustrian yang naik 59,48% YTD. Di sektor ini, saham PT Astra International Tbk (ASII) tercatat naik 17,35% YTD.
Sebaliknya, kinerja sektor finansial menjadi yang terendah sejak awal tahun, turun 0,41% YTD. Tengok saja, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 24,55% YTD dan juga dilego asing Rp 32,38 triliun YTD.
Diikuti, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 28,25% YTD, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 13,48% YTD, dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) turun 11,49% YTD.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto melihat, kenaikan IHSG belakangan ini memang didorong oleh segelintir saham-saham yang pergerakan spekulatif.
Jika dilihat dari segi sektoral, berarti ada kecenderungan dari investor asing dan domestik untuk masuk di saham dari sektor teknologi dan energi terbarukan (IDX Energy). Ini mengingat saham-saham yang tengah naik tinggi berasal dari sektor tersebut.
Baca Juga: IHSG Rebound 0,91% ke 8.124, Top Gainers LQ45: KLBF, AMMN dan MAPI, Kamis (16/10)
“Asing masih masuk, tetapi memang yang keluar lebih banyak. Sementara, investor domestik cenderung masuk di saham-saham tersebut bergantung sesuai dengan toleransi risiko masing-masing,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (16/10).
Secara fundamental, pasar sebenarnya masih menerka sektor mana yang terdampak positif dari kebijakan makroekonomi Indonesia.
Kata Rully, ada semacam kekhawatiran dari pasar bahwa kebijakan makroekonomi dari pemerintah bisa menimbulkan risiko fiskal dan moneter ke depan.
“Kalau pemerintah memang niat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, nanti ada kemungkinan investasinya juga naik,” ungkapnya.
Dengan adanya kekhawatiran itu, Rully melihat bahwa tren tersebut masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.
Misalnya, sektor finansial yang terkoreksi sejak awal tahun salah satunya disebabkan oleh pasar yang masih wait and see terhadap serapan suntikan dana Rp 200 triliun dari Kementerian Keuangan oleh perbankan.
“BBRI dinilai cenderung berisiko lebih tinggi, karena kredit mereka disalurkan ke UMKM,” tuturnya.
Baca Juga: Laba Astra International (ASII) Bakal Beri Kejutan Positif, Ini Rekomendasi Sahamnya
Ekky Topan Analis Infovesta Kapital Advisori melihat, kinerja kuat di sektor teknologi, barang material, dan industri didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan sentimen makro.
Di sektor teknologi, saham-saham seperti DCII dan MLPT naik pesat berkat ekspektasi pertumbuhan bisnis digital dan AI.
Sektor basic materials ditopang oleh penguatan harga komoditas global seperti nikel, timah, dan yang utama emas, yang mendorong kinerja emiten seperti INCO, TINS, dan ANTM.
Sementara itu, sektor industri mendapat dorongan dari sentimen ekspansi dan sentimen akuisisi yang mendorong harga emiten pada sektor tersebut.
Sebaliknya, sektor keuangan masih tertinggal karena investor cenderung melakukan rotasi ke sektor siklikal dan komoditas.
“Serta adanya kekhawatiran margin bank tertekan oleh perlambatan kredit, pelemahan rupiah, dan yang utama masih terus keluarnya dana asing,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/10/2025).
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi mengatakan, sektor teknologi, bahan dasar, dan industri masih memimpin pergerakan pasar berkat kombinasi fundamental kuat dan sentimen positif global.
Kinerja sektor basic materials ditopang oleh emiten logam dan emas, seperti ANTM, ARCI, MDKA, PSAB, dan HRTA.
Baca Juga: Pasar Domestik Masih Kontraksi, Kinerja Emiten Semen Terancam Menyusut
“Kenaikannya itu seiring kenaikan harga emas dunia akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) serta penutupan pemerintahan AS yang meningkatkan permintaan aset safe haven,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/10).
Sektor teknologi juga turut menguat lewat EMTK, WIFI, dan DCII. Ini berkat pesatnya permintaan layanan digital, konektivitas, serta infrastruktur data center di tengah tren AI dan cloud computing.
Lalu, sektor industri banyak disokong oleh ASII yang diuntungkan dari stabilnya penjualan otomotif, ekspansi ke kendaraan listrik, serta menambah diversifikasi bisnis di bidang kesehatan dan mineral.
“Sementara sektor finansial tertinggal karena tekanan margin bunga dan perlambatan penyaluran kredit di tengah gejolak ekonomi global,” paparnya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, penurunan sektor perbankan lantaran gejolak ekonomi global, kenaikan tarif Trump yang memberikan volatilitas dan ketidakpastian, daya beli dan konsumsi dalam negeri yang turun sejak awal tahun, serta tensi geopolitik hingga data ekonomi di bawah ekspektasi.
