Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Investor asing terus merangsek masuk ke pasar surat utang domestik. Ini terlihat dari data kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) yang terus membengkak. Dengan dukungan sejumlah sentimen positif dari dalam negeri, investor asing diprediksi masih akan terus masuk ke SBN.
Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per Jumat (7/7), porsi asing di SBN mencapai Rp 763,20 triliun. Artinya terjadi lonjakan 14,63% dibandingkan dengan posisi akhir 2016 yang hanya sebesar Rp 665,81 triliun.
Porsi dana asing tersebut mencapai 39,06% dari total SBN yang dapat diperdagangkan. Per 7 Juli 2017, total SBN yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 1.953,90 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu, porsi investor asing masih sebesar 38,98% dari total SBN yang dapat diperdagangkan, sebesar Rp 1.507,81 triliun.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Saputra mengatakan, investor asing mencatatkan net buy di pasar SBN mencapai Rp 104,74 triliun sepanjang semester pertama tahun ini. Kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu. "Asing tetap menjadi motor penggerak pasar SBN," ujar Made, kemarin.
Salah satu faktor yang menyebabkan investor asing percaya diri masuk ke pasar obligasi pemerintah sejak awal tahun adalah keyakinan bahwa Standard & Poor's (S&P) akan menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade.
Menurut Made, porsi kepemilikan asing di SBN dapat terus tumbuh, asalkan didukung oleh perbaikan data perekonomian Indonesia. "Investor asing akan melanjutkan akumulasi dengan melihat data ekonomi Indonesia di kuartal kedua dan kuartal ketiga" jelas Made.
Sesuai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,2%. Target tersebut naik dari sebelumnya tumbuh 5,1%.
Faktor kenaikan rating S&P masih akan menjadi sentimen positif bagi pasar surat utang domestik. Selain itu, nilai tukar rupiah yang stabil serta inflasi yang terkendali bakal menopang pasar SBN ke depan.
Made menambahkan kebijakan pemerintah yang mengestimasi kenaikan defisit APBN dari 2,6% menjadi 2,9% juga memiliki implikasi ke surat utang negara (SUN). Untuk menutup defisit, pemerintah dapat menerbitkan SUN atau opsi lain berupa dana pinjaman bilateral.
Hal senada juga disampaikan oleh Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia. "Prospek Indonesia ke depan tetap bagus, imbal hasil harusnya turun dengan asumsi mata uang stabil dan inflasi rendah," kata dia.
Ke depan, ia memprediksi adanya kenaikan transaksi SBN oleh pembeli asing. Dari domestik, katalis pendukungnya berupa inflasi yang rendah, nilai tukar rupiah yang stabil serta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terbilang bagus.
Sedangkan dari sisi eksternal, investor akan mencermati rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve akhir tahun. Selain itu, pasar akan mencermati program tapering yang dilakukan bank sentral Eropa.
Anil memperkirakan yield SUN acuan tenor 10 tahun di akhir tahun ini sebesar 6,5%. Sedang Made memperkirakan, yield SUN acuan tenor 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun masing-masing berada di level 6,75%, 7,15%, 7,55% dan 7,75% pada akhir tahun ini. Dengan asumsi, BI 7-day reverse repo rate masih akan bertahan di 4,75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News