Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan untuk kinerja emiten BUMN Karya makin berat. Tak hanya dari industri, tetapi juga akibat kurangnya dukungan dari pemerintah.
Asal tahu saja, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa dirinya menggandeng pihak swasta untuk menggarap sebagian besar proyek infrastruktur di Tanah Air.
Menurut Prabowo, proyek infrastruktur sebagian besar bakal diserahkan oleh pihak swasta agar lebih efisien. Sebab, pihak swasta dianggap lebih berpengalaman.
"Infrastruktur sebagian besar saya berikan kepada swasta. Mereka lebih efisien, efektif, dan berpengalaman," ujarnya saat menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia, di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (16/1).
Ucapan Presiden Prabowo pun sejalan dengan rancangan anggaran belanja infrastruktur 2025 yang turun 5,29% ke Rp 400,3 triliun di tahun 2025.
Baca Juga: Waspada! IHSG Bakal Semakin Volatile Menjelang Pelantikan Trump
Selain itu, sempat terjadi “rebutan” anggaran antara belanja infrastruktur dan belanja untuk program makan bergizi gratis (MBG).
Namun, berdasarkan catatan Kontan, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Dedek Prayudi menyampaikan bahwa anggaran program MBG tidak memangkas anggaran infrastruktur.
Menurut Dedek, yang terjadi adalah pengalihan anggaran infrastruktur APBN untuk turut membantu pembangunan manusia.
“Sementara, infrastruktur tetap dibangun. Cuma, sekarang peran swasta akan lebih ditingkatkan,” katanya, Jumat (17/1).
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menyambut baik keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur Tanah Air.
“Ini membuka peluang kerjasama strategis dan meningkatkan kapasitas pembangunan lebih besar untuk meningkatkan ketahanan nasional,” ujar Sekretaris Perusahaan WIKA, Mahendra Vijaya, kepada Kontan, Jumat (17/1).
Untuk tahun 2025, WIKA masih menjajaki sejumlah proyek potensial, sehingga belum bisa menyampaikan target nilai kontrak baru. Yang jelas, perusahaan konstruksi pelat merah ini bakal menyasar proyek infrastruktur pemerintah yang mendukung ketahanan nasional di sepanjang tahun 2025.
“Selain itu, WIKA juga siap melaksanakan proyek-proyek EPCC yang menunjang ketahanan energi dan industri hilirisasi,” ungkapnya.
Senada, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) pun tidak masalah dengan keterlibatan pihak swasta dalam menggarap proyek infrastruktur di Tanah Air.
Corporate Secretary ADHI Rozi Sparta mengatakan, Kementerian PU tengah membidik dukungan pembiayaan dari swasta untuk proyek Infrastruktur, yang salah satunya lewat Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Baca Juga: Rekomendasi Saham Pilihan & Arah IHSG di tengah Sentimen Pelantikan Donald Trump
Kementerian PU menyasar 34 proyek yang dibangun dengan skema KPBU, yang mana 14 proyek menyasar sektor sumber daya air, 10 proyek sektor jalan, dan sisanya merupakan proyek permukiman dan perumahan.
Dengan pengalaman dan kompetensi ADHI, mengelola proyek skema KPBU tentunya akan memberikan peluang bagi perseroan untuk dapat memaksimalkan kerjasama dengan swasta dalam pengerjaan proyek-proyek tersebut.
“Saat ini, ADHI memiliki pengalaman dalam mengerjakan proyek dengan skema KPBU untuk pengerjaan jalan, termasuk jalan tol hingga fasilitas pengolahan air bersih,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (18/1).
Di tahun 2025, ADHI menargetkan pertumbuhan nilai kontrak baru sebesar 30%-40% dari raihan tahun lalu.
Nilai tersebut ditargetkan masih didominasi oleh lini bisnis engineering & construction sebesar 84%. Kemudian, lini bisnis property berkontribusi 8%, manufacture 6%, serta investment & concession 2%.
“Dari sisi pemberi kerja, sebesar 24% dari pemerintah, 33% dari BUMN dan BUMD, 20% dari Swasta, 15% dari Loan, dan sisanya dari ADHI,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (18/1).
Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menilai, rencana keterlibatan swasta dalam proyek strategis berskala besar akan menjadi sentimen buruk bagi kinerja BUMN Karya.
“Hal itu bisa membuat kontrak yang diperoleh oleh emiten BUMN Karya berkurang, sehingga laba mereka bisa berkurang juga,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (17/1).
Jika dilihat dari kinerja harga sahamnya, WIKA menjadi jawara di antara rekan sejawatnya pada tahun 2024. Meskipun suspensi baru di buka di awal tahun 2024, saham WIKA mampu mengalami kenaikan harga sebesar 1,67% di sepanjang tahun 2024.
Sementara, dari kinerja keuangan, PTPP yang menjadi jawara, karena labanya naik 11,49% secara tahunan alias year on year (YoY) per kuartal III 2024.
Untuk yang jadi juara secara pergerakan harga saham adalah WIKA, dengan kenaikan harga saham di tahun 2024 sebesar 19,66%. Untuk kinerja adalah PTPP yang kinerjanya meningkat 11,49% per Q3 2024.
