Reporter: Rashif Usman | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fluktuasi nilai tukar rupiah dinilai dapat berdampak pada inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year on year/yoy) pada Januari 2025 hanya sebesar 0,76%.
Kendati inflasi Indonesia saat ini tergolong rendah, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini berpotensi menekan harga barang yang bergantung pada impor.
Economist PT Panin Sekuritas Tbk Felix Darmawan mengatakan meskipun inflasi tahunan hanya 0,76% per Januari 2025, depresiasi rupiah meningkatkan biaya impor dan produksi, terutama bagi sektor yang bergantung pada bahan baku luar negeri.
Hal ini menciptakan imported inflation, yang pada akhirnya tetap bisa mendorong kenaikan harga barang dan menekan daya beli masyarakat, meskipun secara data inflasi terlihat terkendali dan bahkan berada di bawah batas dari target pemerintah.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Pilihan saat Inflasi Rendah dan Volatilitas Rupiah
Dalam kondisi ini, sektor saham yang bergantung pada impor, seperti otomotif dan manufaktur berbasis bahan baku luar, berpotensi mengalami tekanan.
Sebaliknya, sektor saham yang paling diuntungkan dalam kondisi saat ini ialah perusahaan dengan pendapatan berbasis ekspor.
Misalnya, pada sektor batubara ada PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Kemudian, sektor minyak dan gas meliputi, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Elnusa Tbk (ELSA). Sektor minyak kelapa sawit (CPO) ada PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Terakhir, sektor nikel ialah emiten seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
"Pelemahan nilai tukar rupiah memberikan keuntungan bagi mereka karena meningkatkan konversi pendapatan dalam mata uang rupiah. Namun, jangan lupakan faktor lainnya seperti harga komoditas acuan dari masing-masing emiten," kata Felix kepada Kontan, Jumat (7/2).
Baca Juga: IHSG Tersungkur 5,16% Sepekan, Simak Proyeksi Analis untuk Pekan Depan
Saran Bagi Investor
Dalam situasi ini, investor jangka pendek disarankan fokus pada saham berbasis ekspor yang diuntungkan dari pelemahan rupiah. Sementara itu, investor jangka panjang bisa mulai mengakumulasi saham konsumsi dan teknologi yang valuasinya sedang menarik.
Pelaku pasar perlu mencermati kebijakan Bank Indonesia, karena jika suku bunga dinaikkan untuk menstabilkan rupiah, sektor properti dan infrastruktur yang berbasis utang besar bisa terkena dampak negatif.
Sebaliknya, jika suku bunga berpeluang dipangkas maka dapat berdampak positif pada sektor perbankan dan juga properti yang sensitif pada suku bunga.
Oleh karena itu, strategi investasi harus tetap selektif dengan memilih emiten yang memiliki hedging alami terhadap depresiasi rupiah.
Tonton: Kejatuhan Saham-Saham Emiten Prajogo Pangestu di Tengah Manuver Tak Biasa MSCI
Selanjutnya: Begini Kondisi Rasio BOPO di Sejumlah Perusahaan Multifinance
Menarik Dibaca: 10 Makanan yang Sehat bagi Penderita Diabetes agar Tubuh Tidak Lemas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News