Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan: sepanjang tahun 2019 telah menghentikan sementara alias suspensi produk reksadana dari 37 perusahaan manajer investasi alias MI.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan ke industri pasar modal. "Selama 2019, OJK telah melakukan pembatasan penjualan reksadana tertentu pada 37 manajer investasi serta memberikan sanksi kepada 3 akuntan Publik," papar Ketua OJK Wimboh Santoso, Kamis (16/1/).
Rangkaian keputusan itu diambil demi menjaga kepercayaan investor. Hanya,Wimboh tak merinci produk reksadana di 37 perusahaan manajer investasi yang kena suspensi OJK serta akuntan publiknya.
Hanya, jika merujuk dokumen yang dimiliki kontan.co.id, inilah beberapa produk di antaranya
1. 16 Desember 2019, OJK memerintahkan penghentian sementara penjualan tujuh reksadana MNC Asset Management, lantaran dianggap menyalahi ketentuan dalam penempatan portofolio investasinya.
Berdasarkan Surat yang diterbitkan 16 Desember lalu, MNC Asset Management tidak dibolehkan menambah unit penyertaan baru dari tujuh reksadana MNC Asset Managemet itu. Ketujuh produk itu adalah
-MNC Dana Pendapatan Tetap III(Reksadana Pendapatan Tetap)
-MNC Dana Syariah Ekuitas II (Rekadana Saham)
-MNC Dana Lancar (Reksadana Pasar Uang)
-MNC Dana Likuid (Reksadana Pasar Uang)
-MNC Dana Kombinasi (Reksadana Campuran)
-MNC Dana Syariah (Reksadana Pendapatan Tetap)
-MNC Dana Ekuitas (Reksadana Saham)
Berdasarkan surat OJK bernomor S-1542/PM.21/2019, 16 Desember 2019, ketujuh produk kelolaan manajer investasi milik Hary Tanoesoedibjo itu disuspen sampai perintah otoritas dipenuhi karena ada beberapa pelanggaran.
Lewat surat yang diteken Kepada Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari itu, ada tiga pelanggaran yang dilakukan MNC yang mengelola reksadana sebesar Rp 6,01 triliun.
Pertama, kepemilikan portofolio dengan porsi lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan) untuk reksadana konvensional, dan lebih dari 20% untuk reksa danasyariah.
Beberapa portofolio yang porsinya melebihi ketentuan adalah Obligasi TPS Food (AISA) II/2017 sebesar 23,05% di RD Syariah MNC Dana Syariah, saham PT MNC Land Tbk (KPIG) sebesar 21,42% pada RD Syariah MNC Dana Syariah Ekuitas II, dan Obligasi Sumberdaya Sewatama (SSMM) I/2012/B 18,97% pada RD MNC Dana Kombinasi.
Portofolio lainnya adalah penempatan dana di saham PT Ayana Land International Tbk (NASA) 16,43% pada RD MNC Dana Kombinasi, efek pasar uang PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) Cabang KC Kebon Sirih 14,89% pada RD MNC Smart Equity Fund, dan Obligasi PT Global Mediacom Tbk (BMTR) Berkelanjutan I/Tahap I/2017/A 12,59% pada RD MNC Dana Likuid.
Kedua, adanya pelanggaran efek terafiliasi berporsi lebih dari 20% NAB di reksadana yang dikelola MNC. Produk yang porsi efek afiliasinya melebihi ketentuan adalah RD MNC Dana Ekuitas dengan porsi 29,31%, RD MNC Dana Kombinasi 30,09%, RD Syariah MNC Dana Syariah Ekuitas II 21,42%, dan RD Syariah MNC Dana Syariah 28,43%.
Ketiga, penempatan investasi di efek utang yang gagal bayar (default). Yakni Obligasi SSMM I/2012/B di tiga produk reksadana, Obligasi AISA I/2013 di 2 reksadana, Sukuk Ijarah SSMM I/2012 pada dua reksadana, dan sukuk Ijarah AISA II/2016 di dua reksadana.
Selain harus menyetop penjualan, MNC Asset Management tidak diperkenankan meneken Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan Kontrak Pengelolaan Portofolio Efek untuk kepentingan nasabah secara individual dan produk investasi lainnya. Meski begitu, OJK tidak memerintahkan pembubaran reksadana.
