Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Februari silam PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) mendapatkan restu untuk menerbitkan saham baru melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Sebelumnya pernah diberitakan bahwa dari aksi rights issue ini DKFT membidik dana sebesar Rp 2,4 triliun.
Johanes Supriadi, Corporate Secretary PT Central Omega Resources Tbk mengatakan rencana rights issue masih berjalan. Sayangnya ia belum dapat menyampaikan kapan pastinya perusahaan penambangan nikel ini akan melaksanakan rights issue.
“Kami memang belum bisa banyak memberikan informasi karena masih dalam pembicaraan dengan calon mitra strategis dari luar negeri,” katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (15/11).
Baca Juga: Simak rekomendasi analis untuk saham emiten logam dan mineral
Dalam catatan Kontan.co.id, perusahaan akan menggunakan dana dari aksi korporasi tersebut untuk pembangunan smelter feronikel tahap dua. Rencananya proyek smelter feronikel yang berlokasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah bakal rampung pada kuartal II-2022. Guna melancarkan pembangunan smelter feronikel ini DKFT memerlukan dana sebesar US$ 500 juta.
Sebelumnya manajemen menyatakan sumber dana terdiri dari 30% modal sendiri dari perusahaan dan 70% pembiayaan bank. Dari 30% tersebut atau kurang lebih sekitar US$ 150 juta, DKFT akan mengambil porsi 40% setara US$ 60 juta, sementara sisanya dari mitra strategis.
Dengan adanya pengembangan itu, nantinya total kapasitas smelter feronikel menjadi 250.000 metrik ton per tahun. Sementara ini kapasitas yang sudah beroperasi atau tahap satu sebesar 100.000 metrik ton.
Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menilai rencana rights issue DKFT secara umum akan memberikan sentimen positif lantaran bertujuan untuk investasi perusahaan.
Meski begitu, larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah akan menjadi sentimen negatif dalam jangka pendek hingga menengah untuk DKFT.
Secara jangka panjang, larangan ekspor bijih nikel ini akan berdampak positif karena bertujuan untuk menggeber pembangunan smelter.
Baca Juga: Central Omega Resources terkendala ketersediaan tenaga kerja asing
“Nanti penjualan tidak dalam bentuk mentah lagi, sudah dilakukan tahap pencucian dan lain sebagainya. Nah hasilnya jauh lebih besar dibandingkan perusahaan hanya menjual bijih nikel yang masih mentah,” paparnya.
Ia menyarankan investor untuk wait and see mengingat tren harga DKFT masih cenderung turun dan belum ada sinyal transisi untuk membalikkan arah.
Pada penutupan perdagangan Jumat (15/11), saham DKFT ditutup melemah 1,70% ke harga Rp 173 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News