Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menarik dicermati investasi di tahun politik 2024. Walaupun ekonomi global diprediksi melambat, pasar Indonesia diyakini akan menjadi salah satu tujuan investasi.
Head of Investment Connoisseur Moduit Manuel Adhy Purwanto mengatakan, tema pasar keuangan di tahun depan adalah perlambatan ekonomi. Dimana, efek suku bunga tinggi akan membayangi pasar.
Hal tersebut sejalan dengan proyeksi International Monetary Fund (IMF) yang memperkirakan perekonomian global hanya akan tumbuh 2,9% di tahun 2024. Angka itu diproyeksi lebih rendah daripada perkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 sebesar 3%.
Namun ekspektasi The Fed sudah selesai dengan kenaikan suku bunga bisa kembali menyegarkan pasar. Berhentinya kenaikan suku bunga acuan The Fed akan membuat posisi dolar AS lebih lemah.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.906 Hari Ini (22/11), BBRI, BBNI, CUAN Paling Banyak Net Buy Asing
Manuel berujar, pelemahan dolar AS akan membuat investor mencari pasar-pasar potensial salah satunya Indonesia. Kalaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi hanya berkisar 4,9% - 5%, angka itu dinilai sudah cukup menarik bagi investor asing.
“Jika dolar AS melemah pasti akan terbagi juga investasi ke pasar Indonesia yang masuk radar investor,” kata Manuel dalam diskusi bersama media, Rabu (22/11).
Manuel menjelaskan, stabilitas nilai tukar akan menjadi pertimbangan utama investor dalam menempatkan investasinya. Bank Indonesia (BI) sendiri dianggap cukup berhasil menjaga posisi nilai tukar rupiah dengan keputusan mengerek suku bunga ke level 6%, serta menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) untuk menambah cadangan devisa.
Sementara itu, momentum pemilihan umum (pemilu) dinilai lebih kecil pengaruhnya ketimbang sentimen global terkait arah suku bunga. Tetapi, perlu digarisbawahi bahwa siapapun pemimpinnya pasti akan fokus pada pertumbuhan ekonomi.
“Tinggal bagaimana kita mengukur seberapa rasional visi dan misi yang disampaikan,” tambah Manuel.
Manuel menyebutkan bahwa pasar saham dapat dipantau selama tahun-tahun politik. Sebab, pasar saham memberikan pengembalian positif selama tahun politik khususnya setelah pemilihan umum telah usai.
Baca Juga: Manajer Investasi Siapkan Jurus untuk Menggenjot AUM Reksadana pada Tahun Depan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau berhasil naik 17,60% pada pemilu 2014. IHSG juga naik sebesar 4,60% pada pemilihan umum tahun 2019 lalu.
Manuel berharap pasar saham di tahun pemilu 2024 akan cenderung positif dengan perkiraan IHSG berada di rentang 7.700 – 8.000. Kenaikan signifikan mungkin baru terlihat setelah pemilu dilaksanakan karena pelaku pasar masih menanti peta politik seiring penyusunan kabinet dan potensi terjadinya pemilu dilakukan dua putaran.
Dia mencermati bahwa akhir tahun ini bisa menjadi momentum yang tepat untuk investor masuk ke pasar saham seiring adanya potensi window dressing dan persiapan jelang pemilu. Secara historis, IHSG hanya gagal naik di bulan Desember pada tahun lalu dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Sektor-sektor yang dapat dicermati untuk pasar saham domestik adalah finansial, telekomunikasi dan properti di tahun 2024. Sementara pasar saham luar negeri bisa memantau pergerakan saham artificial intelegence (AI) dan renewable energy.
Investor juga dapat mendiversifikasikan aset pada obligasi yang diperkirakan positif selama tahun politik. Sebagai gambaran, Moduit memproyeksikan yield obligasi bertenor 10 tahun akan berada di level 6,1%.
Manuel mengatakan, tahun depan pasar surat utang tanah air berpotensi akan terangkat masuknya aliran dana asing berkat pelemahan dolar AS. Ceritanya berbeda dengan tahun 2021-2022 dimana obligasi pemerintah banyak mendapatkan dukungan pembelian dari perbankan dan Bank Indonesia.
Sementara, pasar uang yang merupakan instrumen jangka pendek dipandang netral selama tahun pemilu 2024. Tidak ada ekspektasi aset pasar uang returnnya bakal naik, ataupun turun signifikan.
Dari skala 1%-100%, Manuel menyarankan investor di tahun politik untuk mengalokasikan sebesar 40% saham domestik, 10% saham global, 30% aset pendapatan tetap di antaranya obligasi atau reksadana dan 20% di aset likuid seperti pasar uang deposito.
Namun, perlu digarisbawahi aset alokasi harus mengikuti profil investor dan strategi diversifikasi perlu dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News