Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menyentuh rekor tertingginya (All Time High/ATH) pada akhir perdagangan pekan lalu. Sayangnya, kenaikan IHSG tak diikuti penguatan kinerja fundamental pasar maupun masing-masing emiten.
Asal tahu saja, sepanjang perdagangan Jumat (15/8/2025) kemarin, IHSG sempat menembus level psikologis 8.000 dan menyentuh titik tertinggi di level 8.017,06.
Namun, IHSG berakhir melemah dan parkir di zona merah, dan ditutup turun 0,41% atau 32,87 poin ke level 7.898,37.
Dalam sepekan, IHSG masih naik 4,84%. Sejak awal tahun, IHSG melesat 11,56% year to date (YTD).
Baca Juga: Begini Prediksi Arah Gerak IHSG Usai Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
Per 15 Agustus, sektor teknologi, basic materials, dan infrastructures melaju kencang. Melansir Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor teknologi terbang 156,53% YTD, sektor basic materials naik 29,34% YTD, dan sektor infrastructures naik 28,86% YTD.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan melihat, kenaikan IHSG disumbang paling besar dari peningkatan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) (+369 point), PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) (+213 point), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) (+84 Point).
Porsi kenaikan tiga saham tersebut mencapai 81%, padahal porsi kapitalisasi ke-3 saham tersebut hanya 12,5% dari total kapitalisasi pasar.
“Sentimen kenaikan IHSG di dominasi kenaikan beberapa individual saham, seperti DCII, DSSA, dan Group PP (Prajogo Pangestu),” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (16/8).
Menurut Alfred, kenaikan IHSG tak berasal dari sentimen sektoral maupun makroekonomi. “Jadi kalaupun secara data indeks sektor teknologi mencatatkan kenaikan 156% YtD, itu murni berasal dari kenaikan satu saham konstituennya, yaitu DCII,” paparnya.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto melihat, kenaikan IHSG dalam beberapa waktu terakhir lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga saham-saham konglomerasi, yang secara valuasi sudah cukup mahal sekali.
“Artinya, dari sisi kinerja secara fundamental, masih belum bisa menjustifikasi kenaikan yang sedemikian tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu.
Direktur Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus melihat, kenaikan IHSG beberapa waktu belakangan ini lebih disebabkan oleh arus masuk aliran dana asing usai kocok ulang Indeks MSCI Indonesia. “Lalu, ada penguatan rupiah,” katanya kepada Kontan, Sabtu.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Daniel melihat, IHSG kemungkinan masih bisa menguat di akhir tahun 2025. Namun, perlu diwaspadai adanya koreksi jangka pendek IHSG ke kisaran 7.400 - 7.650 di bulan September-Oktober.
Hingga akhir tahun, sektor yang berpotensi melaju kencang adalah sektor infrastructure, energy, dan basic materials. “Tapi, ini karena kinerja emiten konglomerasi, khususnya Grup PP, yang masih berpotensi menguat,” katanya.
Daniel pun menyarankan investor untuk mencermati PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dengan target harga Rp 10.000 per saham.
Baca Juga: Di Tengah Lonjakan IHSG, Asing Banyak Menjual Saham-Saham Ini Sepekan Terakhir
Sementara, Rully mengatakan, sektor perbankan dan retail (consumer non-descretionary) masih bisa memiliki kinerja yang bagus hingga akhir tahun 2025. Sentimennya berasal dari harapan penurunan suku bunga dan stimulus ekonomi pemerintah.
Namun, untuk perbankan sebaiknya investor mencermati bank non-BUMN, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). “Pasar masih berhati-hati terhadap bank BUMN, karena dikhawatirkan akan terlalu banyak dibebani program pemerintah,” paparnya.
Alfred melihat, probabilitas untuk IHSG mengalami koreksi saat saham-saham penopang saat ini sangatlah besar.
Saham DCII sejak akhir kuartal II (30 juni) telah menguat 129%, atau 685% sejak awal tahun ini. Level rasio pasar DCII saat ini 697x untuk price to earning ratio (PER) dan 244x untuk price to book value (PBV).
“Besaran rasio yang fantastis, jika melihat rata-rata nilai PER pasar saat ini hanya 14x dan PBV sebesar 2,3x,” katanya.
Kenaikan yang fantastis dari IHSG di awal semester II ini membuat besaran volatilitasnya meningkat, sehingga perkiraan rentang IHSG akan berada di 7.240 - 8.104 di akhir tahun 2025.
Melihat besar kontribusi pergerakan beberapa individual saham terhadap IHSG, maka penguatan dan koreksi dari saham-saham tersebut sangat besar terhadap arah IHSG.
“Apalagi kondisi global dan domestik minim sentimen baru, masih kepada krisis geopolitik baik dari erang maupun trade war, Trump Effect dan kebijakan suku bunga global (The Fed),” tuturnya.
Alfred pun belum melihat potensi perubahan sektoral hingga akhir tahun lantaran perubahan sentimen makroekonomi dan global tidak terlalu banyak dalam jangka pendek.
Posisi pemimpin kenaikan indeks sektoral hingga akhir tahun masih berasal dari sektor di mana saham-saham menjadi konstituennya yaitu sektor teknologi (DCII), infrastruktur (BREN, CDIA dan TLKM), basic material (TPIA, AMMN, dan BRPT), dan energi (DSSA dan CUAN).
Direktur Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menambahkan, ke depan, IHSG akan dipengaruhi beberapa faktor.
Yaitu, kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang diputuskan dalam kurun waktu 90 hari mendatang, penurunan tingkat suku bunga The Fed bulan September dan Desember, penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia di akhir 2025, aliran masuk dana asing, dan kesepakatan perdamaian antara AS dan Rusia yang dapat diterima oleh Ukraina.
“Dengan sentimen itu, IHSG mungkin ada di level 7.740 – 7.920 di akhir tahun,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (16/8/2025).
Di sisa tahun 2025, sektor yang menopang pergerakan IHSG masih akan sama seperti saat ini. Yaitu, sektor teknologi, basic material, infrastructure, energy, property, dan financial.
Nico pun merekomendasikan beli untuk BBCA, BBRI, BBNI, ARTO, BRIS, BSDE, SMRA, dan CTRA dengan target harga masing-masing Rp 11.000 per saham, Rp 4.600 per saham, Rp 5.080 per saham, Rp 2.600 per saham, Rp 3.400 per saham, Rp 1.160 per saham, Rp 580 per saham, dan Rp 1.360 per saham.
Selanjutnya: Ganjil Genap Jakarta Hari Ini (18 Agustus 2025) Berlaku atau Tidak?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News