Reporter: Nur Qolbi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana saham dan reksadana campuran memperlihatkan kinerja yang kurang memuaskan pada tahun ini ketimbang jenis reksadana lainnya. Berdasarkan data Infovesta per Oktober 2023, Infovesta 90 Equity Fund Index tergerus paling dalam.
Indeks yang memperlihatkan kinerja reksadana saham secara keseluruhan tersebut merosot 4,11% dibanding bulan sebelumnya dan anjlok 4,54% sejak awal tahun 2023. Kemudian, Infovesta 90 Balanced Fund Index yang memperlihatkan kinerja reksadana campuran secara keseluruhan turun 2,45% dari bulan sebelumnya dan terkoreksi 0,43% year to date (YtD)
Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Felisya Wijaya mengatakan, akhir-akhir ini, volatilitas pasar saham dan obligasi disebabkan oleh tekanan arus dana keluar investor asing akibat kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat alias US Treasury.
Hal ini membuat investor asing cenderung risk-off, terutama di tengah kondisi geopolitik di Timur Tengah serta melambatnya ekonomi China.
Dari dalam negeri, adanya kampanye Pemilu 2024 serta bantuan langsung tunai dan subsidi beras diharapkan dapat membantu daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca Juga: Didukung Investor Muda, Reksadana Indeks Punya Prospek Positif
Menurut Felisya, valuasi IHSG sudah relatif murah di sekitar 13,8x P/E, jauh di bawah rata-rata historis 5 tahun yang sebesar 17,75x. Valuasi yang murah ini diharapkan dapat menarik investor asing untuk masuk ke pasar saham Indonesia.
Selain itu, untuk pasar obligasi, investor mulai melihat adanya potensi The Fed untuk mengakhiri quantitative tightening, mengingat data ketenagakerjaan AS yang melandai per Oktober 2023.
"Mengacu kepada time horizon investasi, maka kami memandang bahwa investor dapat melakukan average down dengan harapan prospek yang lebih baik di sisa tahun 2023 dan tahun 2024," ucap Felisya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Prospek pasar saham dan obligasi Indonesia diprediksi akan membaik pada tahun 2024 seiring dengan pemangkasan suku bunga AS dan Indonesia. Potensi penguatan rupiah juga akan menarik bagi investor asing yang didukung dengan meredanya sentimen politik dalam negeri.
Felisya menyampaikan, pengelolaan reksadana campuran Sucorinvest Asset Management masih cenderung defensif menjelang transisi siklus ekonomi. Manajer investasi ini menerapkan strategi active indexing dengan fokus mengalokasikan pada saham-saham bluechip.
"Selain itu, pada obligasi kami masih akan berfokus pada tenor pendek sebagai langkah manajemen risiko terhadap duration/interest rate risk," kata Felisya.
Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi pun melihat, prospek reksadana saham dan campuran pada 2024 akan lebih baik dari tahun ini. Hal ini didukung oleh sentimen positif Pemilu 2024.
Reza menjelaskan, secara historis, pasar saham dalam negeri menguat menjelang gelaran Pemilu. Contohnya, pada proses Pemilu 2004, IHSG berhasil menguat 17,7%. Lima tahun kemudian, IHSG melesat hingga 53,7% pada Pemilu 2019.
Baca Juga: Sucor Asset Management Jalin Kerja Sama Distribusi Reksadana Syariah dengan Bank BSI
Sentimen efek pelaksanaan Pemilu di awal tahun 2024 diperkirakan sudah direspons pasar sejak memasuki semester kedua 2023. "Baru kemudian memasuki tahun Pemilu di 2024, IHSG diperkirakan kembali melanjutkan penguatan dengan potensi kinerja lebih optimistis di kisaran 10%-15%," ungkap Reza.
Lebih lanjut, anggaran dana Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah diproyeksikan akan mencapai Rp 109,1 triliun. Dengan anggaran itu pasti akan ada belanja barang dan jasa yang merata yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi domestik.
Selain itu, adanya proyeksi penurunan inflasi ke level 2,25% yoy pada 2024 dapat menjadi sentimen positif. Pasalnya, inflasi yang rendah dapat menekan beban biaya hidup masyarakat dan meningkatkan daya beli. Reza memprediksi, return reksadana saham di tahun 2024 berada di rentang 8%-12% dan reksadana campuran di 7%-10%.
CEO PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment) Guntur Surya Putra menambahkan, potensi imbal hasil reksadana saham dan reksadana campuran selama setahun ke depan akan sangat tergantung pada perkembangan pasar serta faktor-faktor eksternal dan domestik.
Mulai dari kondisi geopolitik, makroekonomi global, fundamental perekonomian, kondisi ekonomi domestik, kebijakan Bank Indonesia terkait suku bunga, serta perkembangan di sektor-sektor yang menjadi portofolio reksadana tersebut.
Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Masih Catat Kinerja Positif, Ini Penopangnya
Selain itu, potensi kinerja akan cukup bervariasi tergantung dari strategi investasi yang diterapkan di masing-masing reksadana. Akan tetapi, secara jangka panjang dan secara keseluruhan, ekspektasi potensi imbal hasil di reksadana saham dan campuran seharusnya lebih tinggi dari risk free rate, high single digit.
Dalam kondisi pasar yang masih volatilitas, perlu banyak pertimbangan dalam alokasi di reksadana saham dan campuran. "Salah satu pendekatan yang tepat adalah berinvestasi secara bertahap (dollar-cost averaging) dengan membeli saham atau unit reksadana secara berkala, bukan sekaligus," kata Guntur.
Menurutnya, cara ini dapat membantu merata-ratakan harga pembelian dan mengurangi risiko akibat volatilitas pasar. Strategi lainnya adalah dengan melakukan diversifikasi portofolio di beberapa kelas aset secara langsung untuk mengurangi risiko pada saat kondisi pasar sedang volatilitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News