Selain itu, rendahnya penyaluran kredit juga membuat sektor perbankan menjadi kesulitan untuk bisa tumbuh dan berkembang.
“Ditambah lagi, dengan adanya berbagai program yang membuat sektor perbankan,khususnya bank Himbara, menjadi kesulitan untuk bergerak,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/10/2025).
Nico melihat, secara historis, kuartal keempat setiap tahunnya sebenarnya selalu menjadi kuartal yang dinanti, khususnya bagi sektor finansial.
Sebab, ada potensi terjadinya window dressing di akhir tahun yang dapat digunakan menjadi momentum sektor finansial mengalami kenaikan.
Apalagi The Fed masih berpotensi untuk melanjutkan penurunan tingkat suku bunga pada pertemuan bulan ini, begitupun dengan bulan Desember mendatang. Hal tersebut bisa mendorong sektor finansial bisa kembali bangkit.
“Selain itu, ada peluang yang cukup besar bagi Bank Indonesia (BI) untuk ikut memangkas suku bunga di akhir tahun nanti, apabila The Fed memangkas tingkat suku bunga,” paparnya.
Baca Juga: Harga Emas Rekor Lagi Hari Ini (15/10), Analis Rekomendasi Beli Saham Blue Chip Emas
Rully menilai, meski volatilitas pasar berpotensi meningkat, prospek pasar saham Indonesia masih positif. Asalkan, didukung arah kebijakan fiskal yang lebih pro-pertumbuhan dan fundamental makroekonomi yang solid.
Koreksi saham sejumlah emiten berkapitalisasi pasar besar saat ini juga dipengaruhi oleh perhatian pelaku pasar terhadap faktor makroekonomi global dan domestik.
Misalnya, meningkatnya ketidakpastian global, naiknya harga emas, serta arus modal asing keluar dari pasar obligasi sebesar Rp45,8 triliun pada September–Oktober 2025.
Jika mengecualikan saham-saham konglomerasi yang naik tinggi, Rully menghitung IHSG kemungkinan saat ini masih di kisaran 7.000. Sementara, dengan menginklusi saham-saham tersebut, kemungkinan IHSG bisa ke 8.800 dalam enam bulan ke depan, apalagi jika mereka berhasil masuk pada rebalancing indeks MSCI pada November nanti.
Sektor yang masih akan dilirik oleh investor asing dan domestik ke depan adalah sektor teknologi, energi terbarukan dan basic materials.
Tim Riset Mirae Asset merekomendasikan strategi buy on weakness pada saham BRPT. Dari sektor teknologi, Rully melihat WIFI masih bisa dilirik oleh investor.
Ekky bilang, di kuartal IV ini sektor unggulannya pun masih cenderung sama, yaitu sektor basic industry, teknologi, infrastruktur, dan energi.
“Kecuali jika asing kembali ke pasar saham kita, mungkin nanti sektor perbankan, konsumer, atau kesehatan bisa pulih,” paparnya.
Untuk sektor basic industry, Ekky melihat MDKA masih menarik dan punya peluang kenaikan yang besar dengan target harga jangka menengah di Rp 3.000 per saham.
“Sementara di sektor teknologi, saham EMTK terlihat mulai rebound kembali, dan berpotensi menguji kembali area Rp 1.700 per saham,” katanya.
Di sisi lain, Imam bilang, potensi rotasi sektoral masih terbuka menjelang akhir tahun, seiring berbagai insentif pemerintah di kuartal IV.
Misalnya, percepatan belanja infrastruktur dan stimulus fiskal menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang berpotensi mengangkat aktivitas konsumsi.
Sektor logam emas dan subtitusinya masih akan tetap menarik di tengah proyeksi pemangkasan suku bunga The Fed.
“Sektor perbankan juga akan diminati, di tengah potensi perbaikan loan growth, dan valuasi yang menarik,” tuturnya.
Menurut Imam, saat ini harga emas terus bergerak naik, namun emiten emas, khususnya ANTM, belum terlalu terapresiasi atas kenaikan harga emas dunia yang signifikan.
Sehingga, ANTM masih menarik untuk dikoleksi, terlebih asing terus melakukan akumulasi di saham ini.
Imam pun merekomendasikan beli untuk ANTM dengan target harga terdekat di Rp 3.500 per saham, lalu target harga kedua di Rp 3.900 per saham.
Selanjutnya: Komisaris PTRO Erwin Ciputra Tambah 600 Ribu Saham, Ini Tujuannya
Menarik Dibaca: Beda Mobile Banking dan M-Banking, Mana yang Lebih Aman dan Efisien?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News