Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) masih kesulitan uang. Emiten perkebunan kelapa sawit ini dinyatakan defisit Rp 2,27 triliun. Agar bisa sedikit keluar dari keterpurukannya, UNSP mencari modal US$ 50,27 juta agar bisa menggarap downstream.
“Kita sedang dalam proses mencari mitra pendananya,” ucap Andi Setianto, Investor Relation UNSP, Senin. (15/6).
Ia mengungkapkan bahwa mitra pendana ini bisa berupa bank. Andi bilang bahwa sebelumnya UNSP telah memiliki perjanjian dengan beberapa bank pendana seperti Credit Suisse dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Hanya saja, UNSP pun masih memiliki utang yang belum terbayarkan di bank tersebut.
Andi bilang, UNSP tak menolak apabila ada mitra produksi yang ingin bekerja sama dengannya menggarap hilir. Namun UNSP memiliki 2 syarat. Pertama, mitra produksi tersebut harus memiliki dana. Kedua, UNSP tetap akan memegang porsi mayoritas.
Apabila telah mendapatkan dana, Andi bilang UNSP akan segera menggenjot usaha hilirnya. Bisnis hilir UNSP memiliki 2 lokasi yakni Tanjung Morawa yang memiliki lahan 7 hektar dan Kuala Tanjung dengan lahan seluas 74 hektar. Disebut Andi bahwa pembangunan refinery membutuhkan waktu 3-6 bulan. Lalu untuk bisa memproduksi oleochemical, UNSP perlu waktu 6-9 bulan.
Menurutnya, pemerintah memang tengah mengarah ke hilirisasi perkebunan kepala sawit. Terlebih dengan adanya penarikan bea keluar untuk Crude Palm Oil (CPO) fund, maka insentif ke downstream lebih tinggi.
Tambah modal
UNSP berencana meningkatkan modal dasarnya. Saat ini, modal dasar UNSP yakni 15 miliar saham. Selisihnya sudah dekat dengan modal ditempatkan dan disetor penuhnya di posisi 13,72 miliar saham. Oleh karena itu, UNSP akan mengerek modal dasar maksimal menjadi 54,88 miliar saham.
Meski begitu, Andi belum mau mengungkapkan tujuan penambahan modal dasar ini. Ia mengaku, UNSP belum memiliki niatan melakukan penambahan modal ditempatkan dan disetor penuhnya dengan skema right issue ataupun private placement.
Perlu diingat bahwa UNSP memiliki wesel bayar senilai US$ 77,5 juta dengan bunga 8% per tahun. Pada 2011, wesel bayar itu telah diamandemen dengan fasilitas baru bernilai US$ 100 juta dan akan jatuh tempo 2017. Lalu pada September 2014, UNSP dinyatakan mengalami potensi gagal bayar bunga.
Namun sampai akhir kuartal pertama 2015, UNSP belum menerima surat dari Bank of New York sebagai wali amanat. UNSP pun tetap melakukan pembahasan secara proaktif dan intensif dengan pemegang wesel bayar untuk mencapai solusi yang diterima bersama terkait masalah tersebut. “Wesel bayar ini dapat langsung dibayarkan atau tukar saham,” sebut Andi.
Selain itu, UNSP memiliki utang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 4,17 triliun. Rinciannya yakni sebesar Rp 2,54 triliun dari Credit Suisse cabang Singapura, senilai Rp 1,01 triliun dari Verdant Capital Pte Ltd, Rp 544,4 miliar dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan Rp 75 miliar dari PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA). Andi bilang, rasio utang terhadap ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER) UNSP berada di sekitar 2x.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News