Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Tapi secara jangka panjang, kondisi tersebut bisa menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi dan naiknya inflasi secara global. Saat ini pun inflasi di Amerika Serikat berada pada kondisi yang tidak menggembirakan, dan dikabarkan akan segera menaikkan suku bunga.
Jika hal itu terjadi, investor ke depannya berpotensi mengalihkan investasi ke instrumen yang lebih rendah risiko seperti obligasi, deposito atau bahkan emas. "(Saham) perbankan, komoditas, masih cukup oke. Namun perlu diwaspadai karena ke depan ada potensi pengalihan investasi," jelas Dennies.
Wawan menambahkan, hal lain yang patut dicermati adalah harga-harga komoditas yang diimpor oleh Indonesia. Misalnya terkait gandum, yang pada gilirannya dapat menekan kinerja emiten-emiten yang bergantung kepada impor.
Di sisi lain, melonjaknya harga minyak dan CPO juga akan membuat pemerintah melakukan subsidi untuk meredam inflasi. "Dalam jangka panjang kenaikan inflasi dan suku bunga bisa menekan kinerja IHSG," ungkap Wawan.
Sedangkan Pandhu memperkirakan saham-saham big caps masih menjadi porsi terbesar yang bakal diburu oleh asing. Perbankan masih akan menjadi primadona. Selain market cap dan likuiditas besar, kinerja keuangan juga rata-rata masih positif sehingga banyak disukai oleh investor asing.
"Capital inflow ini juga termasuk salah satu indikator yang sering dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengetahui apakah tren masih kuat atau tidak. Jika sudah berbalik menjadi capital outflow sebaiknya lebih berhati-hati," pungkas Pandhu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News