kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.524.000   9.000   0,59%
  • USD/IDR 16.200   -100,00   -0,62%
  • IDX 7.140   59,62   0,84%
  • KOMPAS100 1.065   7,83   0,74%
  • LQ45 834   7,04   0,85%
  • ISSI 216   0,04   0,02%
  • IDX30 428   4,24   1,00%
  • IDXHIDIV20 515   3,00   0,59%
  • IDX80 122   1,08   0,89%
  • IDXV30 126   -0,12   -0,09%
  • IDXQ30 143   0,86   0,61%

Simak Strategi Atur Ulang Portofolio Investasi di Tahun 2025


Senin, 30 Desember 2024 / 05:00 WIB
Simak Strategi Atur Ulang Portofolio Investasi di Tahun 2025
ILUSTRASI. Jumat (27/12) kemarin, IHSG ditutup di level 7.036. IHSG sudah terkoreksi 3,25% sejak awal tahun alias year to date (YTD).


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volatilitas pasar yang tinggi jelang pergantian tahun menjadi hal penting yang harus diperhatikan investor dalam mengatur ulang portofolionya di tahun 2025.

Lihat saja, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak bagus-bagus amat. Pada perdagangan hari Jumat (27/12) kemarin, IHSG ditutup di level 7.036. IHSG sudah terkoreksi 3,25% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Aliran dana asing tercatat keluar dari bursa sebesar Rp 28,92 triliun di pasar reguler sejak awal tahun 2024. Sebaliknya, terjadi net buy asing di seluruh pasar sebesar Rp 15,22 triliun YTD.

Sejumlah sektor pun tercatat berkinerja positif di sepanjang tahun 2024. Sektor energi melesat paling tinggi, dengan kinerja IDX Energy naik 26,53% YTD.

Baca Juga: Banyak Sentimen Negatif Dalam & Luar Negeri, Rupiah Diperkirakan Tertekan Tahun Depan

Sektor kedua tertinggi kinerjanya adalah sektor properti & real estate yang naik 5,7% YTD. Ketiga, ada sektor kesehatan yang naik 4,73% YTD.

Di sisi lain, sektor transportasi dan logistik berkinerja paling buruk, anjlok 19,26% YTD. Di posisi kedua terburuk, ada sektor teknologi yang turun 12,51% YTD. Persis di depannya, ada sektor perindustrian yang turun 6,88% YTD.

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi melihat, tahun 2024 merupakan tahun yang penuh tantangan.

Sebut saja, ada kebijakan suku bunga bank sentral yang masih ketat, kenaikan tensi geopolitik, fluktuasi nilai mata uang, hingga pemilihan presiden, khususnya di Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

“Hal ini mendorong kinerja yang lebih penuh tantangan untuk emiten yang sensitif terhadap perubahan dinamika ekonomi makro atau yang termasuk dalam kategori cyclical,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/12).

Baca Juga: Rekomendasi Saham Multibagger yang Naik Ratusan hingga Ribuan Persen pada Tahun 2024

Akibatnya, kinerja keuangan sejumlah emiten lintas sektor dalam kategori cyclical di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun melambat, yang akhirnya membuat kinerja saham mereka anjlok.

Dari sektor perbankan, laba bersih PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik hanya 2,59% secara tahunan alias year on year (YoY) per September 2024. Saham emiten perbankan pelat merah itu pun sudah anjlok 28,38% YTD.

Raihan laba bersih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 7,56% YoY per kuartal III 2024, sementara kinerja sahamnya turun 4,13% YTD. Laba bersih PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 3,52% YoY per kuartal III, tetapi sahamnya terkoreksi 18,88% YTD.

Dari sektor industri, PT Astra Internasional Tbk (ASII) laba bersihnya hanya naik 0,63% YoY per September 2024, dengan penurunan harga saham sebesar 12,74% YTD.

Dari sektor Infrastruktur, laba bersih PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menyusut 9,35% YoY per kuartal III 2024 dan sahamnya anjlok 30,38% YTD.

Baca Juga: Insentif PPN DTP Berlanjut di 2025, Simak Rekomendasi Saham CTRA, SMRA, PWON, LPKR

Sedangkan, emiten berkategori defensif memiliki keunggulan yang lebih kompetitif di tengah volatilitas pasar. Sejumlah emiten juga didorong oleh stabilitas permintaan dan harga komoditas di sepanjang tahun 2024.

Alhasil, emiten berkategori defensif memiliki kinerja keuangan yang lebih positif, serta sejalan dengan performa harga saham mereka.

Menurut Audi, harga saham emiten energi, konsumer, bahan baku, properti, dan kesehatan pun tercatat cenderung naik secara YTD.

Dari sektor energi ada PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) yang sahamnya naik 361,25% YTD. Dari sektor properti, ada PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang kinerja sahamnya naik 226,53% YTD.

Dari sektor bahan baku, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) sahamnya naik 26,34% YTD dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) yang sahamnya naik 95,29% YTD.

Sementara, dari sektor konsumer, ada PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan kenaikan kinerja saham 19,38% YTD.

