kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak saran analis agar tak nyangkut di saham yang berpotensi delisting


Kamis, 14 Januari 2021 / 07:30 WIB
Simak saran analis agar tak nyangkut di saham yang berpotensi delisting


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan adanya sejumlah saham yang berpotensi dihapuskan pencatatannya di bursa (delisting). Saham-saham tersebut memiliki persentase kepemilikan publik yang lumayan besar.

Salah satunya adalah PT Magna Investama Mandiri Tbk (MGNA). Mengutip keterbukaan informasi di laman BEI, Jumat (8/1), saham MGNA telah disuspensi di seluruh pasar selama 1 tahun dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 8 Januari 2022. Emiten ini memiliki persentase kepemilikan publik sebesar 52,09%.

Juga ada saham SUGI, yang kepemilikan publiknya mencapai 66,23%. Adapun per tanggal 1 Januari 2021 saham SUGI telah disuspensi selama 18 bulan. Masa suspensi saham emiten di sektor migas ini akan mencapai 24 bulan pada 1 Juli 2021.

Sebenarnya, para pemilik saham yang berpotensi delisting ini bisa menjual sahamnya di pasar negosiasi, ketika sahamnya akan didepak dari bursa. Namun, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, cukup sulit untuk saham tersebut bisa terjual. “Karena sedikit sekali orang yang mau beli saham calon delisting, habis beli tidak bisa menjual lagi walaupun perusahaannya masih beroperasi,” ujar William kepada Kontan.co.id, Rabu (13/1).

Baca Juga: Terkait emiten yang berpotensi delisting, ini upaya perlindungan investor oleh BEI

Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas juga menilai melakukan penjualan saham di pasar negosiasi  akan sulit terjadi. Hal ini lebih dikarenakan minat beli pelaku pasar yang cukup kecil terhadap emiten yang berpotensi di-delisting.

Dia menyarankan,  investor bisa melihat kondisi fundamental perusahaan terkait agar terhindar dari nyangkut di saham berpotensi delisting. “Seperti kemampuan perusahaan dalam mencetak laba, posisi utang juga. Cashflow perusahaannya, dan terakhir valuasinya,” terang Sukarno kepada Kontan.co.id, Rabu (13/1).

Baca Juga: Catat, ini sejumlah emiten yang berpotensi terdepak dari bursa

Dia menambahkan, pelaku pasar juga bisa menghindari saham apabila kepemilikan publiknya mendekati 80%-100%. Semakin tinggi persentase publik akan berpotensi ditinggal oleh pemiliknya. “Secara tidak langsung, ini tidak bagus. Karena saham yang bagus tidak mungkin dijual terus ke pasar,” sambung dia.

William juga mengamini, faktor fundamental menjadi salah satu faktor utama yang bisa dijadikan acuan untuk memilih saham. Sisanya, pergerakan harga bisa diikuti secara teknikal untuk jangka pendek. “Karena kita juga tahu bahwa saham-saham berfundamental jelek pun sebenarnya tetap bisa naik harganya tapi risiko lebih besar,” pungkas dia.

Terakhir, notasi khusus yang disematkan kepada saham emiten tertentu bisa membantu investor dalam memilah saham. 

Baca Juga: IHSG naik lima hari berturut-turut, ada potensi profit taking pada Kamis (14/1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×