kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Virus corona masih membayangi harga minyak


Kamis, 13 Februari 2020 / 22:01 WIB
Virus corona masih membayangi harga minyak
ILUSTRASI. FILE PHOTO: Flames emerge from flare stacks at Nahr Bin Umar oilfield, north of Basra, Iraq, September 16, 2019. REUTERS/Essam Al-Sudani/File Photo


Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia melemah di tengah merebaknya virus corona. Padahal, pada Senin 6 Januari lalu, harga minyak sempat menyentuh angka US$ 63,04 per barel.

Berdasar Bloomberg Kamis (13/2) pukul 18.30 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) dengan kontrak pengiriman Maret 2020 berada di angka US$ 50,77 per barel.

Kompak, harga minyak Brent pengiriman April 2020 juga mengalami hal yang serupa. Kamis (13/2), minyak Brent berada di angka US$ 55,18 per barel. Turun sebesar 1,09% di hari sebelumnya.

Baca Juga: Lonjakan kasus virus corona membuat harga logam industri nelangsa

Analis Finnex Berjangka Nanang Wahyudin menyebutkan kenaikan harga minyak di beberapa hari ini akibat OPEC+ melakukan pemangkasan produksi minyak mentah. OPEC+ diperkirakan akan memangkas kembali jumlah produksi minyak sebesar 600 ribu barel per hari (bpd).

Jumlah tersebut dinilai menjadi respons atas merebaknya virus corona yang turut mempengaruhi permintaan minyak.

Penambahan jumlah pemangkasan produksi minyak mentah sendiri tak terlepas dari data yang dikeluarkan oleh Energy Information Administration (EIA). EIA mencatat pasokan minyak mentah Amerika Serikat per 7 Februari mencapai 7,5 juta barel.

OPEC+ juga menurunkan proyeksi permintaan minyak mentah pada 2020 sebesar 200 ribu bpd menjadi 29,30 juta bpd.

Baca Juga: Lompat jendela dan merusak kunci pintu, tiga pasien terduga COVID-19 kabur di Rusia

Analis Capital Futures Wahyu Laksono menilai upaya yang dilakukan oleh OPEC+ dengan kebijakan pemangkasan jumlah produksi minyak mentah masih kurang mendukung kembalinya harga minyak.

Stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan peningkatan terbesar sejak November 2019 menjadi keuntungan tersendiri bagi AS. Hal itu mengingat adanya fase pertama kesepakatan perang dagang yang telah ditandatangani oleh Trump pada pertengahan Januari lalu.

Dengan adanya perjanjian itu, China selama dua tahun ke depan harus membeli tambahan US$52,4 miliar gas alam cair, minyak mentah, produk olahan dan batu bara dari AS.

Tak hanya itu, perjanjian itu menunjukkan komitmen China untuk membeli setidaknya US$200 miliar tambahan barang dan jasa AS selama dua tahun ke depan, atau lebih dari dua kali lipat dari yang diekspor ke negara Asia pada 2017 senilai US$187 miliar.

Baca Juga: Ekspektasi pengurangan produksi membuat harga minyak mendidih

American Petroleum Institute (API) menilai setiap pembelian minyak mentah AS oleh China dapat menggantikan hampir sepertiga dari ekspor AS saat ini. Artinya, itu akan menekan kapasitas pengiriman yang ada selama dua tahun ke depan.

Meski mengalami kenaikan akibat kesepakatan fase pertama, jumlah itu tidak signifikan. Perkembangan korban virus corona yang meningkat tajam menjadi faktor penghambat naiknya harga minyak.

Peningkatan jumlah korban virus corona sendiri dipicu oleh perubahan metode dalam mendiagnosa virus. Digunakannya metode computed tomography (CT) scans membuat deteksi virus menjadi lebih cepat yang sebelumnya hanya menggunakan RNA Test.

Dengan begitu, Kamis (13/2) jumlah korban yang terdeteksi virus corona sebesar 14.840 orang. Hingga saat ini, telah dikonfirmasi sekitar 60 ribu orang terpapar virus corona. “Pasca virus bisa jadi komitmen trade deal fase satu akan diragukan,” kata Wahyu.

Baca Juga: Harga minyak kembali bangkit seiring meredanya kasus baru virus corona

Nanang mengatakan koreksi yang di alami saat ini secara teknikal merupakan hal yang normal. Penutupan harga harian di atas $51.56 akan memudahkan minyak ke area $52.34 dan $53.13, dimana target kuartal 1 berada di kisaran $53.

Nanang menghitung, ke depan harga minyak akan berada US$ 50 – US$ 51,65 per barel. Serta, untuk kuartal I berada di angka US$ 48,44 – 53,91.

Sementara Wahyu menghitung kisaran untuk tengah semester atau akhir semester akan berada di rentang US$ 40 – US$ 80 dengan konsolidasi di rentang US$ 50 – US$ 60 per barel. “Untuk akhir tahun masih berpotensi menguat dan menapaki kembali area $57 barel,” lanjut Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×