OJK hanya memerintahkan MNC Asset Management segera melakukan penyesuaian atas komposisi portofolio efek dan menyesuaikan valuasi atas efek yang telah default.
2.18 November 2019.
OJK mensuspensi dua penjualan reksadana milik PT Narada Aset Manajemen. Yakni:
-Narada Saham Indonesia
-Narada Campuran I
Dalam surat tertanggal 13 November 2019 bernomor S-1387/PM.21/2019 itu, suspensi dilakukan karena ada gagal bayar Narada atas pembelian beberapa transaksi efek saham. pengawasan pada 7 November silam.
"Sehingga mengakibatkan beberapa perusahaan efek mengalami kesulitan likuiditas dan dana modal kerja bersih disesuaikan [MKBD] menjadi turun," ujar surat OJK yang ditandatangani oleh Yunita Linda Sari, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK.
Kepada Kontan, pemilik sekaligus komisaris Utama Narada Made Adi Wibawa mengatakan, Narada sejatinya belum mengalami gagal bayar. Memang saat melakukkan transaksi saham dalam rangka pengelolaan reksadana,Narada sempat mengalami likuiditas.
Hanya, perusahaan sekuritas yang bertindak sebagai broker sudah menalanginya. Alhasil, Narada kemudian harus membayar kewajiban ke delapan broker atas pembayaran transaksi saham senilai Rp 177 miliar.
3. 12 November 2019, dalam kasus Pratama Capital, OJK mengendus modus berbeda.
Menilik surat OJK bernomor S-1423/PM.21/2019 tanggal 21 November 2019, manajer investasi ini disebut melanggar batas maksimal kepemilikan efek.
Berdasarkan pengawasan periode 1 Mei30 Juni 2019, produk kelolaan Pratama Capital kedapatan memiliki saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) melebihi 10%.
Padahal, OJK sudah mengingatkan hal ini pada 2018 lalu. Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 membatasi kepemilikan satu efek maksimal 10%.
Tak cuma itu, Pratama Capital melanggar Peraturan OJK No.43/POJK.04/2015 pasal 4. Menurut aturan itu, manajer investasi wajib mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.
Menilik situs OJK, pemegang saham Pratama Capital adalah PT Pratama Capital Indonesia (99%) dan PT Imakotama Investindo (0,01%). Kendati pemegang saham minoritas, Imakotama ternyata pemegang saham KIJA, dengan kepemilikan sebesar 6,65% per Juni 2019.
Tak pelak, OJK menjatuhkan sanksi larangan bagi Pratama Capital menjual produk investasi kelolaannya maupun membuat produk anyar. Perintah ini akan berlaku tiga bulan.
4. Pada 9 Oktober 2019. OJK mensuspensi seluruh reksadana (RD) Minna Padi Aset Manajemen dan kemudian memutuskan untuk membubarkan seluruh reksadana Minna Padi dalam surat tanggal 21 November.
Enam produk reksadana Minna Padi yang ditutup adalah:
- Minna Padi Pringgondani Saham
-Minna Padi Pasopati Saham
-Reksadana Syariah Minna Padi Amanan Saham Syariah
-Minna Padi Hastunapura Saham
-Minna Padi Property Plus
-Minna Padi Keraton II
Bebeberapa alasan yang menjadi dasar, antara lain, OJK menemukan dua reksadana saham yakni RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani besutan Minna Padi menjanjikan return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan. Padahal, kedua reksadana itu adalah reksadana saham yang memiliki sifat terbuka.
Ini artinya unit penyertaan produk reksadana ini dapat dibeli-dijual setiap waktu dan sangat terpengaruh kondisi pasar sehingga kinerjanya tidak dapat dan tidak patut dijanjikan.
"Dengan ditetapkannya surat ini maka surat nomor S-1240/PM.21/2019 tanggal 9 Oktober perihal Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu tidak berlaku," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari dalam surat perintah tersebut.
Adapun, total jenderal dana kelolaan reksadana yang harus dibubarkan sekitar Rp 5, 75 triliun.
Selain itu, Minna Padi juga dilarang menambah produk investasi baru, memperpanjang/menambah dana kelolaan reksa dana, menambah portofolio reksadana yang sudah ada. Selain itu, izin direktur utama perseroan yaitu Djayadi dibekukan otoritas selama 1 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News