Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah membuka keran izin ekspor mineral mentah untuk tujuh komoditas, yakni, konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat timbal, konsentrat seng, konsentrat mangan, bauksit serta nikel.
Kebijakan ini akan berlaku untuk setahun ke depan. Adanya pembukaan izin ekspor mineral tentu menjadi kabar baik bagi perusahaan tambang produsen mineral mentah.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebagai salah satu emiten pertambangan berpotensi mendapat katalis positif dari kebijakan tersebut.
Walau demikian, analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menilai, kebijakan ini secara umum tidak memberi efek yang signifikan pada kinerja PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) ke depan.
Baca Juga: Saham-saham ini banyak ditadah asing ketika IHSG kembali merosot pada Kamis (25/3)
“Melihat konten yang diizinkan oleh ESDM, nickel ore tidak termasuk dalam pembukaan izin ekspor. Sementara itu, ekspor nikel yang diizinkan juga termasuk yang telah memiliki value added atau telah melalui pemurnian, bukan bijih nikel. Sehingga menurut kami (kebijakan tersebut) belum akan memberi efek ke ANTM,” terang Dessy kepada Kontan.co.id, Kamis (25/3).
Senada, analis NH Korindo Sekuritas Maryoki Pajri Alhusnah justru menilai kebijakan tersebut tidak terlalu berdampak ke ANTM. Menurutnya, dampaknya cenderung minor mengingat pendapatan ANTM itu didominasi oleh kontribusi dari emas dan feronikel.
“Kinerja ANTM pada tahun ini sebenarnya lebih dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, khususnya emas dan nikel. Dari sisi produksi dan volume penjualan, kami melihat ANTM akan mengalami pertumbuhan walaupun memang belum signifikan,” kata Maryoki
Ia menjelaskan, dari sisi produksi, ANTM cenderung mengalami hambatan seiring masih terjadinya fenomena La Nina atau cuaca ekstrem lainnya yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Namun, secara jangka panjang, Maryoki optimistis produksi dan volume penjualan ANTM masih akan meningkat.
Dessy secara khusus menyoroti potensi nikel sebagai faktor utama yang mendorong kinerja ANTM ke depan. Ia menjelaskan, produk nikel ANTM sendiri terdiri dari dua produk, yakni ferronikel yang menyasar pasar ekspor.
Serta nickel ori yang lebih diperuntukkan untuk smelter di dalam negeri. Oleh karena itu, Dessy meyakini sentimen nikel justru akan lebih menjadi faktor pendorong bagi kinerja ANTM ke depan.
Baca Juga: Harga naik Rp 3.000, ini daftar lengkap harga emas Antam untuk siangi ini (25/3)
Ia menyebut, terdapat pendorong dari peningkatan volume nickel ore ANTM yang diserap di smelter dalam negeri. Walau sempat terkena isu bahwa Tesla akan menggunakan material lain selain nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), hal tersebut hanya akan menekan harga secara jangka pendek.
“Industri nikel telah bertahan cukup lama sebelum isu EV battery, yaitu sebagai bahan baku industri stainless steel. Menurut kami masih ada potensi pertumbuhan permintaan dari industri stainless steel,” tambah Dessy.
Dessy memperkirakan harga nikel global tahun ini berada pada rata-rata US$ 17,300 per ton. Sementara untuk emas. Dessy menilai tahun ini pergerakan harganya akan cenderung lebih stabil seiring ekspektasi ekonomi global dan Indonesia yang akan mulai pulih. Namun dari sisi volume, ia memperkirakan permintaan masih akan bertumbuh.
Sementara Maryoki mengekspektasikan harga nikel akan berada pada kisaran US$ 16.000-US$ 17.000 per ton untuk tahun ini. Dirinya memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan seperti yang terjadi awal tahun 2021.
Untuk harga emas, ia memperkirakan akan cenderung turun dari tahun lalu dan stabil di kisaran US$ 1.700 - US 1.800 per ons troi seiring dengan pemulihan ekonomi yang sedang berjalan ini.
“Salah satu faktor yang dapat mendongkrak kinerja ANTM tahun ini adalah selesainya smelter feronikel ANTM yang berada di Halmahera. Smelter ini ditargetkan dapat memproduksi sebanyak 13.500 Tni feronikel per tahun,” imbuh Maryoki.
Baca Juga: Freeport dan Antam (ANTM) Siap Mengekspor Mineral Mentah
Maryoki mengatakan, keberadaan smelter punya peranan penting dalam pertumbuhan kinerja ANTM. Ia menilai, ketimbang ANTM memutuskan untuk mengakuisisi tambang untuk memperoleh cadangan emas sendiri, Penambahan jumlah maupun kapasitas smelter justru jadi langkah yang lebih tepat.
Pasalnya, akuisisi sendiri membutuhkan biaya yang besar dan risiko yang besar juga, di mana ANTM harus menjalankan operasional tambang itu sendiri.
Dessy menambahkan, salah satu katalis positif lain yang bisa mendorong kinerja ANTM adalah langkah manajemen yang mengurangi utang mata uang asing. Menurutnya, selama ini, bottom line ANTM cukup terpengaruh efek forex loss atau utang mata uang asing.
Dengan prospek yang menarik, Dessy pun memberikan rekomendasi untuk beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.230 per saham.
Sementara Maryoki menilai, harga saham ANTM saat ini sudah terlampau mahal. Untuk itu, dia merekomendasikan jual ANTM dengan target harga di Rp1.480.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News