Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejumlah isu penting akan mempengaruhi transaksi di pasar finansial hari ini. Silakan simak.
1. Posisi IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah dalam. IHSG turun 1,02% ke 4.728,70, Selasa (2/7). Asing juga masih mencatatkan aksi jual bersih (net sell) Rp 363,64 miliar. Sementara indeks MSCI Asia Pasific naik 0,9% ke 132,01.
2. Posisi rupiah
Bank Indonesia belum bisa bernafas lega. Rupiah masih tetap bergejolak. Kemarin rupiah mengalami tekanan ke Rp 9.940 per dollar Amerika Serikat (AS), meski di pasar uang Singapura seperti dikutip www.bloomberg.com nilai rupiah diperdagangkan lebih murah, di level Rp 9.934 per dollar AS.
Perdagangan rupiah di Singapura, sebagian besar dalam bentuk Non Delivery Forward (NDF). Ini berarti transaksi yang ada tidak mencerminkan permintaan dan penawaran lantaran kebanyakan untuk spekulasi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Difi A Johansyah bilang, pihaknya tidak dapat mengambil tindakan atas spekulasi terhadap rupiah di pasar NDF.
3. Posisi Wall Street
Mayoritas saham yang diperdagangkan di bursa AS melorot pada transaksi malam tadi. Mengutip situs Bloomberg, pada penutupan pukul 16.00 waktu New York, indeks Standard & Poor's 500 terpeleset 0,1% menjadi 1.614,08. Sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,3% menjadi 14.932,41.
Lebih dari 6,1 miliar saham berpindah tangan di bursa AS semalam. Angka tersebut 6,9% lebih rendah ketimbang volume transaksi rata-rata tiga bulanan.
4. ADB revisi pertumbuhan ekonomi RI menjadi 5,9%
Ekonomi global yang belum pulih ditambah dengan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Bank Dunia pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari diperkirakan awal 6,2% menjadi hanya 5,9%.
Bank Dunia melihat kebijakan Pemerintah Indonesia menaikkan BBM akan menyebabkan konsumsi domestik melorot. Daya beli masyarakat di lapisan menengah dan bawah akan menyusut. "Ada risiko yang didorong melemahnya permintaan dalam negeri yang lebih besar karena dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi," ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop di Jakarta, Selasa (2/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News