Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Urban Jakarta Propertindo Tbk (URBN) baru saja menggelar Initial Public Offering pada 10 Desember 2018 lalu. Dari aksi korporasi ini, URBN meraup dana segar sebesar Rp 430 miliar.
Dari alokasi dana tersebut, URBN akan menggunakan sebesar 51% dana IPO untuk akuisisi lahan di wilayah Jabodetabek. Kemudian sekitar 31% akan digunakan untuk belanja modal dan pengembangan serta sebanyak 18% untuk modal kerja perusahaan.
Direktur Urban Jakarta Tri Rachman Batara mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum terlalu signifikan merealisasikan dana IPO karena baru diperoleh pada akhir tahun lalu.
"Penyerapan dana IPO saat ini sebesar Rp 20 miliar. Belum signifikan karena baru didapat bulan Desember 2018 dan rencananya hingga pertengahan tahun 2019 penyerapannya bisa mencapai 50% untuk pengembangan lahan dan pengembangan usaha," ujarnya kepada kontan.co.id, Rabu (13/2).
Selain itu, Tri juga mengungkapkan bahwa pihaknya bakal melakukan corporate action untuk penambahan modal. "Bisa lewat private placement atau penerbitan MTN. Tapi hal itu sedang dipertimbangkan dan kemungkinan di kuartal III tahun ini akan direalisasikan," katanya.
Selanjutnya soal target kinerja di 2019, Tri mengungkapkan bahwa masih berjalan sesuai dengan target yang dipatok.
"Kinerja masih on target dan on time. Kita masih optimistis untuk capai target-target di tahun ini. Bahkan kita justru sedang berusaha untuk bisa melampaui target yang telah ditetapkan. Lalu untuk laporan keuangan 2018 belum bisa diinformasikan secara defenitif karena sedang diaudit," lanjutnya.
Sekadar info, URBN memasang target laba bersih Rp 35 miliar dengan pendapatan sebesar Rp 250 miliar di akhir 2018. Lalu untuk 2019, laba bersih ditargetkan menjadi Rp 240 miliar dan pendapatan menjadi Rp 800 miliar.
Tri melanjutkan bahwa target kinerja di 2019 bisa tercapai karena pihaknya masih mendapat kontribusi dari penjualan tanah ke proyek KSO yang cicilan masih berjalan hingga awal 2020. "Jumlahnya sekitar Rp 120 miliar atau sebesar 40% bagi pendapatan URBN," paparnya.
Selain itu, URBN juga bakal mengantongi pendapatan dari 4 proyek yang sedang dalam proses pembangunan.
"Minimal hingga akhir 2019 kita akan jual 1 unit tower Urban Sky. Di Urban Suites sudah ada penjualan sekitar 10% dari total 2 tower yang dibangun. Sementara dari KSO, terutama dari Gateway Park kita bakal dapat lebih banyak di tahun ini, karena di tahun lalu masih dalam proses pembangunan dan penjualannya baru 20%," imbuhnya.
Saat ini, Urban Jakarta tengah membangun empat proyek berkonsep TOD yang berada pada lintasan jaringan LRT Jabodetabek. Total nilai keempat proyek tersebut adalah sekitar Rp 10,2 triliun selama kurang lebih lima tahun dan dua di antaranya merupakan Kerja sama Operasi (KSO) dengan PT Adhi Commuter Properti yaitu Gateway Park senilai Rp 3,7 triliun dan Urban Signature Rp 3,77 triliun.
Sementara dua proyek lainnya yaitu Urban Sky Rp 1,41 triliun dan Urban Suites Rp 1,58 triliun dikembangkan sendiri oleh Urban Jakarta.
Tri bilang, progres proyek-proyek KSO sedang berjalan dan sesuai dengan rencana. "Sebenarnya ada 6 lot dan masing-masing lot ada 2 tower. Kita sudah melakukan topping off untuk lot pertama yang terdiri dari dua tower untuk yang di Gateway Park, Jati Cempaka dan di 2020 diharapkan sudah bisa dijual. Progresnya saat ini sudah di atas 50%. Dan di akhir 2019, untuk Gateway Park kita berharap sudah bisa memulai pengerjaan lot kedua," paparnya.
Sedangkan untuk Urban Signature, Ciracas, ia menjelaskan bahwa progresnya juga berjalan sesuai harapan dan optimistis dengan target 2021 sudah bisa dipasarkan.
"Untuk Urban Signature sedang dalam proses pembangunan fondasi dan tinggal mau naik bangunannya dan di akhir 2019, progresnya diharapkan sudah bisa mencapai 21%," terangnya.
Kemudian untuk proyek Urban Sky, Tri bilang progresnya sudah lebih dari 20% saat ini dan rencananya tahun 2021 baru diserahterimakan. Sedangkan untuk proyek Urban Suite yang ada di Caman, sebagian lahannya sedang dalam progres akuisisi pembelian.
"Sedangkan lahan yang ada seluas 8.000 meter sedang dalam proses perizinan sehingga praktis hingga saat ini belum ada pembangunan fisik. Tapi kita berharap di kuartal II 2019 pekerjaan fisik sudah bisa berjalan di sana," tuturnya.
Lalu untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) di 2019, URBN mengalokasikan dana sekitar Rp 800 miliar. "Dananya masih dominan dari dana IPO. Untuk akuisisi lahan bakal dipakai seluruhnya di 2019 sedangkan untuk modal kerja bakal dipakai sebagian," tambahnya.
Soal penambahan lahan, Tri bilang saat ini total landbank yang dimiliki URBN sebesar 7,6 hektare (ha). "Di Gateway Park seluas 5 ha dibagi dua dengan Adhi Komuter sehingga kita dapat 2,5 ha. Di Urban Signature seluas 6 ha dibagi dua dengan Adhi Komuter juga sehingga kita dapat 3 ha. Lalu di Urban Sky seluas 1,1 ha dan Urban Suite seluas 1 ha," rinci dia.
Ia pun melanjutkan bahwa saat ini pihaknya tengah dalam proses pembelian lahan di 2 tempat yang berada di area Jabodetabek. "Tahun ini ditargetkan penambahan lahan baru sebesar 6 ha hingga 8 ha. Sehingga landbank kami menjadi 13,6 ha hingga 15,6 ha," ujarnya.
Lalu soal recurring income URBN, Tri bilang di 2019 belum signifikan karena belum beroperasi dan baru bisa signifikan di 2020.
"Tahun ini jadi persiapan untuk penyelesaian konstruksi dan persiapan operasional bagi kami. Starting fondasinya dari 2018 dan 2019 masih proses pembangunan dan diharapkan 2020 baru bisa bergerak ke arah pengelolaan, recurring dan penjualan," pungkas dia.
Lalu soal membaiknya nilai tukar rupiah, ia bilang pihaknya justru makin optimistis untuk kinerja ke depan. "Sebenarnya mau kurs naik atau turun, proyek-proyek TOD milik URBN tetap potensial karena para investor lebih yakin dengan prospek proyek ini ke depan yang bakal jadi primadona di Indonesia ke depan dan konsep ini masih cukup baru di Indonesia," lanjutnya.
Ia menambahkan justru dengan membaiknya nilai tukar rupiah, pihaknya lebih percaya diri karena daya beli tentunya akan jadi lebih baik.
"Lalu karena proyek-proyek TOD ini bergantung pada proyek infrastruktur pemerintah dan karena kurs jadi membaik tentunya membuat pemerintah mampu untuk membiayai proyek-proyek tersebut sehingga bisa selesai pada waktunya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News