Baca Juga: Cek Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (30/12)

Audi melihat, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 akan berpotensi melemahkan daya beli masyarakat kelas menengah. Hal itu bisa menekan laju konsumsi domestik pada tahun depan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, nilai konsumsi Kelas Menengah dan Menuju Kelas Menengah mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat Indonesia.

“Oleh karena itu, tertekannya kelas menengah berpotensi menekan konsumsi dalam negeri, yang pada akhirnya cenderung memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Di tahun 2025, emiten yang defensif serta emiten sektor bahan baku akan lebih baik kinerjanya di tengah volatilitas pasar domestik dan global. Permintaan komoditas juga berpotensi masih stabil di tahun depan.

“Potensi melambatnya laju penurunan suku bunga pada tahun 2025 juga akan membuat emiten yang sensitif dengan kebijakan ekonomi makro dan suku bunga bisa menghadapi tantangan berat di tahun depan,” tuturnya.

Baca Juga: IHSG Menguat 0,75% Sepekan, Saham-Saham Bank Masuk Top Leaders

Di sisi lain, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 27 Desember 2024 tercatat tinggi di level 77,19 basis poin (bps). Namun, Audi belum melihat hal tersebut menunjukkan peningkatan risiko kredit serta tanda ketidakstabilan ekonomi.

Sebab, jika berkaca dalam tiga tahun terakhir, kondisi CDS hari ini masih tergolong rendah. Terlebih, jika dibandingkan dengan kondisi saat Pandemi Covid-19 dan awal mula era suku bunga acuan tinggi.

“Di tahun 2025, pergerakan IHSG juga akan cenderung lebih konservatif dengan target base di level 7.820 dan skenario bearish ke level 6.850,” paparnya.

Dengan kondisi pasar di periode pergantian tahun tersebut, Audi menyarankan investor untuk terus memperhatikan dinamika ekonomi makro dalam negeri, kebijakan pemerintah, hingga kondi geopolitik yang berpotensi lanjut hingga tahun depan.

“Sehingga, alokasi portofolio bisa disesuaikan dengan kondisi yang menguntungkan untuk sektor tertentu. Selain itu, kinerja masing-masing emiten juga menjadi faktor penting, terlebih setelah disesuaikan dengan kinerja kuartal IV 2024,” paparnya.

Audi pun merekomendasikan beli untuk saham ANTM dengan target harga Rp 1.900 per saham, EXCL dengan target harga Rp 2.600 per saham, ICBP dengan target harga Rp 14.900 per saham, JPFA dengan target harga Rp 2.040 per saham, TLKM dengan target harga Rp 3.200 per saham, dan UNTR dengan target harga Rp 31.900 per saham.

Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan IHSG untuk Awal Pekan (30/12)

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, sejumlah sektor yang bakal berkinerja baik di tahun 2025 adalah sektor komoditas, barang baku, dan energi, terutama energi baru terbarukan (EBT).

Di tahun 2025, IHSG diproyeksikan bakal menyentuh level 7.800. syaratnya, pertumbuhan ekonomi riil minimal sebesar 5% pada tahun depan.

“Saya meragukan iklim investasi bisa lebih bagus di tahun depan. Dengan tingginya CDS, pertumbuhan ekonomi riil juga hanya di kisaran 5%,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/5).

Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi melihat, pasar modal negara berkembang akan menghadapi tantangan yang berat di tahun 2025.

Sentimennya berasal dari meningkatnya kurs dolar AS terhadap rupiah, kebijakan inflasi, serta proteksionisme perdagangan negara maju yang merugikan negara berkembang. Di sisi lain, kebijakan proteksionisme perdagangan itu akan memberikan keuntungan baik pasar negara maju, khususnya AS.

“Untuk kinerja aset investasi, era imbal hasil surat utang tinggi akan terjadi dalam masa waktu yang lebih panjang di tahun depan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/12).

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham dan Prospek Emiten Sektor Energi yang Melejit di 2024

Menurut Eri, kenaikan CDS Indonesia 5 tahun disebabkan oleh kebijakan The Fed yang memangkas indikasi penurunan suku bunga pada tahun depan. Indikasi penurunan suku bunga di tahun 2025 semula sebanyak empat kali, lalu menjadi dua kali saja di tahun depan.

“Tingginya suku bunga AS membuat dolar AS menguat dan membuat mata uang pasar berkembang jadi melemah,” ungkapnya.

Di tahun 2025, ada banyak sentimen global yang perlu diwaspadai investor lantaran akan memengaruhi kinerja aset portofolio.

Untuk investor konservatif, Eri menyarankan, berinvestasi di Reksadana pasar uang sebanyak 50%-75% dan reksadana pendapatan tetap 25%-50%.

Untuk investor moderat, bisa memilih reksadana pasar uang sebesar 30%-50%, reksadana pendapatan tetap 40%-50%, serta reksadana campuran dan reksadana saham 30%-40%.

Untuk investor agresif, bisa memilih reksadana pasar uang 20%-30%, reksadana pendapatan tetap 20%-30%, serta reksadana campuran dan reksadana saham 40%-60%.

“Saham-saham yang menarik diperhatikan pada tahun 2025 adalah sektor consumer utamanya. Sektor perbankan dan telekomunikasi juga akan tetap menarik. Target pertumbuhan earning per shares (EPS) mereka di tahun depan ada di antara 5%-9%,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×