Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana asing mengucur deras ke bursa saham Indonesia di periode awal tahun 2022 ini. Hingga bulan Februari lalu, pembelian bersih (net buy) investor asing mencapai Rp 23,60 triliun secara year to date.
Net buy asing terus mengalir kencang di awal bulan Maret ini. Pada Selasa (1/3), asing mencatat net buy Rp 1,70 triliun di seluruh pasar. Sedangkan aksi net buy asing pada Rabu (2/3) kemarin tercatat sebesar Rp 469,49 miliar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga turut terpompa dengan beberapa kali mencetak rekor all time high. Selasa lalu, perdagangan pada awal Maret dibuka dengan IHSG yang hampir menyundul level 7.000. All time high IHSG kini berada diposisi 6.996,93.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana melihat setidaknya ada tiga faktor yang mendorong derasnya dana asing masuk ke pasar saham Indonesia. Pertama, faktor pemulihan ekonomi Indonesia yang dipandang baik. Hal ini juga beriringan dengan penanganan covid-19 yang menunjukkan perbaikan sejak Q4-2021.
Baca Juga: IHSG Moncer, Reksadana Saham Catat Kinerja Ciamik Sepanjang Februari
Kedua, proyeksi kenaikan suku bunga membuat obligasi dinilai kurang menarik, sehingga saham menjadi primadona. Ketiga, adanya eskalasi geopolitik, terutama konflik Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas melesat tajam. Di saat bursa di banyak negara terimbas negatif, Indonesia dipandang prospektif.
"Hal ini positif untuk mendorong IHSG bisa menembus 7.000. Terutama bila laporan keuangan emiten full year 2021 dan Q1-2022 terus menunjukkan pertumbuhan," ujar Wawan kepada Kontan.co.id, Kamis (3/3).
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyoroti bahwa derasnya capital inflow yang masuk ke Indonesia utamanya karena tingginya harga komoditas. Hasil komoditas Indonesia yang sebagian besar diekspor menjadi penopang neraca perdagangan dan nilai kurs, sehingga relatif aman dari dampak tapering yang dilakukan The Fed sejak akhir tahun lalu.
"Indonesia sebagai negara penghasil komoditas tentu termasuk salah satu negara yang diuntungkan dari kondisi harga yang tinggi seperti saat ini," ujar Pandhu.
Konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina juga memicu berkurangnya pasokan gas dan minyak. Alhasil, permintaan terhadap barang substitusi seperti batubara dan minyak sawit ikut melesat. Terlebih, dunia juga masih dihantui dengan krisis energi lantaran stok menipis imbas dari minimnya produksi dan belum lancarnya pasokan pasca covid-19.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Saham Diramal Akan Kembali Moncer pada Bulan Maret
Pandhu menyebut, situasi kurang kondusif yang terjadi di Eropa dan Amerika berpotensi membuat dana asing mencari tempat yang lebih aman. Nah, kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang cukup aman karena jauh dari konflik tersebut.
"Bisa dilihat dari pergerakan indeks bursa regional Asia Tenggara yang return YTD (year to date)-nya masih positif. Sedangkan Amerika dan Eropa rata-rata sudah turun 6%-9%," terang Pandhu.
Sementara itu, Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan menyampaikan bahwa sentimen positif juga datang dari kinerja keuangan sejumlah emiten sepanjang tahun 2021 yang menunjukkan perbaikan cukup signifikan. Terutama emiten di sektor perbankan yang tergolong big caps, serta emiten komoditas khususnya batubara dan kelapa sawit.