kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Simak Rekomendasi Saham Lapis Kedua di Tengah Kenaikan IHSG


Sabtu, 31 Mei 2025 / 07:05 WIB
Simak Rekomendasi Saham Lapis Kedua di Tengah Kenaikan IHSG
ILUSTRASI. Para analis memberikan rekomendasi saham pilihan untuk saham lapis kedua di tengah penguatan IHSG


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampil perkasa dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu turut memberikan ruang peningkatan kinerja bagi saham lapis kedua alias second liner.

Asal tahu saja, IHSG parkir di level 7.175 pada akhir perdagangan Rabu (28/5). IHSG sudah naik 7,44% dalam sebulan terakhir dan menguat 1,35% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Di saat bersamaan, kinerja indeks yang identik dengan saham second liner tampak berbeda arah. Lihat saja, IDX SMC Composite naik 1,64% YTD per 28 Mei 2025, sedangkan IDX SMC Liquid malah turun 0,17% YTD. 

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila melihat, perbedaan kinerja kedua indeks tersebut karena adanya perbedaan pandangan pasar atas kinerja emiten konstituennya.

Pasar lebih suka melihat kinerja konstituen IDX SMC Composite dibandingkan konstituen IDX SMC Liquid. Ada optimisme terhadap pertumbuhan fundamental kinerja IDX SMC Composite ke depan, terutama ke eksposur beberapa sektor seperti komoditas atau rite.

Baca Juga: Catat, Saham-Saham Ini Jadi Penopang Utama IHSG hingga Akhir Mei 2025

Untuk konstituen di IDX SMC Liquid, potensi pergerakannya lebih besar dipengaruhi oleh para investor yang mencari momentum profit taking. 

“Beberapa investor institusi juga memilih rotasi ke saham-saham big caps atau growth,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (29/5).

VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengatakan, perbedaan performance dari indeks IDX SMC Liquid dan IDX SMC Composite disebabkan dua hal utama.

Pertama, bobot konstituen terhadap indeks secara keseluruhan. “Hal ini menyebabkan pergerakan IDX SMC Liquid lebih sensitif,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (29/5).

Kedua, penopang indeks beragam dan tematik. Misalnya, kinerja emiten konstituen IDX SMC Composite ditopang sektor teknologi, barang baku, dan perbankan.

Audi mencontohkan, pergerakan saham PT PAM Mineral Tbk (NICL) mampu naik 440,38% YTD, PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) naik 390,24% YTD, PT Bank Permata Tbk (BNLI) naik 157,14% YTD, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) 103,93% YTD.

Sedangkan emiten konstituen IDX SMC Composite lebih didominasi oleh sektor barang baku, energi dan infrastruktur. 

Tengok saja, ada ANTM, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang naik 44,39% YTD, PT PP Tbk (PTPP) 35,12% YTD, dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) naik 25,47% YTD. 

Baca Juga: IHSG Berpeluang Menembus 7.300 di Juni, Ini Sektor Unggulan yang Bisa Dicermati

Menurut Indy, saham second liner juga memiliki fluktuasi atau volatilitas yang berbeda jika dibandingkan dengan big caps. Sebab, kapitalisasi pasar saham second liner lebih ke menengah-kecil dan punya volume perdagangan yang lebih rendah.

Ke depan, sentimen penggerak emiten lapis dua berasal dari ekspektasi pemulihan ekonomi, insentif pemerintah ke beberapa sektor, dan pemantauan atas kinerja keuangan masing-masing emiten.

Jika IHSG bisa makin kuat ke depan, saham-saham fundamental kuat juga akan berpotensi naik juga, baik dari sisi profitabilitas maupun likuiditas. 

“Namun, jika IHSG turun, likuiditas saham emiten lapis dua akan ikut turun lantaran bisa terjadi peningkatan penjualan,” ungkapnya.

Emiten lapis kedua dari sektor komoditas minyak, perbankan, dan ritel bisa menjadi jawara di tahun 2025. Sentimen positifnya berasal dari proyeksi normalisasi harga komoditas, penurunan suku bunga acuan, dan insentif pemerintah.

“Fundamental dan valuasi penting diperhatikan investor sebelum memilih saham lapis kedua. Lalu, lihat juga kondisi makroekonomi ke depan terhadap kinerja keuangan para emiten,” katanya.

Baca Juga: BEI Umumkan Evaluasi Mayor Indeks Syariah, BRPT dan JSMR Jadi Sorotan

Indy pun melihat saham ACES, TAPG, BNGA, dan BBYB menarik untuk dilirik investor dengan target harga masing-masing Rp 700 per saham, Rp 1.020 per saham, Rp 1.900 per saham, dan Rp 300 per saham.

Sementara, Audi berpandangan, kinerja beberapa saham emiten second liner cenderung outperformed alias lebih bagus jika dibandingkan dengan kinerja emiten big caps.

Alasannya, ekspansi para emiten yang berdampak proyeksi positif pada kinerja keuangan, kenaikan harga komoditas khususnya untuk barang baku yang mendorong spekulasi pasar, serta kinerja positif para emiten di kuartal I 2025 di tengah ketidakpastian global.

“Sedangkan gerak saham emiten big caps lebih sensitif pada kebijakan dan ketidakpastian ekonomi global, terlebih untuk sektor keuangan yang menguasai kapitalisasi pasar terbesar,” paparnya.

Namun, ada beberapa sentimen dapat mempengaruhi terjadinya kembali rotasi dari emiten second liner ke emiten big caps.

Pertama, potensi penghapusan tarif Amerika Serikat (AS) seiring dengan keputusan pengadilan federal AS yang memblokir kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.

Kedua, The Fed yang cenderung lebih dovish dengan target pemangkasan suku bunga acuan mereka sebesar 25-50 basis poin (bps) hingga Desember 2025.

Ketiga, stabilitas ekonomi makro dalam negeri seiring dengan penguatan rupiah terhadap dolar AS dan terjaganya inflasi sesuai dengan target Bank Indonesia (BI).

Keempat, realisasi pasar terhadap valuasi big caps, pasca penurunan signifikan dari awal tahun 2025 yang cenderung membuat valuasi big caps menarik. 

 

Terakhir, capital inflow ke pasar saham seiring dengan kekhawatiran utang AS dan pasar yang mencari alternatif imbal hasil yang lebih tinggi.

Menurut Audi, kelima sentimen itu dapat mendorong terjadinya spotlight kembali ke saham-saham big caps. Sehingga, investor saat ini bisa mulai melakukan rebalancing terhadap emiten big caps.

“Meski demikian, investor masih dapat memanfaatkan dalam jangka pendek atau trading untuk second liner seiring dengan volatilitas yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Audi pun merekomendasikan beli untuk BIRD, AUTO, BNGA, CTRA, dan MEDC dengan target harga masing-masing Rp 2.200 per saham, Rp 2.480 per saham, Rp 1.940 per saham, Rp 1.340 per saham, dan Rp 1.380 per saham. Rekomendasi trading buy juga disematkan untuk ARTO dengan target harga Rp 2.400 per saham.

Selanjutnya: Darma Henwa (DEWA) Daftarkan Jaminan Atas Fasilitas Kredit, Segini Nilainya

Menarik Dibaca: 5 Manfaat Sunscreen SPF 50 untuk Wajah, Cocok untuk Kulit yang Gampang Belang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×