Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga tembaga berhasil bangkit. Sikap Negeri Tirai Bambu yang berusaha mengambil alih sebagian tambang tembaga menjadi salah satu katalis positif bagi komoditas ini.
Mengacu Bloomberg, Rabu (30/9) pukul 12.49 WIB, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,8% ke level US$ 5.010,5 per metrik ton. Namun, harga masih menyusut 0,91% dalam sepekan.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menjelaskan, ada beberapa faktor yang menopang penguatan harga tembaga. Pertama, rencana China yang ingin membeli sebagian kepemilikan tambang tembaga miliki perusahaan Glencore.
Sikap tersebut merupakan aksi lanjutan China dan Hongkong yang telah menghabiskan US$ 700 juta guna mengambil alih beberapa tambang tembaga dan biji besi.
“Inisiatif China dalam mengambil alih aset tambang tembaga merupakan imbas dari adanya prediksi jangka panjang bahwa bakal terjadi defisit pasokan tembaga. Estimasinya terjadi pada 2017 – 2018,” jelasnya.
Apalagi di saat yang sama, Morgan Stanley menerawang permintaan tembaga China bakal menggemuk 4,2% pada tahun 2016 seiring pemulihan kinerja sektor industri negara tersebut.
Kedua, pemerintah China berencana memberikan insentif berupa pemangkasan pajak penjualan bagi perusahaan otomotif yang memproduksi mobil berkapasitas mesin kecil. Menurut Andri, kebijakan tersebut niscaya bakal mengerek penjualan mobil yang akhirnya menambah permintaan tembaga sebagai salah satu bahan baku produksi mobil.
“Kenaikan harga tembaga juga didasari oleh faktor hari libur di China pekan lalu yang membuat tembaga bisa sedikit keluar dari tekanan jual,” tukasnya.
Ketiga, Amerika Serikat (AS) merilis data CB Consumer Confidence per September 2015 yang tercatat di level 103, naik ketimbang posisi bulan sebelumnya di 101,3. AS merupakan konsumen tembaga terbesar setelah China dan Eropa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News