Menurut Andhika, kinerja BUMN Karya di tahun 2024 tergolong masih berat, karena merupakan tahun politik dan para emiten masih menunggu kebijakan presiden baru yang terpilih. Selain itu, suku bunga Bank Indonesia (BI) juga masih tinggi tahun lalu.
“Di tahun 2025, prospek emiten BUMN Karya juga masih berat, karena penurunan anggaran infrastruktur dan terlibatnya pihak swasta ke proyek infrastruktur pemerintah tersebut,” ungkapnya.
Alhasil, Andhika pun belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten BUMN Karya. “Pergerakan saham emiten BUMN Karya masih downtrend, sehingga wait and see lebih dulu,” paparnya.
Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman melihat, salah satu sentimen baik yang bisa memengaruhi kinerja emiten BUMN Karya justru berasal dari rencana penggabungan alias merger emiten kosntruksti pelat merah.
Meskipun memang bukan berita baru, tetapi proses penggabungan tersebut bisa membantu kinerja keuangan para emiten BUMN Karya di masa mendatang.
“Apabila ini bisa direalisasikan, dapat memberikan sentimen positif. Dengan catatan, adanya penambahan dana dalam nilai tertentu agar perusahaan-perusahaan tersebut lebih sehat,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (17/1).
Selain itu, perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah tersebut diharapkan bisa lebih selektif dalam pemilihan proyek strategis.
“Sehingga, proyek tersebut tidak memberatkan arus kas perusahaan dalam jangka waktu tertentu,” paparnya.
Secara analisis teknikal, Fath melihat kinerja saham emiten BUMN Karya, seperti WIKA, ADHI dan PT PP Tbk (PTPP) saat ini masih dalam fase down trend dan belum ada perubahan. Alhasil, belum ada rekomendasi saham untuk ketiga emiten tersebut.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas melihat, kinerja BUMN Karya masih diselimuti sentimen negatif.
Sentimen positif hanya berasal dari perbaikan kinerja dan dampak positif atas restrukturisasi. Hal itu juga sempat membuat pasar merespons positif dan meningkatkan harga sahamnya, seperti yang terjadi pada kinerja saham WIKA
Namun, sentimen itu juga tidak bertahan lama. Sebab, tingkat kepercayaan pelaku pasar belum sepenuhnya pulih kepada emiten BUMN Karya, sehingga tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir bisa berlanjut.
“Apalagi, ditambah anggaran infratruktur untuk tahun 2025 yang mengalami penurunan, khususnya di sektor kontruksi yang tercatat turun signifikan anggarannya,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (17/1).
Jika melihat sentimen penurunan anggaran pemerintah pada 2025, pelaku pasar akan cenderung wait and see pada saham-saham BUMN Karya.
“Pasar akan melihat perkembangan terbaru lagi nantinya, seperti kelanjutan pembangunan IKN atau proyek strategis lainnya,” paparnya.
Selain itu, sentimen negatif untuk emiten BUMN Karya di tahun 2025 bisa datang dari proses restrukturisasi utang yang belum selesai, proyek-proyek yang tertunda, kenaikan biaya produksi akibat pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“Proses hukum sejumlah kasus yang dihadapi emiten BUMN Karya yang berlarut-larut juga bisa menghambat kinerja mereka,” tuturnya.
Sedangkan, sentimen positif akan meningkat kinerja emiten BUMN Karya jika pemulihan ekonomi baik dan mendongkrak permintaan jasa konstruksi.
“Kejelasan regulasi, efisiensi biaya dan keberhasilan restrukturisasi utang juga bisa memberikan dampak positif,” ungkapnya.
Menurut Sukarno, emiten BUMN Karya yang berpotensi menjadi jawara di tahun ini adalah WIKA. Ini tercermin dari peningkatan harga saham WIKA di tahun lalu yang berpotensi berlanjut di tahun 2025 ini.
Namun, hal itu hanya bisa terjadi jika WIKA berhasil mempertahankan hingga meningkatkan kinerja operasionalnya.
“Sedangkan, jika dilihat dari sisi kinerja fundamental, yang baik dan pantas menjadi jawara di tahun 2025 adalah ADHI dan PTPP,” katanya.
Sukarno melihat, rekomendasi jangka pendek untuk emiten BUMN Karya adalah wait and see atau netral. Jika investor sudah pegang saham emiten BUMN Karya, rekomendasinya bisa hold untuk PTPP, ADHI, dan WIKA dengan target harga masing-masing Rp 370 per saham, Rp 230 per saham, dan Rp 270 per saham.
“Hati-hati jika tren harga berlanjut turun dan batasi risiko jika breakdown di level support,” ujar Sukarno.
Baca Juga: Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (20/1)
Selanjutnya: BPKH Kaji Pengembangan Lahan dan Bandara Alternatif di Arab Saudi
Menarik Dibaca: Film 1 Kakak 7 Ponakan Siap Sentuh Hati Penonton Bioskop
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News